Tubuh Andini Sekartaji terbaring lunglai di dekapan Kanigara Gatra. Darah merembes memerahi wajah sampai kerah baju terusan putih gadingnya. Tidak sedikit pula yang menempel di lengan Kanigara Gatra, bahkan sampai laki-laki dapat mengendus bau karat darah gadis yang begitu ia cintai tersebut.
Suara teriakan minta tolong Kanigara Gatra meledak di angkasa sampai terdengar serak. Seakan kerongkongannya menyemburkan segala jeritan hatinya yang penuh dengan keputusasaan.
Kecelakaan nahas itu terjadi hanya selang beberapa menit setelah Kanigara Gatra memutuskan untuk mengutarakan isi hatinya yang telah mendekam terlalu lama kepada sang gadis. Bila ia mengetahui hal ini akan terjadi, tak perlu ia susahkan menyatakan rasa cintanya kepada Andini Sekartaji. Lebih baik ia melihat sang gadis dari kejauhan, menikmati setiap lekuk tubuh dan untaian rambut yang memercikkan sinar mentari dari sela-sela helaiannya, menciumi aroma firdaus yang tersibak dari setiap gerakan tubuhnya, dan memaknai figur sang gadis sebagai bagian dari mimpi-mimpinya saja.
Ia tak sanggup menyaksikan Andini Sekartaji tergeletak lemah dan bernafas terpotong-potong seakan lelah untuk melanjutkannya lagi.
Tiada yang tahu sampai sekarang bahwa Kanigara Gatra memiliki perasaan yang lebih pada Andini Sekartaji, tak juga sahabat-sahabat mereka berdua. Sudah tiga tahun keenam orang kawan itu membentuk sebuah circle yang tercipta secara alami.
Hanya ada dua laki-laki di kelompok pertemanan ini, Kanigara Gatra dan Steven Ongadri, yang dikelilingi oleh empat perempuan: Kumang, Sakti Soeryati, Felisia Setyarini dan Andini Sekartaji.
Kanigara Gatra, pemuda yang mengaku buruk dalam kehidupan sosialnya ini mendadak mendapatkan tempat di sisi Steven Ongadri yang tak terlalu suka berbasa-basi dalam berbicara, membuat Kanigara Gatra merasa tak perlu mengembangkan teknik komunikasi yang penuh dengan bunga dan hujan kata-kata. Dan, kedua laki-laki ini disambungkan dengan segala obrolan dan hal-hal yang berhubungan dengan tema-tema percakapan seperti film, otomotif, sampai sepakbola.
Sisanya, empat gadis dengan sifat dan perilaku berbeda itu, entah bagaimana, menempel erat dan lekat kepada kedua laki-laki tersebut. Kumang, yang tercantik di antara keempatnya, menghabiskan waktu untuk menolak gombalan belasan pria per minggunya. Wajahnya bersudut galak. Ujung mata lancip dan pucuk bibir membentuk seringai nakal, sinis namun secara aneh juga begitu memesona. Namun, ia tak terancam dengan kehadiran Steven Ongadri dan Kanigara Gatra yang bertampang biasa, berkantong datar, dan berperilaku wajar. Sebaliknya, rasa nyaman berkumpul dengan dua orang laki-laki ini menjadi salah satu pelarian utamanya ketika terlalu jengah dengan perhatian berlebihan lawan jenis yang bertaburan bagai bintang di langit.