7 BULAN MENUJU PERNIKAHAN

Sahrun Rojikin
Chapter #1

Bab I

Seekor merpati putih jantan tengah bernyanyi-nyanyi pada nada mayor di ranting pohon tua, beberapa saat kemudian, hinggap disampingnya, seekor merpati putih betina. Merpati betina merasa terganggu dengan nada-nada yang keluar dari pelatuk merpati jantan, katanya lagu itu lebih pas dinyanyikan, jika dimulai dari C.

Asoka dan Aniela, sepasang nama dari sebuah kisah yang tidak akan pernah kalian temukan dibelahan bumi manapun. Sebuah kisah dimulai dari pertemuannya disebuah tempat pedagang kerak telor pinggir jalan kota Yogyakarta pada suatu malam. Saat itu Asoka Datakapentas, seorang laki-laki SMA kelas 3 berambut curtain atau biasa dikenal dengan ‘belah tengah’, perawakan ideal, tidak kekar juga tidak berlemak tebal. ia dipertemukan oleh takdir dengan seorang perempuan bernama Aniela Putri Aurora, seorang gadis cantik, berkulit putih, bermata indah, berambut pirang yang panjangnya sebahu lebih sedikit, yang saat itu juga masih belajar dibangku kelas 3 SMA. Mereka bertemu di pedagang kerak telor milik pak Diman, seorang penjual kerak telor asli Jakarta yang memilih pindah ke Yogyakarta selama berpuluh tahun karena jatuh cinta pada keindahan Yogyakarta. Seminggu dari pertemuan mereka, Asoka dan Aniela menjalani sebuah status hubungan, yaitu berpacaran. Namun setelah mereka lulus dari SMA, mereka harus menjalani hubungan dengan jarak atau sering disebut LDR ‘ long distance relationship’ karena Asoka memilih melanjutkan pendidikan S1 nya di Jakarta, sedangkan Aniela memilih melanjutkan pendidikannya tetap di kota kelahirannya, Yogyakarta. Malam ini setelah lima tahun dari pertemuan pertama mereka, dan tepat di usia Asoka yang ke 23, dan Aniela 21. Mereka kembali mengenang masa-masa pertemuannya.

“Maaf aku telat,” kata Asoka yang baru datang

“Hmm kebiasaan, janjinya jam 8, datengnya jam 9” kata Aniela

“Iya.. iya.. aku minta maaf”

“Udah pesen La?” tanya Asoka

“Belum, kan nungguin kamu dateng”

“Yaudah, pak Diman, Asoka pesen dua ya pak”

“Siap mas Asoka, pak Diman buatin setelah ini ya” jawab pak Diman sembari melayani pembeli yang lain.

“Udah lama banget yah kita nggak makan berdua kaya gini”

“Iya yah nggak kerasa, terakhir kali kaya gini kayaknya 6 bulan yang lalu deh pas kamu lagi sibuk-sibuknya semester akhir dan skripsi, dan ternyata udah hampir lima tahun loh sejak kita pertama kali ketemu” kata Aniela,

“Dulu gimana sih awal mula kita ketemu?” tanya Aniela

“Malam itu kan mba Aniela marah-marah karena kerak telornya gosong, saya yang habis dari toilet yo kaget, ternyata eh ternyata... yang bikin gosong kerak telornya mba Aniela itu mas Asoka yang sok-sokan jadi chef kerak telor milik saya” ujar pak Diman disambut tawa Asoka dan Aniela.

“Tapi kamu harus berterima kasih sama aku La” ucap Asoka dengan percaya diri

“Kenapa?” tanya Aniela

“Ya coba aja kalo malam itu aku nggak buatin kamu kerak telor gosong, kamu nggak bakal kenal aku dan kamu nggak akan sebahagia ini, karena akulah yang selalu jaga lengkung bibirmu”. Aniela hanya membalas dengan tawa sambil menyubit tangan Asoka.

“Mohon maaf nih ya mas, harusnya mba Aniela itu terima kasihnya sama saya, yo kalo nggak ada saya kan mas Asoka sama mba Aniela nggak bakalan ketemu toh” sahut pak Diman yang sedang membolak-balikan kerak telornya.

“Ya nggak gitu dong pak...” balas Asoka

“Nggak gitu gimana? Lah orang kenyataanya begitu toh mas. iya kan mba Aniela?”

Asoka dan pak Diman terus berdebat tentang siapa yang berjasa dalam pertemuan Asoka dan Aniela, hingga akhirnya Aniela meleraikan mereka.

“Sudah.. sudah... aku itu harus berterima kasihnya sama tuhan, coba kalo tuhan nggak nyiptain kita? pasti kita nggak akan bisa ketemu kaya gini.”

“Oh iya yah...” pak Diman mengiyakan sambil berpikir keras

“Pak Diman sih...”

“Loh kok jadi salah saya mas? Mas Asoka yang mulai duluan kok”

“Oh iya yah” sahut Asoka

“Hmm... gimana toh” jawab pak Diman

Mereka bertiga tertawa bersama mengenang pertemuan pertama mereka, lalu tiba-tiba smartphone Aniela berbunyi. Aniela mengecek hp nya. Ternyata pesan dari mamahnya.

“Ka, kerak telornya aku bawa pulang aja ya”

“Kok mendadak dibawa pulang?”

“ Iya ini mamah...” belum selesai menjawab Asoka memotong Aniela

“Kenapa sih La? Kan kita baru kesini lagi setelah berapa lama nggak makan kerak telornya pak Diman bareng, memangnya kamu nggak kangen apa masa-masa dulu waktu kita baru pertama kali ketemu disini?”

“Bukan gitu Ka, aku harus nganterin mamah beli obat” Aniela mencoba menjelaskan

“Kamu kan punya adik, bisa kan adik kamu yang nganterin? Lagian kita baru aja nyampe La, baru juga di pesen kerak telornya”

“Rara masih kecil Ka”

“Iya aku tau, tapi kan bisa naik taksi”

Aniela hanya diam tak menghiraukan perkataannya, karena ia tahu akan menjadi panjang masalahnya kalau ia terus menjawab.

“Hmm... kalo sudah kayak gini nih saya nggak berani ikut-ikutan, apa lagi kalo mas Asoka udah ngerasa di nomor duain, pasti bakal keluar kalimat....” pak Diman bergumam sendiri

“Selalu yah aku jadi nomor dua, nggak pernah gitu aku jadi prioritas kamu” ucap Asoka diikuti gerak mulut pak Diman menirukan kalimat Asoka tanpa suara. Seketika keheningan menyelimuti mereka bertiga hingga kerak telor pesanan mereka berdua selesai dibuat dan Aniela pamit meninggalkan Asoka.

“Aku duluan”

“ Iya hati-hati” jawab Asoka sedikit kesal

Lihat selengkapnya