Perut para awak pelarian itu sudah keroncongan. Ternyata segala interaksi fisik dan emosi yang berputar di dalam mobil itu sepanjang perjalanan ini tanpa mereka sadari lumayan melelahkan.
Akhirnya, mereka sampai pula di tujuan. Sebuah kota kecil yang memiliki gambaran berbeda dengan kota dimana mereka bekerja. Kumang dan teman-temannya ini bekerja di kota yang penuh dengan kesibukan, kepadatan dan kebisingan. Maka, kota kecil ini adalah pusat pelarian yang hampir sempurna. Tenang, tapi tidak terlalu menyendiri. Kota ini menyediakan beberapa pantai di tepian kota, bukit dan dataran tinggi yang sejuk, serta hotel di pusat kota yang beragam gaya dan harga.
Seperti apa yang telah direncanakan dengan begitu teliti dan mendetail oleh Sakti Soeryati, rombongan tersebut berhenti di sebuah tempat makan tidak jauh dari pusat kota.
“Kita makan dulu, baru ke kota untuk check in hotel,” ujar Sakti. Pernyataannya ini terkesan sebagai sebuah perintah, bukannya sekadar pengingat belaka.
“Iya, Siap, Ibu komandan!” ujar Steven Ongadri bercanda.
Wajah Sakti Soeryati masih terlihat dingin dan cenderung galak ketika mendengar respon dari pacar gelapnya itu. Tapi hanya Steven Ongadri dan Sakti Soeryati sendiri yang tahu bahwa ia sedang tersipu-sipu malu di dalam hati. Rasa ketertarikan yang berubah menjadi cinta bahkan ketergila-gilaan Sakti Soeryati pada Steven Ongadri sebenarnya sudah lama terjadi. Bahkan menyaingi lamanya rasa suka Felisia Setyarini pada Kanigara Gatra.
Kedua gadis itu kebetulan pandai sekali menyimpan rasa dibalik sifat dan mimik wajah mereka. Sakti Soeryati membentengi diri dengan kegalakan dan sinismenya yang lumayan kental. Felisia Setyarini sebaliknya, keceriaan dan wajah manisnya itu tidak hanya melindungi ekspos rasa dan sifat, tetapi juga kesepiannya. Bedanya, Sakti Soeryati mendapatkan apa yang ia mau, yaitu balasan rasa dan asmara dari orang yang ia cintai, Steven Ongadri, walaupun sementara ini ia juga tetap masih harus menyembunyikannya.
Kumang, di sisi lain, memiliki sensitifitas yang cukup mengejutkan. Sebagai seorang gadis yang diberkati dengan kecantikan serta pesona yang luar biasa, bahkan sedikit berlebihan, sama sekali tidak membuatnya menjadi pribadi yang jemawa, pongah dan arogan. Kebiasaannya digodai banyak pria malah membuatnya sadar bahwa manusia memang terbentuk dari beragam sifat dan kepribadian.
Misalnya saja, Kumang melihat bahwa Kanigara Gatra adalah sosok laki-laki yang lemah, namun di saat yang sama memiliki keteguhan hati. Laki-laki itu terlihat sekali begitu mencintai Andini Sekartaji. Kenyataan bahwa Kanigara Gatra memiliki perasaan lebih kepada salah satu sahabat perempuannya itu, dan fakta bahwa pernyataan cintanya tidak mendapatkan respon sama sekali, seakan menegaskan bahwa Kanigara Gatra memerlukan keberanian yang luar biasa serta pengorbanan yang tidak main-main.
Mungkin secara umum, di dalam circle persahabatan ini, tindakan Kanigara Gatra setahun yang lalu tersebut adalah semacam noda di dalam hubungan mereka. Tapi, Kumang pun yakin bahwa tidak ada yang dapat mengubah pemikiran tentang sifat Kanigara Gatra sebagai seorang laki-laki yang penuh rasa.
Kanigara Gatra dan Andini Sekartaji adalah dua mahluk yang paling lemah di dalam kelompok ini, pikir Kumang. Sang gadis adalah sosok pendiam, misterius tetapi juga hangat. Andini Sekartaji adalah tipe perempuan yang tidak terlalu mampu menutupi perasaannya. Hanya saja, di dalam kelompok ini, selama persahabatan mereka, Andini Sekartaji dapat merasakan kenyamanan luar biasa karena tak perlu menjadi orang lain. Ia dapat sesukanya menunjukkan perasaan dan pemikirannya tanpa perlu dihakimi.