Selama beberapa menit, Kanigara Gatra dan Felisia Setyarini duduk dalam diam di atas sofa. Sinar terang berwarna-warni bermain-main di permukaan kulit wajah mereka, bahkan menciptakan kolaborasi yang unik ketika memantul menari-nari di rambut pirang dan ungu Felisia Setyarini. Malam kelam masih membayang di atas bangunan hotel The Niners, melingkupi pepohonan di bukit, bebatuan di tebing dan di atas permukaan ombak yang berdebur kencang menubruki butir-butir pasir di pantai.
Felisia Setyarini menarik nafas panjang dan mengembuskannya pelan.
“Kalau kamu mengantuk, kamu boleh tidur, kok, Fel. Aku tidak melarang,” ujar Kanigara Gatra sembari tertawa kecil.
“Ih, memangnya kamu siapa melarang-larang aku untuk tidur,” balas Felisia Setyarini.
“Iya, maksudku, tidak perlu memaksa nonton kalau memang sudah mengantuk.”
“Tapi aku malas masuk kamar, Gat. Aku temani kamu saja disini, ya?” izin Felisia Setyarini.
“Tapi aku masih belum terlalu mengantuk. Ya, semoga beberapa menit menonton lagi bisa membuat aku tidur.”
“Kalau kamu mau tidur, tidur saja. Tidak perlu minta izin denganku, aku tidak melarang” ujar Felisia Setyarini mengulang kata-kata Kanigara Gatra dengan canda.
Kanigara Gatra tersenyum. Felisia Setyarini menguap lebar-lebar dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Matanya memerah dan berair. “Aku mengantuk, Gat. Nyerah, deh.”
Tanpa meminta izin, Felisia Setyarini melingkarkan kedua tangannya ke lengan Kanigara Gatra dengan erat, kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu Kanigara Gatra. Seperti seekor kucing, gadis mungil itu meregangkan tubuhnya untuk kemudian melengkung di atas sofa dan menutup kedua matanya. Lubang hidungnya membaui aroma khas menguar dari tubuh Kanigara Gatra yang selalu membuatnya nyaman dan tenang selama ini. Tak lama ia terbawa ke alam mimpi, tertidur lelap bagai seorang bayi.
Kanigara Gatra tak keberatan dengan perilaku Felisia Setyarini ini. Ia bahkan menarik selimut untuk menutupi tubuh sang gadis yang sebentar saja sudah terlelap melengkung di sampingnya. Untuk sejenak, Kanigara Gatra mencoba melihat salah satu sahabat perempuannya itu dari sisi yang berbeda, dari sisi yang tak pernah ia tahu dan coba lihat sebelumnya.
Selama ini Kanigara Gatra sudah merasa mengenal semua anggota pelarian ini dengan baik. Ia jemawa rupanya. Sisi lain Andini Sekartaji saja tak mampu ia ketahui, bagaimana juga dengan Felisia Setyarini?