Dari Kota Samber, Putri Lacus beserta kedua rekannya memulai perjalanan baru. Tujuan mereka selanjutnya ialah Kerajaan Archambria. Keluarga kerajaan tersebut merupakan keturunan murni dari Seven Knights, sang pengendali magica tanah, The Fair Landlord, Roamy Wiser. Oleh karena itu Lacus tidak ragu lagi memandu Yula dan Esha untuk mengarahkan kereta kuda ke perbatasan wilayah kerajaan tersebut.
Setelah membantu mengembalikan kondisi kota Samber, para utusan kerajaan berpengaruh di Crymane itu mendapatkan berbagai macam persediaan dan persiapan matang dari walikota untuk menghadapi sulitnya jalur yang akan mereka tempuh. Sebab jalan yang membentang ialah gurun pasir yang dapat menyesatkan para petualang yang baru pertama kali datang ke wilayah kekuasaan Archambria.
Roda kereta sudah diperbarui khusus untuk melintasi gurun. Tapal kuda juga diganti agar kaki-kaki mereka lebih leluasa berjalan di atas pijakan penuh pasir. Selain itu Lacus dan dua rekannya telah dibalut dengan pakaian khusus, yaitu baju sorong cukup tebal hingga kaki, berlengan panjang, serta penutup kepala yang juga berguna untuk melindungi mata saat angin kencang menerbangkan pasir nantinya.
Dari perbatasan wilayah yang dikuasai oleh gurun pasir hingga mencapai dinding Kerajaan Archambria dibutuhkan waktu satu hari perjalanan dengan kereta kuda, dengan catatan tidak tersesat! Lacus dan dua rekannya harus saling bekerja sama menghadapi lintasan yang dapat menipu mata ini.
Sebagai pemimpin, Lacus bertanggung jawab terhadap arah yang harus dikerahkan Esha pada dua kuda mereka. Meski baru kali pertama keluar kerajaan sendirian, Lacus tidak buta arah. Sekali melihat peta, dengan mudahnya ia mengenali struktur jalur yang ditempuh. Terlebih, kompas magis pemberian ayahandanya sangat akurat menentukan mata angin.
Di samping Esha yang mengendalikan kuda, Yula lah yang harus ‘bekerja keras’ saat angin ribut mengarah ke kereta mereka. Gadis cilik itu segera membuat perisai dari magica-nya mengelilingi kereta, mulai dari depan kuda agar pandangan binatang-binatang itu tidak terganggu, atas kepala mereka, hingga ke belakang kereta.
“Ukh! Kenapa magica-ku dipakai buat beginian, sih!” keluh Yula tidak terima tenaganya terkuras demi menjadi tamen seolah-olah dirinya adalah alat yang sangat praktis digunakan di setiap kondisi.
Di dalam bilik Lacus hanya terkekeh geli mendengar keluhan Yula.
“Jadilah berguna!” celetuk Esha yang sudah lelah mendengar keluhan itu berkali-kali.
“Heee! Aku bukan alat! Magica-ku buat bertarung melindungi Kak Lacus!”
“Yang kau lakukan sekarang juga melindungi Tuan Putri, kan?” timpal Esha sempat sekali melemparkan tatapan tajam.
Yula menggembungkan kedua pipi walau tidak begitu terlihat karena hampir seluruh wajahnya hilang dalam penutup kepala. “Nanti kalau ada monster, gimana?!”
“Biar kubakar dengan magica-ku,” jawab Esha tanpa ragu-ragu.
Yula kembali merengek. “Masa kamu yang bakal dapat bagian kerennya! Gak mauuu!”
“Berisik!”
“Aaakh!” Yula berteriak frustasi membayangkan Esha lebih dipuji Lacus dibanding dirinya.
Jendela kecil di balik punggung Yula terbuka. Lacus memperlihatkan diri dari sana. “Sabar ya, Sayang? Sebentar lagi kita akan sampai di Archambria. Syukurlah kita bisa tiba sebelum matahari terbenam.”
Perlahan angin ribut di sekitar mereka mulai tenang. Begitu tidak ada lagi suara deruan, Yula menghilangkan magica perisai di sekeliling kereta. Langit sore di Archambria terlihat sewarna dengan gurun yang membentang namun agak lebih gelap.
Tidak jauh dari pandangan mereka, tampaklah dinding tinggi membentang, memisahkan diri dari gurun yang tidak memberikan apa-apa pada siapa saja yang melintasinya, seakan ada dunia berbeda di balik sana. Tanpa ragu lagi Esha menghentakkan kekangan agar dua kuda mereka menarik kereta mendekati dinding tersebut.
Kedua mata Yula berkilauan seketika menatap dinding tinggi itu. “Kita datang, Archambria!” serunya begitu semangat seraya menaikkan kedua tangan ke udara.
Sama halnya di perbatasan wilayah utama kerajaan lainnya, pintu masuk gerbang dijaga oleh pengawal yang menjaga serta menyeleksi orang-orang yang datang-pergi dari sana. Untuk para pedagang yang singgah ke kerajaan tersebut butuh waktu, mereka harus menunggu sampai surat perizinan masuk diterima pengawas utama. Namun hal itu tidak sampai seharian.
Lain hal dengan kereta kuda Lacus dan dua rekannya, begitu pengawal melihat lambang Kerajaan Hearthose serta bentuk kereta yang sangat berbeda dari para pedagang, dari jauh saja pengawal segera menghampiri mereka, memberi jalan agar kereta kuda tersebut segera masuk melewati gerbang.