Satu bulan sudah berlalu sejak Pak Kades melamar Suli untuk jadi menantunya, pertemuan untuk taaruf belum bisa di mulai karena Ardi masih sibuk mengurusi wisudanya dan hal lainnya.
'' Banyak sekali hal yang membuat aku jadi berfikir tentang keputusan ini, '' benarkah Ardi menyukai ku sajak lama?, benarkah dia sudah yakin akan menikahiku sedangkan dia orang yang berpendidikan dan punya banyak teman di kampusnya?, apa mungkin tidak ada yang dia ingin nikahi dari salah satu temannya?, bahkan aku sering mendengar bahwa dia jarang pulang ke rumah. Atau kah ini hanya becandaan dia saja?, tapi tidak mungkin kan jika pak Kades itu bercanda.'' Aku terus bergumam sendiri.
Itulah pikiran bodohku selama sebulan ini, karena tidak seperti lamaran pada umumnya, setelah di tanyakan seakan malah di kecewakan, terkesan di ulur atau malah kesannya gak jadi, tapi entahlah, kepala ku sangat pusing memikirnya.
Akhirnya kabar baik dari Pak Kades pun datang, dari utusannya dia berpesan bahwa lusa beliau akan datang bersama keluarga dan juga Ardi untuk melakukan Taaruf dengan benar. Kami pun menyambut kabar baik itu dengan sangat senang, apalgi bu'e yang tersenyum gembira mendengar putrinya akan sungguh-sungguh bertemu dengan calon suaminya.
Pagi yang cerah ini di iringi dengan kicauan burung yang berkicau tiada henti, seakan-akan burung pun tau bahwa Suli dan Bu'e serta keluarganya sedang menunggu rombongan keluarga Pak Kades. Mereka pun datang dan sebisa mungkin kami pun menyambut mereka dengan sangat sopan dan baik.
Di dampingi Ustad dan Ustadaz kami pun memuali perkenalan kami, tanya jawab seputar keseharian, apa yang di sukai ataupun yang tidak di sukai, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, perkenalan tentang hakikat perenikahan itu seperti apa dan banyak hal yang memang seharusnya di lakukan untuk proses taaruf.
Ustad dan Ustadaz pun bertanya kepada kami dan keluarga,