612 Hours

Dya
Chapter #7

Nightmare

Hari ke 10

"Ayah, Kyra merindukan Ayah, sangat" Kyra memeluk ayahnya dengan posesif. "Apa Ayah tidak merindukan Kyra?" Tuduh Kyra pada pria paruh baya yang juga menbalas pelukan Kyra.

"Kenapa kamu berpikir seperti itu, Sayang?"

"Ayah tidak pernah menemui Kyra"

"Ayah juga merindukan putri kecil Ayah" Ayahnya membalas pelukan putrinya

"Ayah, Kyra sudah dewasa" Kyra mengerucutkan bibirnya lucu

"Tapi kamu akan tetap jadi putri kecil Ayah, sekalipun nanti kamu menikah dengan pria yang kamu cintai dan sudah menjadi seorang ibu suatu saat nanti, kamu tepat putri kecil Ayah."

"Tidak ada nanti Ayah, mungkin Kyra tidak akan pernah menjadi ibu."

Ayah Imran mengurai pelukannya, menatap lekat putri semata wayangnya, lalu menangkup wajah gadis itu dengan kedua tangannya. "Kenapa putri kecil Ayah mengatakan hal seperti itu?"

"Ayah, tunggu Kyra. Kyra akan menemani Ayah. Kyra tahu Ayah di sini kesepian."

"Tidak sayang, Ayah tidak mengijinkanmu menyusul Ayah sekarang."

"Kenapa Ayah melarangku? Ayah sendirian di sini. "

"Ayah tidak sendiri, Sayang. Hiduplah dengan baik. Jagalah apa yang seharusnya menjadi milikmu"

"Tapi Ayah.... Kyra ingin bersama Ayah." Rengek Kyra.

Ayah Imran kembali mendekap putrinya, sembari membelai lembut kepala anak gadis kesayangannya itu. "Dengar sayang, hidupmu masih panjang. Percayalah kamu akan segera menemukan hidup barumu."

"Ayah" Air mata menggenangi pelupuk mata Kyra perlahan mulai membasahi kedua pipi Kyra.

"Pulanglah, kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan." Ayah Kyra melepas pelukannya dengan putrinya, kedua ibu jarinya mengusap lembut pipi Kyra untuk menghapus jejak air matanya.

"Ayah, hiks" Kyra terisak. Ia tidak rela melepas kepergian ayahnya.

Ayah Imran perlahan menjauhi Kyra. Kabut putih mulai menyamarkan jejak langkah pria berwajah teduh itu.

Namun tiba-tiba, seorang wanita paruh baru menghampiri Ayah Imran dan menikamnya dengan sebuah pisau tepat di dada ayahnya. Hingga sang ayah jatuh tersungkurtersungkur bersimbah darah.

Kyra mencoba mengejarnya, namun kabut putih itu semakin tebal hingga ayah Kyra dan wanita tersebut hilang begitu saja.

**

Kyra masih memejamkan matanya. Tubuhnya bergerak gelisah. Keringat membanjiri seluruh tubuh Kyra. Bibirnya terus menyebut "Ayah, jangan pergi. Jangan tinggalkan Kyra, Kyra ikut"

"Kyra bangun, Kyra" Linggar mencoba membangunkan Kyra. Ia yakin gadis itu tengah bermimpi buruk tentang ayahnya.

"Ayah" Kyra menjerit tiba-tiba terduduk dari tidurnya.

"Kyra, kamu tidak apa-apa?"

Nafas Kyra memburu, sesak nafas dan nyeri di dadanya pertanda Kyra tidak sedang baik-baik saja.

Linggar mendekap tubuh Kyra agar gadis itu kembali tenang.

"Kak, hiks, ayah pergi, hiks" Tangisnya pecah dalam pelukan Linggar. Kyra melingkarkan kedua tangannya membalas pelukan Linggar.

"Sstt, tenanglah, ada aku di sini, sayang" Linggar menepuk lembut bahu Kyra, sesekali ia mengusap lembut kepala gadis itu. Ia biarkan sejenak Kyra meluapkan tangisnya.

Setelah beberapa saat, tangis Kyra mereda. Sesekali ia akan terisak.

"Kamu sudah baik-baik saja?" Bisik Linggar lembut.

Kyra mengangguk pelan. Lalu mereka pun saling melepas pelukan mereka.

Linggar segera mengambil segelas air putih di atas meja kabinet dan memberikannya pada Kyra.

Kyra menegak air putih tersebut hingga setengah gelas. Lalu mengembalikannya pada Linggar.

"Kamu mau tidur lagi?"

Kyra menggeleng. "Aku tidak mau melihat ayah meninggalkanku lagi"

Ingin rasanya menimpali perkataan Kyra. Tapi Linggar rasa percuma. Gadisnya sedang tidak baik-baik saja.

"Baiklah, aku akan menemanimu" Sudut bibir Linggar melengkung ke atas, agar Kyra kembali tenang.

"Kak Linggar"

"Hmm"

"Jangan tinggalkan aku" Ucap Kyra masih terisak kedua tangannya meremat ujung kaos yang dikenakan Linggar.

"Aku tidak akan meninggalkanmu." Linggar menghapus jejak air mata di kedua pipi Kyra dengan ibu jarinya. "Sekarang kamu mau tidur?"

Kyra menggeleng lemah.

"Tapi kamu harus istirahat"

"Aku tidak mau mimpi hal itu lagi"

"Baiklah, apa yang ingin kamu lakukan?"

"Entahlah, tapi aku sangat mengantuk"

Linggar terkekeh pelan. "Jika sangat mengantuk bukankah sebaiknya kamu tidur"

"Tapi, bagai--"

Linggar meletakkan jari telunjukkan di bibir Kyra "Sst, yakinlah kamu tidak akan bermimpi hal yang sama lagi"

Lihat selengkapnya