Hari ke 9
Kyra sedang sibuk menulis di sebuah kertas setelah ia meminta selembar kertas dan sebuah pulpen pada Linggar.
"Apa yang sedang kamu lakukan? Tanya Linggar. Baru saja ia keluar dari toilet dengan berpakaian seragam perawat lengkap.
"Hm?" Sahut Kyra tetap sibuk dengan kegiatannya, sesekali ia mendongakkan kepala. Pandangannya menerawang, seperti mengingat sesuatu.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" Linggar mengulangi pertanyaannya setelah ia duduk di tepi ranjang Kyra.
"Hm, membuat daftar"
"Daftar?"
"Hm, daftar ke mana saja aku ingin pergi. Makanan apa saja yang ingin aku makan. Kegiatan apa saja yang bisa aku lakukan setelah terbebas dari sini"
"Kamu pikir kau sedang ditahan dalam penjara?"
Kyra tertawa. Mengalihkan perhatian dari kertas dan pulpen ke arah Linggar.
"Kak Linggar akan bekerja?"
"Hmm, ada yang kamu butuhkan?"
"Bolehkah aku pergi ke taman?"
"Tapi aku tidak bisa menemanimu."
"Sebentar saja, sebelum makan siang aku sudah kembali."
"Bawa ponselmu, jadi aku bisa menghubungimu."
"Hanya ke taman, Kak, bukan melarikan diri."
"Bawa saja, tidak perlu banyak protes bisa, 'kan."
"Hmm" Kyra menunjukkan ponsel yang ia pegang lalu memasukkannya ke dalam saku cardigan rajut yang ia kenakan hari ini.
"Baiklah, jika kamu membutuhkan sesuatu atau merasakan sakit, segera hubungi aku"
"Kak Linggar, ayo kita makan siang bersama." ajak Kyra.
"Bukankah kita selalu sarapan, makan siang, dan makan malam bersama di sini"
"Bukan itu, maksudku aku mau makan di kantin. Boleh 'kan?"
"Oke, tunggu aku di taman, kita ke kantin bersama"
"Siap Bos"
Linggar mengusak pucuk kepala Kyra.
**
Kyra duduk di bangku taman seperti kemarin. Bedanya ia hanya duduk sendiri tidak ditemani Linggar.
Kyra hanya ingin menenangkan pikirannya, setelah berbalas pesan singkat dengan Paman Leo, pengacara perusahaannya, tadi malam.
Kecewa? Ya, meski Kyra sudah lama tahu bibi Divya mengincar harta peninggalan ayahnya. Tapi ia tidak mengira akan sejauh itu tindakannya.
"Apa ada lagi yang bibi lakukan di belakangku yang aku tidak tahu?" Gumam Kyra
Kyra menghembuskan nafas kasar, bersamaan dengan seseorang yang menyapa Kyra.
"Kamu di sini rupanya" ujar pria yang memakai jas dokter, sambil duduk di sebelah Kyra.
"Hai, dokter Oki" Kyra membalas sapaannya.
"Aku mencarimu di kamar, tapi perawat Linggar bilang kau sedang di taman. Jadi aku menyusulmu ke sini"
"Untuk apa dokter Oki mencariku?"
"Jangan memanggilku seperti itu, tidak bisakah kamu memanggilku Kak Oki, Mas Oki, atau Aa' Oki, atau semacamnya?"
Kyra menggeleng. "Tidak mau. Aku tidak bisa."
"Kenapa tidak mau? Kenapa tidak bisa?"
"Dokter Oki tidak pantas aku panggil seperti itu. Dokter Oki sungguh lebih mirip seperti balita. Sering sekali merengek jika bersama Kak Hilal"
"Aku tidak merengek"
Oki mencebikkan bibirnya, Kyra tergelak.
"Untuk apa dokter Oki mencariku?
"Aku hanya ingin memeriksamu"
"Dokter Oki? Memeriksaku? Bukankah seharusnya Kak Hilal yang memeriksaku"