6nam

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #22

Rumah Hantu

Teriakan keceriaan meletup-letup dari para gadis. Kumang dan Felisia Setyarini berputar-putar bahagia melihat warna-warni cat wahana dan beragam stand hiburan serta makanan. Sakti Soeryati tertawa sumringah sedangkan Andini Sekartaji tersenyum malu-malu.

Ada roller coaster yang tidak terlalu tinggi dan rumit, tapi terlihat cukup menegangkan. Ada komidi putar, bianglala, kora-kora alias perahu ayun, sampai wahana tornado. Tidak menunggu waktu lama bagi para sahabat ini untuk ribut memilih wahana yang akan mereka nikmati.

Roller coaster adalah wahana yang paling pertama mereka coba dan Felisia Setyarini adalah anggota yang paling penakut diantara mereka. Kanigara Gatra lah yang kemudian duduk di samping gadis itu. “Tenang, kita seru-seruan,” ujar Kanigara Gatra pendek. Felisia Setyarini tersenyum lebar, merasa tenang bahwa Kanigara Gatra berada di sampingnya meski detak jantungnya tetap berpacu liar saking takutnya.

Steven Ongadri mendapatkan kesempatan duduk bersebelahan dengan Kumang. Alasannya jelas, bagi Sakti Soeryati, sang pacar, ini penting agar tidak ada anggota pelarian ini yang menyadari hubungan mereka. Mana tahu kelak Sakti Soeryati latah menjadi manja bila berada di samping pacar gelapnya itu. Bagi Steven Ongadri sendiri, kesempatan emas ini tentu tak mungkin dibuang percuma. Perasaannya kepada Kumang memang sudah murni berubah dan terjun bebas ke arah asmara.

Nah, tinggal Sakti Soeryati yang harus duduk di paling belakang rombongan sahabatnya. Ia menengok ke bangku wahana di sampingnya, Andini Sekartaji duduk di sana dengan wajah dingin hampir tanpa ekspresi. Selama hidup, Andini Sekartaji tak mudah takut dengan hal-hal semacam ini. Dulu, sahabat-sahabatnya sering kesal bila mereka menonton film horor bersama karena ia tak pernah terlihat ketakutan atau berteriak sedemikian rupa seperti perempuan pada umumnya. “Kamu ini cewek bukan sih, batu banget?” ujar Steven Ongadri suatu saat. Ia kesal karena bersama Kanigara Gatra, keduanya telah mencari film terhoror yang bisa mereka ajukan untuk ditonton, tapi gadis itu bergeming. Andini Sekartaji tertawa melihat respon Steven Ongadri itu, bukan karena puas menunjukkan keberaniannya, tapi karena geli melihat reaksi kesal kedua sahabatnya itu.

Melihat pandangan Sakti Soeryati, Andini Sekartaji tersenyum.

Masih ada rombongan orang yang datang untuk ikut menaiki wahana dan mencari lokasi tempat duduk yang masih kosong. Satu gadis mendadak mendekat ke arah dimana Sakti Soeryati duduk. Ia melihat ke arah dimana Andini Sekartaji duduk lalu pandangannya berserobok dengan tatapan Sakti Soeryati yang memandangnya tajam dengan mimik wajah galak dan tak bersahabat. Hanya dalam waktu sepersekian detik, gadis itu pergi dan mencari tempat duduk kosong lainnya. “Heran, bisa-bisanya mau duduk di sini,” gumam Sakti Soeryati dengan sebal.

Kembali Andini Sekartaji tersenyum.

Roda roller coaster bergulir di rel. Wahana itu langsung meluncur dengan laju, menaikturunkan tubuh-tubuh terikat sabuk pengaman di atasnya. Felisia Setyarini berteriak sekuatnya dari kerongkongannya. Tangannya menggenggam tangan Kanigara Gatra erat. Di belakangnya, Kumang melakukan hal yang sama kepada Steven Ongadri, secara otomatis. Tidak hanya itu, Kumang juga menyandarkan kepalanya yang sempurna itu ke bahu Steven Ongadri karena ketegangan yang terjadi, lagi-lagi hanya secara otomatis, bukannya disengaja. Sakti Soeryati, tak ada yang bisa dilakukannya selain berteriak sendirian dan memegang wahana sekuat mungkin. Andini Sekartaji duduk diam hampir tak ada emosi.

Lihat selengkapnya