Dua tahun setelah Aniela memutuskan untuk tidak ingin ditemui oleh Asoka lagi, selama Dua tahun juga Aniela dan Asoka hidup tanpa kabar, seperti dua merpati yang kehilangan mata dan telinganya untuk saling melihat dan mendengar satu sama lain.
Suatu malam Aniela pergi ke tempat pak Diman berdagang. Terakhir ia datang ke pak Diman adalah satu tahun yang lalu, satu tahun ketika ia belum bisa menerima kepergian ayahnya.
“Eh mba Aniela, sudah setahun nggak pernah ketemu lagi, eh tiba-tiba nongol, emang bener yah, jodoh itu nggak kemana”
“Pak Diman.. inget anak istri dirumah pak”
“Oh tenang, saya masih punya tiga slot lagi”
“Satu aja kadang nggak bisa adil apalagi punya empat istri”
Aniela duduk di kursi pembeli.
“Oh iya mba”
Melihat Aniela duduk, Pak Diman teringat kursi kesayangan Aniela, lalu pak Diman mengambilkan untuknya.
“Ini kursi kesayangan mba Aniela, masih saya simpan dan rawat dengan penuh kasih sayang, seperti mas Asoka menyayangi mba Aniela”
Aniela hanya terdiam mengabaikannya.
“Mba, ini loh kursi kesayangannya mba Aniela”
“Nggak pak, aku duduk di kursi ini aja” tolak Aniela halus
Aniela duduk dikursi yang masih bagus,
“Lagian kursinya udah tua banget, udah nggak layak pakai lagi pak Diman”
Mendengar perkataan Aniela, pak Diman heran karena baru kali ini Aniela memutuskan untuk tidak duduk dikursi kesayangannya lagi.
“Ini masih seperti yang dulu loh mba, pas mba Aniela sama mas Asoka dateng kesini bareng”
Pak Diman menaruh kursinya disamping Aniela duduk.
“Saya taruh disini ya, barangkali mba Aniela berubah pikiran”
“Oh iya, mas Asokanya mana mba? Udah beberapa tahun saya nggak pernah ketemu sama mas Asoka lagi”
“Oh Asoka, aku...” Sebelum Aniela selesai bicara tiba-tiba Asoka datang mengejutkan mereka
“Pucuk dicinta ulam pun tiba,” ucap pak Diman senang,
“Baru aja diomongin eh ujug-ujug dateng”
“Oh iya, mba Aniela tadi mau ngomong apa? Aku... aku mau nikah sama mas Asoka? Begitu kan?”
Asoka menatap Aniela ingin mengucapkan sesuatu,
“Bukan pak...” jawab Aniela pada pak Diman
“7 bulan mendatang aku akan nikah La,” ucap Asoka mengagetkan pak Diman. Pak Diman begitu bahagia mendengarnya.
“7 bulan mendatang kalian akan menikah?”
“Pak Diman!” Sahut Aniela
“Di Jakarta aku..” Asoka melanjutkan bicaranya.
“Kalian akan menikah di Jakarta? Haduh jangan di Jakarta toh mas mba, nanti saya nggak bisa dateng”
“Lalu?” Tanya Aniela kepada Asoka sekaligus mengabaikan pak Diman.
“Lalu kalian akan bahagia bersama-sama, selamanya,” sambung pak Diman, namun tetap diabaikan oleh mereka.
“Lalu aku minta kamu menemaniku mempersiapkan pernikahanku...”
“Selamat ya aduh saya seneng banget dengernya, nanti saya akan siapkan kerak telor untuk para tamu undang...” sebelum pak Diman selesai bicara Asoka melanjutkan bicaranya
“dengan Talia”
“Hah!!!” pernyataan Asoka benar-benar mengagetkan Pak Diman hingga membuatnya pingsan.
**
“Pak... pak Diman” Aniela berusaha menyadarkan pak Diman yang tengah pingsan.
“Asoka olesin minyaknya jangan di dahi, tapi dihidung biar kehirup aromanya”
“I.. iya la”
Asoka mengoleskan minyak namun pak Diman masih belum sadar.
“Ka cepet kipasin pak Diman! Cepetan”