6nam

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #48

Suara

Para gadis memang sudah tidak peduli lagi dengan keadaan di tempat ini. Mereka sibuk dengan pikiran dan ketakutan mereka masing-masing. Sakti Soeryati secara khusus memerintahkan Steven Ongadri untuk mengantarkan mereka semua pulang setelah magrib, tidak peduli itu berarti mereka akan sampai malam hari. Tidak ada makan malam, tidak ada pemberhentian. Mereka hanya mau pulang.

Felisia Setyarini dan Kumang, walau di dalam hati masih memiliki kecurigaan dan rasa kompetisi mengenai Kanigara Gatra, tetap saja sama-sama merasa ketakutan serupa atas hadirnya Andini Sekartaji. Sakti Soeryati sama takutnya, ditambahi dengan ketakutannya sendiri tentang kebenaran cerita mengenai hubungan gelap antara Andini Sekartaji dan pacarnya tersebut. Bukan tidak mungkin bahwa hubungan itu benar adanya.

Hanya saja, ketiga gadis itu tidak mau mengambil resiko apapun. Mereka tak menyangka dan hampir tak bisa percaya bahwa selama ini Andini Sekartaji ikut bersama mereka. Di dalam mobil, di rumah makan, di wahana bermain, bahkan mungkin di kamar mereka. Setiap mengingat hal itu, mereka merinding sejadi-jadinya.

Di kamar laki-laki, Steven Ongadri membereskan barang-barangnya dalam diam. Kanigara Gatra sudah terlebih dahulu memasukkan pakaian dan barang-barang miliknya yang tak seberapa banyak itu.

Kanigara Gatra paham dengan pemikiran dan kekhawatiran Steven Ongadri. Ia bisa saja tidak percaya bahwa Andini Sekartaji benar-benar ada dan hadir diantara mereka, tetapi mengenai kenyataan hubungan gelapnya dengan gadis itu yang diketahui Kanigara Gatra, jelas merupakan pukulan yang sangat telak baginya.

Kanigara Gatra enggan membuat suasana di dalam kamar ini menjagi ganjil dan janggal. Ia mengambil tas, pergi keluar dan menutup pintu.

Steven Ongadri menghela nafas. “Sialan, kau Gat!” rutuknya. Ia menyumpalkan pakaian dan barang-barang pribadinya ke dalam tas tanpa repot-repot melipat atau menyusunnya lagi.

“Jadi, sebelum mati Andini pernah menceritakan hubungan kami denganmu rupanya. Dasar, semua perempuan sama saja. Disuruh merahasiakan masih saja tetap membocorkannya!” gerutunya dalam gumaman yang sangat pelan sampai sepertinya hanyai ia saja yang dapat mendengarnya.

“Ya, sayang. Aku memang menceritakan hubungan kita kepada Gatra, tapi tidak sewaktu masih hidup.”

Mendadak ada yang berbicara di dalam kamar menanggapi gumaman Steven Ongadri yang bernada kesal tadi itu. Suara itu terdengar begitu nyata di dalam kepalanya sampai-sampai ia melonjak terkejut dan berpaling cepat serta mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ia bahkan menengadahkan kepalanya ke atas. Tak ada siapa atau apapun yang dapat ia lihat. Hanya putih dan abu-abu: langit-langit, seprai kasur, warna cat dinding, hiasan, lemari dan meja. Tapi semuanya mati, tidak bergerak. Mungkin hanya pendingin ruangan yang berbunyi dan menggerakkan lidah swingnya.

Lihat selengkapnya