Dirga masih gelisah dengan kabar Perjodohan Putri Rara Saka walaupun Paman Boma menyuruhnya beristrirahat karena misi pertama sebelumnya, Dirga malah menuju ruangan dan memasuki ruangan Kerajaan dimana Tuan Putri Rara Saka dan Raja Trisura Saka sedang berdiskusi mengenai Perjodohannya dan secara tidak sengaja terdengar oleh Dirga suara keras penolakan perjodohan oleh Putri Rara Saka.
"Ayahanda, aku sudah jelaskan beberapa kali semenjak surat lamaran dari Kerajaan Damaka, aku tidak mau kalau Pangeran Pertama dari Kerajaan Damaka melamarku itu sama saja ayahanda menyerahkan Kerajaan Buasa kepada mereka untuk dikuasai," ucap Putri Rara Saka.
"Ayahanda mengerti anakku ayahanda tidak mau berdebat denganmu mengenai ini, akan tetapi sebaiknya kau bertemu dahulu dengan Pangeran Pertama Kerajaan Damaka mengenai kau menyukainya atau tidak itu terserah kepadamu setelah bertemu dengannya," jelas Raja Trisura Saka.
"Baiklah Ayahanda aku setuju untuk bertemu dulu dengan Pangeran Pertama Kerajaan Damaka," jawab Tuan Putri Rara Saka.
"Permisi yang mulia Raja," ucap Dirga sambil menyapa.
"Dirga kau telah kembali dari misimu," seru Raja Trisura Saka.
"Dirga kau tidak apa-apakan? kau terlihat kurang tidur?" tanya Putri Rara Saka.
"Yang mulia Raja dan Tuan Putri hamba baik-baik saja hanya saja memang hamba baru pulang pagi-pagi sekali," jelas Dirga.
"Syukurlah kalau begitu Dirga dengan begitu kau bisa menemani Suvana besok mengantarkan dan mengawal hasil panen tahunan kepada Dewa Bumi di kampung ular," ucap Raja Trisura Saka.
"Hamba siap melaksanakan perintah," ucap Dirga.
"Bagus Dirga kau memang bisa diandalkan beristirahatlah dan bersiaplah besok bersama Suvana dan beberapa prajurit kalian akan mengantarkan panen tahunan ke kampung ular," seru Raja Trisura Saka.
"Baik yang mulia hamba pamit, Tuan Putri hamba juga pamit beristirahat," sambil menatap wajah Tuan putri Rara Saka dan pergi meninggalkan keduanya.
Putri Rara Saka pun mengerti, Dirga pasti telah mendengar kabar mengenai perjodohannya dengan Pangeran dari Kerajaan Damaka.
Pagi berikutnya setelah seharian Dirga beristirahat di kediamannya, Dirga dan Suvana menemui Raja Trisura Saka, dan tak lupa ada Paman Boma yang selalu berada disisi Raja ketika ada suatu kegiatan kerajaan termasuk menjaga keselamatan Raja Trisura Saka.
"Dirga dan Suvana kalian berdua bertugas untuk mengantar dan mengawal hasil panen tahunan ke kampung ular untuk persembahan kepada dewa bumi Kampung ular adalah kampung halaman Suvana merupakan tempat suci ritual dan perayaan hasil panen kepada dewa bumi lindungi persembahan hasil panen itu dari serangan perampok, terutama Raja Perampok yang sangat licik dan belum ada yang dapat menangkapnya," jelas Raja Trisura Saka.
"Baik yang mulia Raja," jawab keduanya bersamaan.
Dengan berat hati Suvana pergi dengan Dirga, Perjalanan menuju kampung ular tidak begitu jauh karena terletak antara hutan larangan dekat kerajaan Buasa dan sungai kampung ular yang terkenal sebagai sungai yang sangat dalam.
Di hutan tempat menuju kampung ular terdapat banyak perampok yang ingin merampok persembahan untuk dewa bumi tiap tahunnya perampok itu memiliki pemimpin yang disebut Raja Perampok, pengikut Raja perampok berjumlah seratus satu orang, Dirga, Suvana dan rombongan prajurit yang berjumlah dua puluh orang berjaga-jaga dari serangan musuh.
"Waspada Pemuda Jelek" ledek Suvana sambil mengeluarkan cambuk ularnya.
"Kenapa Kak Suvana?" Ucap Dirga yang menjadi waspada.
"Ada banyak perampok di hutan larangan ini mereka sedang mengawasi kita," Jelas Suvana
"Aku tidak merasakan apapun, aku sudah pernah berkeliling hutan dari dulu dan belum pernah bertemu dengan perampok," Jawab Dirga.
"Itu karena Indera pendengaranmu belum tajam dan kau hanyalah pemuda miskin, Mereka perampok yang telah ahli bertahun-tahun merampok daerah hutan larangan ini ini sudah tahun kelima mereka dan kami sulit menangkap mereka karena mereka bisa menghilang dalam hutan," Jelas Suvana Lagi.
