"Sekali lagi, Frost! Terakhir ... terakhir!"
Seorang anak lelaki berdiri di tepi arena seluncur es yang mencair, meneriaki seorang pemuda berpenampilan tidak biasa. Rambut perak, mata biru, serta jaket bertudung senada, memberinya kesan dingin yang kentara. Tubuh pemuda itu bagai sehelai bulu ringan, bergerak lincah dari satu palang ke palang besi yang terdapat di area taman.
Frost mengabulkan permintaan Tim untuk melemparkan segenggam bola salju terakhir di penghujung musim dingin. Segera saja bola salju itu meleleh ketika Tim menimpuknya dengan penuh kesenangan ke arah kepalanya sendiri.
"Ah, aku akan merindukan musim dingin!" Ia tertawa. "Tapi ... SELAMAT DATANG MUSIM SEMI! Saatnya untuk berkencan!"
"Apa?"
"Oh, ayolah, Frost. Apa kau tidak punya seorang gadis yang kausuka?"
Frost menatap Tim. Bocah itu sudah besar sekarang, betapa cepatnya waktu berlalu. Rasanya, baru kemarin Tim meminta dibuatkan permainan seru gelanggang es, kini bocah itu sudah siap menggandeng seorang gadis.
"Itu ... rahasia."
"Frost punya seorang gadis?"
"Ada yang bicara tentang kencan?"
Peri Gigi dan Kelinci Bulan tiba-tiba muncul seperti keluar dari dalam tanah. Itulah yang sebenarnya terjadi. Secara harfiah, mereka benar-benar keluar dari lubang ajaib-berpindah-ke-mana-saja yang tercipta di bawah kaki kelinci. Si peri berkostum hijau dari kelopak daun bergelayut di pundak Frost dan si kelinci ajaib berkaki besar mengendus-endus wajah si pembeku udara. Frost hanya meringis. Ia tidak ingin rencananya diketahui semua orang atau akan berantakan!
"Siapa gadis itu, Frost? Apakah dia hebat?" Peri Gigi superpenasaran dan membuat Frost tertawa canggung.
"Jangan-jangan dia hanyalah karangan Frost dan ternyata itu adalah bayangannya sendiri yang ia lihat saat bercermin di permukaan danau!" Kelinci Bulan mengejek.
"Hei, dia nyata!" Frost tersinggung.
Keduanya mengerling menggoda.
"Errr." Frost kebingungan . "Seorang gadis yang membuatmu menggigil setiap kali memikirkannya."
"Wow! Gadis itu terdengar keren!" Tim berteriak seru.
"Berikan kami petunjuk satu nama atau tempat, Frost."
"Tidak." Frost berusaha untuk tidak terintimidasi oleh sepasang mata Kelinci Bulan yang seakan ingin membelah isi kepalanya.
"Apakah dia berambut pirang atau hitam?"
"Atau berwarna hijau?" Frost menggigil sungguhan ketika giliran Peri Gigi yang bertanya seperti itu padanya.
"Maaf, teman-teman. Aku harus pergi sekarang menikmati liburan panjang setelah musim dingin berakhir!"
"Tidak semudah itu kawan."
Penjaga Mimpi muncul mengagetkan Frost. Si pria chubby emas itu tidak bicara apa-apa, ia hanya tersenyum seakan mengetahui apa yang ada dalam pikiran Frost.
"Jangan coba-coba memberitahu semua orang," ancam Frost dengan panik. Sepertinya, Penjaga Mimpi pernah menengok ke dalam mimpinya. Betul saja. Ia mengabaikan protes keputusasaan Frost dan pasir-pasir emasnya bergerak membentuk sesosok wajah hingga semua orang kini mengetahui rahasia sang pembeku udara.
"DIA?"
***
"Apa yang akan kaurencanakan, Frost?"
Pertanyaan dari Kelinci Bulan memancing kekesalan Frost. Belum cukup juga teman-temannya mengetahui identitas gadis itu, mereka bahkan mengikuti jejaknya ke Kerajaan Kristal Tersembunyi yang berada di tepi danau sebening cermin. Letaknya terpencil di suatu lembah utara, dikelilingi oleh gurun pasir yang tandus di musim panas dan bersalju di musim dingin.
Kerajaan Kristal dan hutan ajaibnya terisolasi bagai zamrud dalam kotak permata dan hanya bisa diakses melalui teluk. Berkat lubang ke mana saja yang diciptakan oleh entakan kaki si Kelinci Bulan, mereka dapat pergi ke tempat rahasia itu dengan mudah. Sayang, waktu kedatangan mereka tidak tepat. Gadis incaran Frost sedang bersama seorang pemuda berambut merah dan gondrong. Kedua orang itu kelihatannya sedang berjalan-jalan di tepi hutan ajaib tanpa sadar bahwa mereka tengah dikuntit.
"Apa kubuatkan saja lubang untuk melenyapkan si rambut merah ke ujung dunia?" Kelinci Bulan menawarkan sebuah ide jahat untuk menyingkirkan si pengikut setia yang mengekor di belakang seorang gadis cantik dengan rambut pirang dikepang dan gaun berpendar memukau bak warna gua-gua es di permukaan laut utara. Betapa serasinya andai gadis itu sekarang jika berada di sisi seorang Frost. Bukannya seorang pengendali angin musim gugur dari utara bernama Sierra Anzel.
"Kalau kau apa-apakan sahabatnya, Putri Eliska akan membenciku!" ancam Frost memperingatkan. Ide itu sama sekali tidak membantu walaupun kedengarannya sangat menggoda. Pesaingnya tampak begitu mengiritasi mata dan mengintimidasi jiwa dalam jubah kebesarannya yang penuh gerigi dan berkibar-kibar tertiup angin. Sementara, ia hanya seorang pemuda berpenampilan nolep dengan jaket usang dan celana robek lusuh serta berkaki telanjang. Frost menatap kuku-kuku kakinya yang tampak bersih hari ini. Sudah ia kikir agar terlihat mengilap di hadapan Putri Eliska.
"Bagaimana kalau kucabut semua giginya dan kumusnahkan semua ingatannya tentang Sierra Anzel?" Rencana Peri Gigi bahkan lebih gila. Frost langsung menolaknya. Itu lebih terdengar seperti sebuah pembalasan daripada bantuan.
"Tolonglah, kalian semua pergi dari sini dan jangan menggangguku!" desis Frost gusar. Sandy menggeleng tak mau. Dan kedua temannya yang lain jelas tak ingin kehilangan kesenangan begitu saja.
"Baiklah. Kalian hanya boleh menonton, jangan menyentuh apa pun!"
"Frost, tinggalkan tongkatmu! Kau ingin mengajak seorang gadis atau mengancamnya?" sindir Kelinci Bulan menatap tongkat yang tak pernah lepas dari lengan pria itu sejak mereka tiba di hutan ajaib.
Peri Gigi terkekeh. "Kurasa Frost membutuhkannya karena gadis ini bukan seseorang yang sepertinya akan terkesan dengan rambut dan giginya yang putih berkilau itu. Dan Frost mungkin saja akan kehilangan nyawanya jika ia tidak membawanya serta."
"Astaga, lucu sekali. Terima kasih, Peri Gigi." Frost merasa tersindir.
"Semoga berhasil, Frost."
Hanya Penjaga Mimpi yang tulus memberikan dukungan. Frost merasa sungguh terharu dan nyaris memeluk si pria emas gemuk itu.
"Rebut dia dari si rambut merah."