Kekacauan terjadi di dalam Kerajaan Buasa dimana terjadi pertarungan antara Dirga dan Pangeran Muvana Vutra dari Kerajaan Damaka berakhir dengan tewasnya sang Pangeran membuat keributan dan kepanikan terjadi di kalangan keluarga Kerajaan, Menteri dan juga Bangsawan lainnya, sementara para Gardapati mencoba masuk ke tempat makan keluarga kerajaan dimana sosok Boma dan Dirga sedang tidak berdaya akibat pertrungan dasyat yang terjadi, Suvana mencoba menyadarkan Dirga yang masih memegang senjatanya namun terdiam dengan apa yang telah terjadi sementara Dasa mencoba menyadarkan Boma yang sedang pingsan namun lukanya cukup parah dibagian punggungnya karena mencoba melindungi Dirga.
"PLAK! Dirga sadar kau pemuda bodoh liat akibat ulahmu!" sambil menampar Dirga.
"Kak ... Kak Suvana apa yang telah aku lakukan?" tanya Dirga kebingungan dengan yang telah terjadi.
"Kau tidak sadar telah menghabisi Pangeran Muvana Putra dari Kerajaan Damaka," ucap Suvana.
"Aku melakukan itu, yang kuingat dia mau menyerangku dan Paman Boma bagaimana keadaanya?" tanya Dirga sambil melihat kearah Paman Boma yang sedang diangkat oleh Paman Dasa.
"Suvana sebaiknya kita keluar dari tempat ini dan menemui Raja beserta Tuan Putri," ucap Dasa sambil membawa tubuh Boma keluar dari sana.
"Iya kau benar, sebaiknya kita membawa pemuda bodoh ini ke hadapan yang mulia Raja dan Tuan Putri," jawab Suvana sambil mengikuti Dasa yang sedang membawa Boma.
Dirga hanya tertunduk sambil berjalan keluar dari tempat kejadian itu dimana diluar terdapat para Gardapati dan juga Raja Trisura Saka dan juga Putri Rara Saka.
Sementara itu di Kerajaan Damaka seorang Nenek dan Pangeran Kedua Kerajaan Damaka datang terburu-buru melihat apa yang terjadi Nenek tua itu bernama Mirvana mantan seorang Ratu Kerajaan Damaka dimasa lalu yang terkenal dengan ilmu sihirnya yang tinggi dimana hanya dia satu-satunya wanita yang menguasai tingkat ketujuh ilmu sihir, melihat Raja Mangkura anaknya menangisi kepergian Pangeran pertama Kerajaan Damaka yaitu Pangeran Muvana Vutra untuk selama lamanya.
"Mangkura! apa yang terjadi dengan Cucu kesayanganku?" tanya Nenek Mirvana sambil memegang tubuh Muvana Vutra yang sudah tidak bernyawa.
"Ampun Ibunda semua ini kesalahan ananda yang mengirim Muvana ke Kerajaan Buasa untuk melamar Putri dari Trisura demi perjodohan antar kedua Kerajaan," jelas Raja Damaka Mangkura sambil terduduk ditanah dan menundukkan kepalanya.
"Kau selalu bertindak tanpa membicarakannya terlebih dahulu kepadaku masalah sebesar ini telah menimbulkan akibat yang luar biasa cucu kesayanganku mati disana perjodohan antar kedua Kerajaan kau bilang hah lucu sekali! " marah Nenek Mirvana.
"Ayahanda kita harus membalas perlakuan ini, Kakakku telah dibunuh oleh orang-orang dari Kerajaan Buasa," geram Pangeran Kedua.
"Aku tidak ingin kehilangan kau juga Makuvan Vutra karena sekarang kau adalah satu-satunya pengganti putra mahkota Kerajaan Damaka terus pelajari sihir apimu sampai kau menjadi kuat putra keduaku," pinta Raja Damaka.
"Tapi Ayah kematian kakakku aku ingin sekali menghabisi orang itu!" marah Makuvan Vutra.
"Makuvan serahkan ini kepada ayahmu kau sebaiknya pelajari sihir apimu menngerti!" sahur ayahnya Mangkura Vutra.
"Baiklah ayah," jawab Makuvan Vutra.
Makuvan Vutra tidak terima dengan perintah ayahnya dia semakin membenci ayahnya yang selalu keras kepadanya walaupun tujuannya baik ingin menjadikan dia raja yang menguasai ilmu sihir api terkuat di Kerajaan Damaka.
Makuvan vutra diam terpaku sambil menatap ayah dan juga neneknya Mirvana yang terlibat pembicaraan mengenai pembalasan kematian kakaknya itu.
"Mangkura Ibu sendiri yang akan kesana menghabisi Trisura Saka dan juga orang-orang dari Kerajaan Buasa itu,"ucap Ibunya.
"Ibu lupa disana ada Pak tua itu?" ucap Raja Damaka.
"Maksudmu Lakumba si Macan Hitam itu! Dia sudah sangat tua, aku tidak takut ilmu sihirku lebih kuat dari kekuatan inti hewan buasnya," jelas Nenek Mirvana kepada anaknya.
"Tetap saja dia cukup berbahaya Ibunda? aku pernah dikalahkannya beberapa tahun yang lalu kalau Trisura Saka tidak mencegah aku dan Ibunda sudah tidak disini bersama Ibunda," jelas Raja Damaka.
"Kau terlalu pengecut karena kekalahan sekali kau tidak berani menyerang Kerajaan Buasa sampai sekarang, bahkan setelah anakmu mati kau masih berdiam diri hah!" hardik Nenek Mirvana.
Munculah Jendral Abisadria yang baru mendengar kabar kematian Pangeran Muvana Vutra dengan langkahnya yang terlihat sedih bercampur emosi.
"Yang Mulia Raja, dan mantan Ratu Mirvana Hormat hamba," ucap Jendral Abisadria sambil membungkuk memberi hormat.
"Abisadria kau sudah datang bangunlah," ucap Raja Mangkura.
"Hamba secepatnya langsung kemari begitu mendengar kabar ini, Perang adalah solusinya yang mulia Raja pihak Kerajaan Buasa sudah membuat pernyataan perang dengan membunuh putra mahkota Kerajaan Damaka," jelas Abisadria.
"Perang tentu saja itu akan terjadi Jendral Abisadria, kita harus mempersiapkannya dengan sesegera mungkin kerahkan Gardapati Kerajaan kita juga bila perlu,"ucap Raja Mangkura.
"Tetapi yang mulia para Gardapati hanya dipersiapkan untuk melindungi yang mulia dan keluarga Kerajaan," jawab Abisadria.
"Perlindungan aku yang sekarang tidak membutuhkannya bawa Trisura Saka kehadapanku beserta Putrinya dan juga kau harus menghabisi Pemuda yang sudah membunuh anakku itu Jendral Abisadria," perintah Raja Mangkura.
"Kalian tidak perlu bersusah payah, Ibu sendiri yang akan kesana menghabisi mereka semua!" marah Nenek Mirvana.
"Ibunda kalau kau kesana aku khawatir dengan keselamatan Ibunda?" ucap Raja Mangkura.
"Khawatir tidak perlu khawatirkan aku yang sudah tua aku yakin paling tidak mereka akan ketakutan dengan sihir tingkat tujuh milikku separuh Kerajaan Buasa akan takluk dengan badai api milikku," Nenek Mirvana pun pergi meninggalkan Raja Mangkura, Jendral Abisadria dan Juga Pangeran Kedua Makuvan Vutra.
"Ayahanda Nenek pergi kita harus mengikutinya?" pinta Pangeran Makuvan.