6nam

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #8

Sulur

Angin yang bertiup dari laut menubruk angin yang turun melandai dari bukit ke tebing, menciptakan atmosfir kenyamanan yang sulit digambarkan. Semua anggota pelarian ini setuju dengan apa yang mereka rasakan.

Seringai keceriaan bermunculan di wajah mereka. Kumang bahkan tak menutupi rasa puas dan senangnya dengan berlompatan kecil dan bernyanyi riang.

Hotel itu bernama The Niners. Berdiri kokoh dengan gaya modern bercampur klasik. Pilar di bagian depan besar-besar, menyambut mereka sebelum sampai ke lobby yang dihiasi dengan tangga lingkar dan lampu gantung super besar nan mewah.

Di sisi yang lain, aura modern terasa dengan diletakkannya sofa beragam bentuk dan warna. Warna-warna yang segar pun menghiasi lobby luas itu. Felisia Setyarini awalnya memang mengangguk mantap, merasa pemilihan warna hotel ini cocok dengannya, cukup mengejutkan malahan, mengingat tampilan hotel yang dari luar cenderung terlihat klasik.

Sama sekali tak disangka bahwasanya hotel dengan penampilan elegan itu ternyata sedang tidak banyak pengunjung. Ada apa dengan hari ini? Tidak ada satupun hotel di pusat kota yang kosong, tapi hotel bagus ini kamar malah tersedia tanpa kesulitan untuk memesannya. Paling tidak itu pikir Sakti Soeryati.

"Jangan banyak tanya. Sudah bagus ‘kan kita dapat hotel ini. Ada untungnya juga kau tidak sempat book terlebih dahulu," singgung Kumang.

Yang diserempet enggan membalas. Ia juga sedang menikmatinya. Toh Steven Ongadri sang kekasih yang akhirnya membantu mereka semua mendapatkan tempat penginapan ini. Kalau tidak, Sakti Soeryati tak bisa membayangkan bila sampai mereka terpaksa pulang dan membatalkan perjalanan ini. Ingin rasanya ia memeluk laki-laki itu sebagai ucapan terimakasih.

Satu kamar besar yang unik. Terdiri dari dua room lagi di dalamnya dengan masing-masing dua bed. Kamar pertama, pas sekali. Dua queen-sized bed, cukup untuk para gadis. Kamar satunya, dua tempat tidur single yang kebetulan sekali cukup untuk Steven Ongadri dan Kanigara Gatra.

Masing-masing room di dalam kamar besar itu memiliki kamar mandi sekaligus toiletnya sendiri.

Ada satu ruangan lagi yang terdiri atas sebuah mini kitchen set lengkap dengan semua hal yang mereka perlukan layaknya sebuah dapur.

Di depan mini kitchen set dengan meja bar kecil, ada satu sofa panjang dan sebuah televisi berlayar lebar menempel di dinding.

"Kalian harus mengakui bahwa ini yang paling keren," ujar Steven Ongadri sembari membuka sebuah tirai lebar selagi yang lain sedang memperhatikan isi ruangan mereka tersebut.

Terpampanglah di depan mereka semua pemandangan yang breath-taking. Di balik tirai itu, adalah sebuah dinding sekaligus jendela kaca yang memenuhi seluruh sisi tembok. Debur ombak yang menelan garis pantai terlihat dengan jelas dari ruangan hotel mereka yang berdiri di atas tebing.

Semuanya tercekat. Pemandangan indah ini benar-benar menyerap segala perhatian mereka.

"Kau hebat, Steven," ujar Kanigara Gatra pendek.

Lihat selengkapnya