Hari ke 15
Linggar menghentikan langkahnya saat ia melihat seorang pria berlutut di samping ranjang Kyra. Ia tertunduk dalam bahunya bergetar hebat. Entah apa yang baru saja terjadi sepertinya bukan hal yang baik.
Linggar gamang, haruskah dia masuk untuk memastikan Kyra baik-baik saja, atau menunggu di meja perawat dengan perasaan cemas hingga Kyra menekan tombol nurse call.
**
Pagi hari, Bintang mengunjungi Kyra. Sejak terakhir kali ia hanya mengantar Kyra lima belas hari lalu saat Kyra mengalami henti jantung.
Bintang baru saja "terbebas" dari pengawasan ibunya. Bintang adalah yang paling menentang keinginan sang ibu, meski Binar juga menentang namun nyatanya keberadaan Binar bukan menjadi masalah untuk ibunya.
Bintang, ia gunakan sebagai alat untuk menguasai peninggalan mendiang kakaknya, ayah Imran.
Bintang yang mengetahui segala tindakan buruk sang ibu. Oleh karenanya, Nyonya Divya sangat rela menahan Bintang untuk tidak berdekatan dengan Kyra agar Bintang tidak membocorkan semua rahasianya. Ia pikir rahasia akan ia ungkap sendiri setelah kekayaan dan kekuasaan berada di tangannya.
Nyonya Divya masih membutuhkan Kyra untuk tetap hidup dan memaksa Kyra menandatangani surat pemindahan kekayaan dan mengangkat Bintang untuk menjadi direktur "boneka" ibunya sendiri.
"Hai Kyra" Sapa Bintang lirih saat memasuki kamar Kyra.
"Kak Bintang!" Kyra membalas sapaan Bintang dengan riang.
Namun Bintang hanya memaksakan senyumnya.
"Maaf, aku baru bisa menjengukmu" Bintang berjalan mendekat dengan kepala tertunduk.
"Kak Bintang, ada apa? Kenapa murung sekali?"
Tiba-tiba Bintang berlutut.
"Kak Bintang, kenapa Kakak berlutut? Berdirilah Kak, lututmu akan sakit?"
Pria manis itu terisak.
"Kak, apa yang terjadi?" Kyra semakin bingung dengan sikap kakak sepupunya itu.
"Aku mohon maafkan aku"
"Kak, apa yang sedang Kakak bicarakan? Untuk apa Kak Bintang minta maaf?"
"Kyra, aku berjanji untuk tidak akan setuju untuk menggantikan posisi Paman Imran. Karena hanya kamu yang boleh menggantikannya, bukan aku"
"Apa ini tentang bibi?" Terka Kyra.
Bintang mengangguk pelan dan kepalanya semakin tertunduk.
"Aku sudah tahu dari Paman Leo" Ujar Kyra menenangkan Bintang.
Bintang mengangkat wajahnya menatap wajah adik sepupunya itu. "Lalu kamu akan diam saja? Kamu tidak ingin melakukan apa-apa?"
"Kak Bintang ingin aku melakukan apa?"
"Entahlah, aku tidak tahu apa rencanamu, Mungkin mencegah semua rencana mama."
"Kak, aku hanya punya Kak Bintang di sana. Tetap jalankan peranmu seperti biasa. Karena dari dulu ayah sangat percaya padamu. Jadi aku harus percaya padamu. Aku harap Kak Bintang tidak merusak kepercayaan yang ayah berikan"
Bintang termangu. Ia merasa bebannya semakin berat. Memegang kepercayaan dari keluarga yang dihancurkan oleh ibunya, benar-benar membuat Bintang merasa sedang berada di ujung kehancurannya sendiri.
"Aku juga akan mengusahakan sesuatu. Kak Bintang bantu aku, ya. Aku akan sangat membutuhkanmu, Kak."
"Aku akan berusaha yang terbaik." Jawab Bintang lirih.
"Kyra, ada hal lain yang seharusnya kau tahu. Tapi aku takut kamu akan mengalami hal yang tidak aku inginkan seperti terakhir kali. Aku takut kamu tidak benar-benar kembali seperti sekarang"
Kyra terkekeh pelan.
"Kak, kemarin Kak Bintang menyelamatkanku dengan segera membawaku ke rumah sakit ini. Bukankah aku masih di rumah sakit? Kau tinggal memanggil perawat dan dokter Oki"
"Dokter Oki? Kenapa bukan Kak Hilal?"
"Kak Hilal sedang keluar kota. Ia mendapat informasi beberapa pendonor untukku. Dan dia ingin mencari tahu sendiri adakah dari mereka yang cocok denganku. Untuk sementara aku di bawah pengawasan dokter Oki"
Bintang menggangguk.
"Jadi Kak Bintang, apa yang seharusnya aku tahu. Kak Bintang tidak ingin mengatakannya?"
Bintang kembali tertunduk. Ia melarikan pandangan kosongnya ke arah lantai.
"Kak Bintang"
"Mama yang menyebabkan paman Imran meninggal" Tangis Bintang meledak.