"Luruhkan masa lalumu bersama kelopak sakura yang berguguran."
"Hosh! Hosh!" Desah napas berlomba seiring langkahku memecah arus sebuah anak sungai kecil berbatu. Beberapa tetes air mataku mungkin luruh ke sana. Sementara, tekadku belum runtuh. Tujuanku adalah taman belakang sekolah. Hanya itu satu-satunya tempat yang terpikirkan sekarang untuk bersembunyi dari anak-anak nakal itu! Namun, rencana ini pun tampaknya kandas. Sorak-sorai di belakang menandakan para pengejarku berhasil menyusul.
"Oi, Nishikawa! Sia-sia saja kau kabur dari kami. Kau pasti akan tertangkap!" Teriakan kasar mereka melecut keberanian yang kini seakan melorot ke dengkul. Kenapa anak-anak ini sungguh tidak berperasaan? Sungguh ... ini sebuah musim semi yang indah, kendati yaezakura mekar terlambat seperti biasa pada bulan April di kotaku-Naha, Okinawa. Aku berlarian menyelamatkan diri di antara batang-batang yang diam menonton, mengedarkan pandangan ke sekeliling, lalu memutuskan dengan cepat tempat persembunyian terbaik yang bisa kutemukan.
Sial! Aku tidak melihat sebuah batu. Kakiku tersandung. Tubuhku bergulingan di tanah seperti pin bowling. Sementara, suara-suara di belakangku terdengar makin mendekat. Dengan gemetaran, aku beringsut ke salah satu pohon terdekat dan bersandar kelelahan di sana.
"Berpencar! Cari dia!"
Oh, tamatlah riwayatku. Apakah kali ini mereka akan menjadikanku samsak lagi? Berada di dalam rompi pelindung dan merasakan tubuhku menjadi sasaran kobudo-kobudo, sungguh menakutkan! Isakku makin berkejaran.
"Hei, memanjatlah ...."
Aku terkesiap. Tiba-tiba saja ada yang mengajakku berbicara. Siapa? Kutolehkan kepala ke sekeliling mencari sosok itu, tetapi tidak terlihat seorang pun. Hanya ada sebatang yaezakura di belakang punggungku.
"Jangan buang-buang waktumu. Seorang anak kini berada tidak jauh darimu!" Suara itu terdengar lagi, berbisik tepat di sisi telingaku. Ya ampun, ini membuatku merinding, seakan pohon ini yang sedang berbicara kepadaku. Akan tetapi, demi mendengar keresek langkah menginjak kerikil, aku segera melakukan apa yang disuruh suara gaib itu. Dengan kesetanan, kaki telanjangku berpijak pada batang pohon sambil lenganku berpelukan erat di sana. Susah payah aku menarik tubuh ke atas.
Ajaib, aku berhasil melakukannya. Nyawaku sedang terdesak hingga didorong melampaui batas. Kini aku telah berhasil bertengger di salah satu dahan yang cukup tinggi. Semoga tidak ada di antara anak-anak itu yang membawa panah atau aku akan celaka ....
"Oi, Nishikawa! Di mana, sih, si gendut itu?" Tak kurang dari lima orang anak lelaki telah berkumpul di pohon sebelah penuh tanda tanya kebingungan. Ha! Jejakku tak diketemukan. Rimbunnya sakura ini menyamarkan diriku dengan sempurna.
"Si marshmallow itu tidak mungkin menghilang begitu saja, Bodoh!" Seseorang dari mereka mengumpat. Ginta-kun, anak lelaki bertubuh paling besar di kelas kami, si ketua anak-anak nakal.
"Mungkin dia bersembunyi dalam lubang kelinci." Guyonan Shota-kun disambut derai tawa.
"Dan sekarang tubuh bongsornya terjebak tidak bisa keluar .... Haha!"
Jahat sekali. Anak-anak ini seharusnya dikirim ke neraka!
"Apakah itu keinginanmu, Anak Manusia?"
Suara misterius itu terdengar lagi hingga aku memekik kaget. Ceroboh!
"Aku mendengar sesuatu!" Anak-anak nakal menggumam. Lantas benar saja, mereka segera menemukanku.
"Hei, sedang apa si gendut di atas sana?" Tangan-tangan teracung ke arahku. Tepatnya, kobudo dalam berbagai bentuk dan ukuran. Para anak lelaki ini bersenjatakan lengkap untuk mengepung seorang anak gadis. Hebat! Bisa kulihat seringai kepuasan sekaligus kebuasan di wajah para remaja lelaki puber itu. Di mata mereka, mungkin ini adalah perburuan kelinci yang menyenangkan.
"Oi, Gendut! Turunlah dari sana! Kau harus menjalani pengecekan metabo harianmu!" Jika maksud mereka adalah penggebukan area pinggang dan denda kegemukan yang berujung pada pemerasan uang saku, maka aku tidak mau!
Oh, ayolah! Aku belum berumur layak untuk dijerat dengan metabo law karena sedang dalam masa pertumbuhan. Anak-anak ini jahat apa bodoh? Apakah mereka belum pernah mendengar girlband Chubbiness?
"Kau tahu apa kesalahanmu, Gendut? Kau itu terlalu mencolok dan berbeda. Apa, sih, yang kaumakan hingga bengkak begitu?"
Itukah alasan mereka sekarang menyodok kakiku yang terjuntai menggelantung dari dahan sakura yang sedang kutunggangi? Kakiku pun mengibas berusaha menghindar dari sasaran kobudo-kobudo yang mengincar. "Tinggalkan aku sendiri!" jeritku panik.
"Haha ... lihat, kaki itu gemuk sekali. Kau butuh forklift untuk memindahkannya jika ia jatuh pingsan."
"Jahat sekali kalian! Pergi!" Aku mematahkan ranting terdekat dan melempari mereka dengan suara isak tertelan di kerongkongan. Sejak tahun ajaran baru di sekolah menengah, mereka langsung menargetkan diriku. Aku sudah tidak tahan! Tidak mau lagi mimpi-mimpi buruk di bulan April ini menghantuiku sepanjang tahun. Kali ini, aku ingin merayakan hanami di bawah tangis penyesalan dan penderitaan anak-anak nakal!
Dasar nakal ... tangisanku tidak dipedulikan. Bahkan, pohon sakura yang kupanjat turut menjadi korban keberingasan mereka. Batang pohonnya dipukul-pukul hingga terdengar bunyi berisik mengerikan. Belum puas juga, ranting serta dahannya pun mereka amuk hingga menciptakan konfeti sakura di udara. Aku bagai berada di neraka dan mereka berusaha menyeretku jatuh dalam jurang keputusasaan.
"Pergi kalian ke neraka!"