62'S Ways

Lita Lestianti
Chapter #3

3. Mengejar Kereta

Ben dan teman-teman lainnya menunggu penuh wajah tegang. Ben keluar ruangan hanya untuk memastikan bahwa Soni telah kembali. Sekitar setengah jam lagi jadwal kereta api menuju Jakarta akan berangkat. Namun, tak ada tanda-tanda Soni sudah kembali. Ia sesekali melirik jam dinding yang tertempel di bagian tengah ruang Himpunan.

Sebenarnya Ben tidak akan menaiki kereta itu. Ia hanya mengantar Soni dan teman-temannya yang lain ke stasiun kereta. Sepuluh menit berlalu, Ben masih gelisah karena dia juga harus mempersiapkan keberangkatan bersama seniornya. Dia menekan ponselnya dan mengirimi Soni pesan singkat.

Soni, bagaimana? Ini sudah jam berapa kamu belum tiba di Himpunan.

Terkirim.

Tak lama, satu pesan singkat masuk. Ben membacanya.

Soni, Mesin 2006.

Sorry. Aku menunggu ibu. Uangnya masih diambil dari bank.

 

Ben mengembuskan nafas. Sembari menunggu, ia mempersiapkan apa saja yang akan dibawa ke Sentul. Ia kemudian melepas beberapa bagian go-kart dan menatanya ke dalam mobil. Ia melirik jam dinding kembali. Mengambil ponselnya dari kantong. Memastikan bahwa ada pesan singkat dari Soni. Tak ada satu pun.

"Bagaimana?" tanya Rama yang juga menanti Soni dari tadi. "Dua puluh menit lagi kereta berangkat." Rama menunjukkan tiket kereta yang sudah mereka beli.

Ben tidak melihat tiket itu. Ia masih mempersiapkan peralatan yang akan dibawa. Ben melihat jam lagi dan mengira-ngira perjalanan mereka tiba di stasiun. "Tunggu lima menit lagi." Ben kembali sibuk dengan peralatannya.

Lima menit berlalu. "Semua masuk mobil saja," perintah Ben.

Tanpa lama-lama, Rama dan teman-temannya mengambil tas mereka masing-masing. Mereka duduk di dalam mobil Himpunan. Ben menyelesaikan pekerjaannya yang masih nanggung. Setelah itu, ia mencuci tangannya kemudian ia mengambil gelas dan meletakkannya di bawah saluran air dispenser. Ia pun meminumnya.

"Ben! Ayo! Kenapa lama-lama?" Rama berteriak dari kaca mobil.

"Iya, nih! Ayo! Apa yang kamu tunggu?" teriak temannya yang lain, Tio, dari dalam mobil yang terdengar samar-samar.

Ben tidak menjawab. Ia segera bergegas mengambil kunci mobil dan masuk ke dalam mobil. Di balik kemudi, ia menstarter mobilnya. Ia pun melaju ke jalanan kampus dan keluar dari gerbang kampus.

Bukannya berbelok ke arah kiri menuju stasiun, ia malah berbelok ke kanan. Teman-temannya menyadari kesalahan Ben.

"Ben? Stasiun bukan belok kanan!" Rama berteriak.

"Iya. Aku tahu." Ben menjawab singkat. Ia menyalip kendaraan yang ada di depannya. Membunyikan klaksonnya agar kendaraan di depannya mengalah dan minggir. Balasan klakson dari kendaraan lain bersahut-sahutan membuat riuhnya suasana di jalanan Kota Malang.

"Heh! Arep lapo koen!" Bahasa malangan Rama keluar. Ia mengumpat pelan dan mempertanyakan apa yang akan dilakukan Ben.

Ben mengambil ponsel dari kantongnya. Ia mencari kontak Soni dan menaruh ponsel di telinganya, "Son, tunggu di depan gang rumahmu. Aku sudah dekat!"

Ben semakin liar di jalanan. "Ini bukan sirkuit!" Rama mengingatkan dengan tak sabar. "Kita kena tilang, mampus nggak jadi berangkat!"

Jalanan yang tidak begitu lebar, Ben menyetir dengan kecepatan yang tidak seharusnya. Menyalip kendaraan selama dia bisa menyalipnya.

Semua umpatan keluar dari teman-temannya. Namun, Ben tidak peduli. Ia memikirkan agar segera sampai depan gang rumah temannya. Begitu gapura gang rumah Soni terlihat, Ben meminggirkan mobilnya dengan menginjak rem secara mendadak.

“BEENN!!!” Rama mengumpat sekencang-kencangnya.

Lihat selengkapnya