6nam

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #30

Pertanyaan

Sengatan listrik itu ternyata sungguhan. Kanigara Gatra tersentak tersengat daya tenaga yang tak ia tahu benar apa. Ia bagai seorang prajurit yang lengah dan tak awas. Pertahanannya tertembus mutlak. Bibir tipis nan lembut Felisia Setyarini masih menempel dalam-dalam di bibirnya sampai ia tersadar dan perlahan menarik diri sampai kecupan gadis itu terlepas.

Sepasang mata di wajah manis Felisia Setyarini menatap sayu Kanigara Gatra. Semburan hasrat masih menyala-nyala di sana, terlihat dengan jelas. Sebaliknya, Kanigara Gatra hampir tak dapat menyembunyikan kebingungan dan keterkejutannya yang luar biasa.

“Fel, a … aku … aku ..,” ujar Kanigara Gatra terbata-bata.

Felisia Setyarini membiarkan Kanigara Gatra kehilangan kata-kata, seakan menikmatinya sebagai sebuah pertunjukan. Wajah Kanigara Gatra yang kebingungan itu menjadi sangat menggemaskan di depan Felisia Setyarini. Ia tidak hanya ingin kembali mencium bibir laki-laki itu, tetapi juga melumatnya sampai habis. Ia tersenyum centil nan ceria.

Kanigara Gatra kembali tersentak dan terhenyak mendapatkan gadis yang baru saja menciumnya itu seakan puas dan terlihat bersungguh-sungguh. Ia sendiri tak mampu mendefinisikan apapun bahkan tak memiliki kemampuan menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi saat ini.

“A … aku minta maaf, Fel,” ujar Kanigara Gatra. Hanya itu yang bisa ia ucapkan.

Dengan kikuk ia mundur menjauh, kemudian berbalik. Sebelum meninggalkan Felisia Setyarini dengan langkah pelan, Kanigara Gatra sempat dua kali menengok ke arah gadis itu.

Felisia Setyarini tersenyum lebar, menutup mulut dan wajahnya yang memerah. Ia tak menyangka telah dengan berani mangambil keputusan itu: mencium orang yang selama ini ia sukai bahkan sayangi, tepat di bibirnya. Reaksi Kanigara Gatra yang terkejut serta melarikan diri dibaca sebagai sebuah kewajaran baginya. Ia yakin, laki-laki itu hanya malu dan syok karena gadis semacam dirinya telah berani melakukan langkah pertama. Biasanya, seperti Kanigara Gatra sendiri, laki-laki adalah orang yang seakan diharuskan dan diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan semuanya dengan terlebih dahulu. Namun, kali ini, Kanigara Gatra tak bisa menghindar sama sekali dari serangannya.

Hati Felisia Setyarini berbunga-bunga. Kanigara Gatra tidak marah apalagi menolaknya. Laki-laki itu hanya terkejut dan syok. Ia telah satu langkah lebih unggul dibanding Kumang yang tak mungkin bisa lagi melakukan tindakan apapun yang bisa melebihinya. Kemenangan sudah di tangannya. Kanigara Gatra akan terbayang-bayang akan ciumannya, kemudian perlahan akan membuka hatinya. Mulai detik ini pun, Felisia Setyarini tak akan berhenti untuk melakukan langkah-langkah lanjutan untuk memenangkan hati sang pujaan hati.

Di sudut lain, Kanigara Gatra berjalan gamang menelusuri kembali jalan setapak dari susunan bebatuan yang tadi ia lewati dengan Felisia Setyarini. Mengapa asmara dan percintaan begini rumit adanya?

Setahun yang lalu ia hanya ingin mengutarakan apa yang ada di dalam hatinya kepada seorang gadis yang telah lama ia kenal, telah lama ia perhatikan dan telah lama ia sayangi. Andini Sekartaji, meski telah menjadi rekan kerja sekaligus sahabatnya, masih menyisakan banyak misteri di dalam kehidupan dan sifatnya. Ketertutupannya, senyum manis malu-malunya, kesederhanaannya dan apapun yang tak Kanigara Gatra ketahui tentang gadis itulah yang membuatnya jatuh cinta – bila itu memang frasa yang tepat untuk menggambarkan perasaannya tersebut.

Setelah mengumpulkan kekuatan dan keberanian, bahkan dengan resiko menghancurkan persahabatan yang telah dibina bersama teman-temannya yang lain, Kanigara Gatra memutuskan mengutarakan perasaannya itu kepada Andini Sekartaji. Hatinya hancur ketika sang gadis tak memberikan jawaban yang ia inginkan, bahkan sebuah penolakan sekalipun. Sekarang, ketika ia berpikir bahwa semuanya akan baik-baik saja, mungkin kembali ke masa sebelum ia mengutarakan rasa pada Andini Sekartaji, tanpa disangka, seorang Felisia Setyarini mencium bibirnya.

Jelas itu bukan sebuah ciuman biasa, bukan sebuah ekspresi perasaan sayang seorang sahabat seperti rangkulan dan pelukan semata. Ada hasrat menggebu dan ledakan rasa dari lapisan bibir tipis nan lembut Felisia Setyarini.

Lihat selengkapnya