Suara polisi itu memaksa keluar dari kerongkongannya menyatu dengan angin dingin Malang dini hari yang menusuk hingga ke rongga tulang. Kadang hilang kadang terdengar mengejutkan. Cipratan liurnya bergegas melewati rambut-rambut di antara hidung dan mulutnya. "Mau jadi apa kamu jam segini balapan liar?! Ini bukan sirkuit!" Bentakan polisi itu membuat jantung Ben berdetak lebih kencang. Ia tetap menunduk meski sesekali melirik ke arah pria gempal menyeramkan itu.
Plakkk!!!
Jari-jari tangan polisi itu mengeplak kepala Ben layaknya gendang tabuh hingga terdengar suara. Kepala Ben mendongak. Matanya melotot. Ia ingin melawan.
"Apa?! Mau melawan?!" tantang polisi itu.
Emosi Ben seperti uap panas dari air yang mendidih. Ben membuka resleting jaketnya. Ia melepaskan jaketnya dan membuangnya ke trotoar sembarangan. Matanya masih menatap polisi itu. Namun, ia tidak melawan polisi patroli itu. Ia mengepal tangannya.
"Kalau kamu masih tertangkap basah sedang balapan liar, siap-siap menangis di kantor polisi!"
Langkah polisi itu menjauhi Ben. Lampu sirene mobil patroli menyilaukan mata. Ben mengamati langkah polisi itu yang membuka pintu mobil. Tak lama, mobil polisi itu melesat laju di jalanan kosong.
****
Menurut Ben, masuk ke tim balap kampus yang bergengsi adalah keputusan yang benar tetapi juga bisa menjadi salah. Dunia balap tidak seperti yang terlihat dari luarnya. Keren. Menegangkan. Banyak hal lain yang lebih dari sekedar tampak mengesankan. Ben baru sadar itu ketika menjadi anggota di tim balap kampus Jagadita. Apa yang paling diharapkan Ben ketika masuk ke tim balap kampus adalah menjadi pembalap. Entah profesional atau sekedar bermain menyalurkan hobi. Namun, sebagai anak baru di tim itu. Ia sadar, ada awal yang harus ia kerjakan.
Ben bersama kelima temannya membantu mendorong go-kart hingga ke lintasan sirkuit. Mesin pun nyala saat driver, Yudi, mulai menginjak gas. Ia segera memasuki area start bersama pembalap lainnya.
Ben menatap seniornya itu dari kejauhan. Angka hitung mundur terlihat pada lampu di garis start. Suara deru mesin dan knalpot mengebulkan asap hingga mengaburkan pandangan Ben.
Begitu lampu mati, semua pembalap saling berebut menempati urutan pertama. Ben dan teman-temannya berpindah tempat ke pinggir sirkuit dekat pagar dan tak jauh dari paddock.
"Gaaass!" teriak Hendi, tim mekanik lain yang membantu Ben.
"Hampir saja dia menabrak lawannya," komen Melly saat melihat Yudi melaju melewati lawannya.
"Yudi kurang berani." Sang manajer tim, Adit, mengomentari. Ben mengembuskan nafas.
Suara berisik knalpot yang memekakkan telinga memenuhi area sirkuit Kenjeran. Mereka melaju dan meliuk-liuk mengikuti belokan jalanan. Di jalanan lurus, Yudi mencoba menyalip lawannya. Ia berhasil sebelum ia berbelok di tikungan depannya.
"Harusnya dia bisa menyalip!" Seseorang di sebelah Ben tiba-tiba berkomentar. Ia menoleh. Pria berusia 40-an itu bertepuk-tepuk tangan dan berteriak, "GO! GO! GO!"