Di bioskop, para anggota pelarian ini tidak duduk berderetan. Kanigara Gatra lagi-lagi duduk berdampingan dan berpasangan dengan Felisia Setyarini, sedangkan sisanya berada di belakang. Kanigara Gatra tak dapet melihat dimana letak Andini Sekartaji duduk karena ruangan itu sudah langsung gelap. Film sudah hendak dimulai.
Maksud hati memang tidak lagi ingin memedulikan keberadaan Andini Sekartaji. Namun apa mau dikata, gadis itu bagaimanapun adalah bagian dari kelompok pelarian ini, bukan? Pikir Kanigara Gatra. Maka kepalanya celingak-celinguk mencari tahu dimana gadis itu duduk.
Kanigara Gatra berhasil menemukan Sakti Soeryati yang tentu bersebelahan dengan Steven Ongadri, dan dari rambut serta bahunya, ia tahu itu adalah sosok Kumang yang berada di simping lain Steven Ongadri. Namun, di sebelahnya lagi adalah seorang laki-laki. Segelap-gelapnya keadaan di dalam bioskop di saat itu, tidak mungkin Kanigara Gatra salah menyangka bahwa sosok itu adalah seorang laki-laki dan bukannya Andini Sekartaji. Lalu dimana dia?
Tangan Felisia Setyarini kembali melingkar di lengannya sejak awal film telah dimulai. Sudah terlambat untuk keberatan dengan tindakan gadis mungil itu. Meski keduanya telah sepakat untuk tidak memikirkan tentang hubungan mereka sementara ini, tetapi melihat setiap gerak-gerik Felisia Setyarini, gadis itu sepertinya menginjak pedal gas terlalu dalam. Ia seakan mencoba mengambil setiap kesempatan yang ada untuk membuat perhatian Kanigara Gatra tersita untuknya.
Kanigara Gatra hanya tak bisa merespon dengan baik ciuman Felisia Setyarini kemarin, tetapi bukan berarti dia polos dan dungu. Ia sudah paham seratus persen bahwa Felisia Setyarini memiliki rasa padanya, walau entah mengapa bisa. Namun, ia sejatinya masih sibuk dengan perasaannya sendiri. Ketika ia sudah mulai menerima bahwa ia akan melanjutkan perjalanan kehidupan tanpa perlu berhadap dengan jawaban Andini Sekartaji, bukan berarti pula Felisia Setyarini dapat langsung saja mengambil kesempatan itu.
Untuk sementara, Kanigara Gatra akan membiarkan lengannya digelendoti Felisia Setyarini. Ia pun tak mau menciptakan suasana yang tidak enak lagi. Tidak ada yang perlu ia jaga perasaannya. Sudah jelas bahwasanya Andini Sekartaji tak memiliki rasa padanya. Ia bahkan menyarankan untuk mendapatkan rasa sayang dan perhatian dari gadis lain. Misteri apapun yang ada di belakang Andini Sekartaji tak membuatnya berniat membongkarnya lagi.
Sampai pemutaran film selesai, Kanigara Gatra tak juga melihat Andini Sekartaji. Bukan karena ia masih perhatian, tetapi seperti dipikirkan sebelumnya, ini hanya karena gadis itu bagaimanapun masih merupakan bagian dari kelompok persahabatan mereka ini. Lagipula, semua berangkat bersama, maka kesemuanya harus dilakukan secara bersamaan pula.
Seperti biasa, sehabis menonton film, rata-rata orang akan segera ke toilet. Begitu juga halnya dengan mereka. Para gadis berduyung-duyun ke toilet wanita, Steven Ongadri pula. Kanigara Gatra, tidak. Ia tidak merasakan keinginan untuk buang air kecil saat itu. Lagipula, ada rasa aneh berdesir di dalam dadanya ketika bersama Steven Ongadri. Apalagi kalau bukan masalah harga diri dan testosteron. Naluri kompetisi dan kuasa tidak hanya dimiliki Steven Ongadri. Sebagai laki-laki, Kanigara Gatra juga memiliki dorongan naluriah serta primordial tersebut.
Setengah mati Kanigara Gatra menahan rasa kesal dan dengkinya kepada Steven Ongadri yang mendapatkan tidak hanya hati dan jiwa, namun raga gadis yang ia sempat sangat sayangi itu. Dibanding ia menghancurkan penguasaan dan kedewasaan diri yang telah dia bangun sejak Andini Sekartaji menceritakan kisahnya itu, lebih baik ia diam di sini saja, menunggu semua orang untuk kembali dari toilet.