"Baiklah, Kak Suvana juga hati-hati ya?" Ucap Dirga sedikit khawatir kepada Suvana.
"Kau jangan perdulikan aku dasar pemuda cerewet," ucap Suvana terdengar ketus.
"Kenapa kak Suvana ketus gitu kepadaku, apa dia naksir aku ya hehehe ..." sambil tersenyum cengar-cengir membayangkan Suvana yang menyukainya.
"Hei kau melamunkan hal jorok ya?" tanya Suvana kepada Dirga.
"Ah tidak kak Suvana, aku cuma anu ..." Dirga sangat grogi ketauan membayangkan Suvana.
"Anu apa? Dasar Pemuda mesum kau sama saja dengan lelaki lainnya," ketus Suvana terlihat kesal kepada Dirga.
Bagaimana Dirga tidak salah tingkah di hari itu Suvana tampil sangat sexy jangankan Dirga bahkan Boma yang sudah lama menduda juga tergoda dengan kecantikan dan kemolekan tubuhnya dan Indraga yang terkenal mata keranjang pun tidak berkedip setiap melihat Suvana.
"Apa yang kau lamunkan pemuda mesum aku menyuruhmu untuk tetap waspada," Ucap Suvana.
"Hehehe tidak apa-apa kok kak suvana aku sudah siap jika kita diserang oleh musuh, tapi apakah kau tidak lelah setelah hampir beberapa jam kita berjalan," ucap Dirga.
"Huh! Dasar pemuda lemah kalau kita tidak cepat kita bisa kesorean tiba disana," Dengan perasaan jengkel Suvana terus menggerutu.
"Baik Kak aku tidak lelah kok," jawab Dirga.
Tanpa disadari beberapa prajurit mereka masuk terkena jebakan binatang liar yang di persiapkan oleh para perampok.
Dan hampir 20 prajurit yang di bawanya pun tak luput kena jebakan jaring yang mengikat mereka semua hanya Dirga yang berhasil lolos menghindari jebakan dengan pedang saktinya.
"Hahaha ... berhasil," tawa Para Perampok bergembira menangkap para prajurit.
"Amankan persembahan itu," teriak seorang yang memakai mahkota yang terbuat dari akar tanaman diatas kepalanya dia adalah Raja Perampok namanya adalah Simbaba.
Raja perampok yang di takuti di hutan laragan dahulu dia dikalahkan oleh Boma dan terluka cukup parah dimatanya dan Sekarang dia kembali dengan badan yang lebih kekar dari tahun sebelumnya.
"Kupikir Boma yang ikut mengantar persembahan tahun ini ternyata hanya pemuda yang berambut seperti orang tua," ledek Simbaba kepada Dirga.
"Namaku Dirga dan aku adalah seorang Gardapati Ketujuh Kerajaan Buasa!" marah Dirga kepada Simbaba.
"Hahaha ... pemuda tengik jangan kau pikir setelah lolos dari jaringku kau bisa mengalahkan aku, kau bukan tandinganku hanya Bomalah lawanku, karenamu aku tidak bisa membalas kekalahanku dari Boma," Dengan perasaan Jengkel Raja Perampok mengeluarkan pedangnya dan berubah menjadi seekor Singa bermata satu karena mata satunya sudah buta karena Boma.
"Perubahan wujud hewan buas, Manusia Singa Kau jangan mengangapku remeh pak tua!" tantang Dirga sembari mengeluarkan pedang naga bumi.
"Pedang Naga Bumi berwarna merah api, Pedang itu adalah salah satu dari dua pedang naga bumi beberapa bulan yang lalu salah satu saudara angkatku tidak kembali setelah mendengar keberadaan pedang naga bumi rupanya kau yang berhasil mendapatkan pedang naga bumi, sudah dipastikan saudara angkatku pasti sudah mati oleh pedang naga bumi," jelasnya.
"Kaupun akan menyusul saudara angkatmu itu aku dirga akan menangkapmu wahai Raja Perampok," kata Dirga.
"Menangkapku tidaklah mudah anak muda," sambil mengeluarkan Golok Hitam miliknya.
Dirgapun mesesat sangat cepat menyerang Raja perampok dengan pedangnya, sementara Suvana telah melepaskan jaring yang menjebaknya dan membunuh secara diam-diam perampok yang mencoba membunuh prajurit yang mengawal hasil panen persembahan kepada dewa bumi.
Sementara Perampok lainnya yang melihat terkejut melihat Pemuda itu sangat cepat dan kuat menyerang dan mampu mengimbangi kekuatan Raja Perampok Simbaba.
TRAANKK … TRAANKKK ...
Benturan keras kedua senjata rupanya pedang Raja Perampok juga merupakan senjata yang kuat.