“Nekat dan kegilaan setipis sehelai rambut.”
Tres meringkuk serendah mungkin hingga yakin dirinya aman tak terlihat. Ia telah berhasil menyusup tanpa ketahuan tadi di pintu depan dan kini dirinya telah berbaur dengan ratusan orang tamu yang telah mengitari meja-meja bundar didominasi warna merah dan emas.
Ini adalah sebuah pesta pernikahan yang meriah. Diadakan menjelang musim gugur yang indah di Chicago. Namun, pasangan pengantin di atas podium tampak tak peduli, mereka tetap melaksanakan perayaan dengan nuansa etnis yang kental. Gedung pernikahan dan pernak-perniknya berhasil menghadirkan taman-taman zen yang berpadu dengan kota lampion khas pecinan. Sungguh romantis. Juga wangi. Tres menghirup kesegaran kelopak mawar merah muda dan hyacinth ungu yang digantung menyerupai juntaian wisteria palsu. Sayang, pilihan musiknya terasa murahan.
Tres tak mengenal satu pun orang-orang di mejanya; pasangan muda-mudi yang tak berhenti mengambil swafoto sejak mereka duduk, seorang wanita kurus yang agaknya menderita cacingan karena selalu memasukkan makanan ke dalam mulutnya, seorang wanita lagi sambil menyuapi bayinya di kursi bayi, serta dua orang lelaki yang tampaknya suami-suami mereka— beberapa kali mencuri pandang ke arahnya.
Ah, sial. Pria di mana-mana sama saja, tak bisa melihat wanita cantik sedikit. Yah, Tres percaya diri bahwa dirinya tergolong cantik. Dengan keindahan musim gugur di rambut tembaganya dan mata hijau zamrud yang cerah, siapa pun pasti mudah terpikat. Sayang, tak berhasil untuk semua orang. Karena itulah ia sekarang ada di sini, menyusup ke dalam sebuah pesta dengan berpura-pura menjadi pasangan seorang asing single yang entah di mana sekarang penyelundupnya itu duduk. Tres berpura-pura kehilangan kartu undangannya dan memasang wajah ingin menangis. Setidaknya, trik itu berhasil untuk si pria bodoh. Pria itu seperti terpikat padanya, tapi ia sedang tak ingin bercengkerama di tempat ini. Tres pun segera kabur begitu berhasil masuk ke dalam.
Denting piring besar beradu dengan meja saat menu berikutnya dihidangkan. Tres sempat membaca rundown acara di atas meja dan ia hanya menelan ludah menatap enam kali menu santapan yang akan disajikan oleh koki terbaik kota. Orang-orang ini sungguh penggila makan. Perutnya takkan mampu menampung semua, jadi pilihannya jatuh pada sup jamur kaldu sapi dan tuna gulung dengan irisan nanas. Selebihnya, ia tak tertarik menyentuh apa pun.
Ia datang ke sini bukan untuk makan, tapi memberi pelajaran kepada seseorang. Sekali lagi Tres menatap pasangan di atas podium. Ia sudah tak sabar untuk naik ke atas sana dan melaksanakan rencananya.
Setelah beberapa pertunjukan musikal dan tarian yang tak putus-putus, beberapa bayi mulai merengek kelelahan, termasuk yang ada di mejanya. Pemandu pesta yang bersama pengantin di atas podium seakan tak terganggu dan pesta bergulir semakin meriah oleh musik menghentak-hentak dengan irama oriental yang lincah dan riang. Tres memijit kepalanya yang kini pusing. Ia menguatkan diri dengan menyesap secangkir limun segar. Jangan bilang kalau nyalinya ciut setelah dua porsi hidangan yang ternyata sungguh lezat. Ia bahkan tak berniat bersimpati sedikit pun setelah ini. Piala berleher ramping berdetak di atas meja ketika minuman pertamanya telah habis, bertepatan dengan sambutan dari pemandu pesta yang memberitahukan bahwa pesta mulai memasuki inti. Pengantin didaulat untuk memberikan beberapa patah kata sambutan. Tak ketinggalan orang tua mereka dan juga mertua. Ketika beberapa orang sahabat beruntung terpilih maju ke depan. Tres bangkit dari duduknya seraya menjangkau segelas koktail di tangannya.
“Permisi, Nona, apakah Anda sahabat pengantin?” Seorang wanita berjas maskulin dari tim acara bertanya padanya di sisi podium, tapi tak ia hiraukan. Tres menaiki anak tangga penuh percaya diri ke atas podium menyusul beberapa orang yang lebih dahulu bergabung. Semua menatapnya heran, termasuk pengantin wanita yang tak berpura-pura. Pengantin bergaun keemasan itu bahkan berbisik kepada suaminya. Pasangan yang sungguh beruntung, pikir Tres iri. Sayang, kebahagiaan dua orang ini akan terusik sebentar lagi.
Waktunya tak banyak, atau ia akan tertangkap basah. Tres menarik tangan si pemandu pesta yang memegang mikrofon.
“Malam yang indah semuanya, saya ucapkan selamat untuk pengantin yang berbahagia. Tentu saja mereka bahagia, bukan, Saudara-saudara? Mengikat cinta sejati dalam ikatan suci pernikahan, siapa yang tak bahagia? Haha ….”