Tujuh belas tahun semenjak wilayah Kerajaan Buasa menjadi damai dengan dipimpin oleh Ratu Rara Saka, Semenjak peperangan besar melawan Kerajaan Damaka yang dimenangkan oleh Kerajaan Buasa, disanalah muncul seorang peramal yang datang kepada Ratu Rara Saka dan melindungi Kerajaan Buasa serta membawa Kerajaan Buasa menjadi Kerajaan yang dikenal dengan ketangguhannya berubah wujud menjadi hewan buas namun juga menguasai sihir prajurit-prajurit muda yang pernah mengikuti peperangan besar itu kemudian yang menggantikan Gardapati pendahulunya yang dikenal dengan Tujuh Gardapati Kerajaan Buasa.
Kerajaan Damaka yang telah hancur ditangan anak Raja Mangkura Vutra yang bernama Makuvan Vutra sendiri dengan ilmu sihir apinya dia membakar seluruh Kerajaan Damaka dan mengusir semua rakyatnya lalu menyerahkan diri kepada Ratu Rara Saka untuk dipenjara dan Kerajaan Buasa menjadi damai serta menjadi sebuah Kerajaan terbesar dan terkuat di tanah MayaVada sejak saat itu namun Ketujuh Gardapati telah menyepi karena usia dan luka yang mereka terima setelah peperangan besar mereka memilih menjadi orang yang bebas semenjak itu Ratu Rara Saka mengganti Ketujuh Gardapatinya dengan dipimpin oleh Gardapati terkuat yang bernama Garda disinilah kisah baru para Gardapati pun dimulai.
Disebuah kaki gunung suara yang sudah tumbuh subur dengan rerumputan hijau dan juga udara yang sangat jernih Seorang anak muda berambut hijau dengan senyum bahagia berumur Enam belas tahun berlari mengejar seekor burung besar di dekat Gunung Suara namanya adalah Panca dia tampaknya menginginkan daging burung yang terlihat besar itu.
"Itu burung besar Gunung Suara terlihat sangat besar aku menginginkan dagingnya malam ini," seru pemuda bernama Panca sambil berlari dengan rambut hijaunya yang tertiup angin kencang.
Panca sangat bersemangat sekali mendapatkan daging burung gunung suara yang sangat lezat itu dengan mata tajamnya dia mengejar kemana burung itu pergi.
"Kakek... Kakek lihat! dilangit!" seru Panca kepada Kakeknya.
"Wah, sudah lama kakek tidak melihat burung itu mungkin tidak banyak sekarang jenis burung besar itu di gunung suara ini," kata Kakek Panca.
Terlihat burung besar itu berputar dan mengelilingi panca dari atas udara seakan akan mencoba meledeknya dengan kesal Panca berteriak kepada kakeknya.
"Kek tangkapkan aku burung besar itu aku ingin memakan dagingnya malam ini," pinta Panca kepada kakeknya Waktu.
"Baiklah cucuku tunggu sebentar kakek akan menangkapnya untukmu huh, dimana tombak saktiku," kata Waktu Kakek Panca sambil mencari-cari.
Rupanya tombak saktinya berada di balik pintu rumahnya yang mulai rapuh itu dengan bergegas Kakek Panca menggenggam tombak itu lalu mengejar burung besar gunung suara yang sangat mengiurkan dagingnya jika dibakar dengan api sedang.
"Cepat Kek nanti burungnya segera pergi!" teriak Panca lagi kepada kakeknya.
"Jangan terburu-buru Panca!" sahut Kakeknya sambil mencoba menombak burung itu dengan gaya khas seorang prajurit yang membidik musuhnya.
SWUTT ... WHUSSS ...
KYAAAK ... (Sebuah teriakan burung besar gunung suara).
Sebuah tombak sakti menembus badan burung besar gunung suara tepat di dadanya rupanya Kakek Panca sangatlah hebat dan ahli dalam berburu burung besar gunung suara itu pun terjatuh dari udara dengan ketinggian yang lumayan tinggi.
Panca mengejar burung yang telah ditombak oleh kakeknya itu dia semakin bersemangat karena daging burung yang diincarnya berhasil didapatkannya.
Hah ... Hah ... Hah ...
Dengan terengah engah Panca mendekati tubuh burung besar gunung suara yang sudah mati itu, Kakeknya hanya tersenyum melihat kelakuan cucu satu-satunya itu yang menyukai makanan yg tidak biasa bagi orang pada umumnya.
Malam harinya setelah memasak dan membakar daging burung besar gunung suara wajah Panca terihat sangat bahagia.
"Ayo kek silahkan dinikmati aku sudah susah payah membakar dagingnya hehehe," ucap Panca kepada kakeknya itu.
"Baiklah, ayo kau juga nikmati bagian dagingmu kalau tidak kakek yang akan makan hahaha," canda Kakeknya.
Panca merobek daging burung besar gunung suara itu.
"Selamat makan," serunya bersemangat sekali mengigit daging burung besar gunung suara dengan lahapnya.
Kakek Panca yang melihat cucunya makan dengan enaknya tersenyum melihatnya sudah hampir tujuh belas tahun semenjak Kerajaan Buasa menjadi damai namun muncul seoarang peramal yang entah datang dari mana meramalkan akan ada Empat Gardapati kegelapan yang akan menghancurkan Kerajaan Buasa.
"Kakek melamun ayo kek habiskan daging ini cukup besar untuk kumakan seorang diri kek," ucap Panca.
"Enak tidak Panca dagingnya?" tanya Kakeknya.
"Enak sekali Kek cobalah," jawabnya.
"Kakek makan ya Krausss... krausss... enaknya kau pintar bakar daging burung ini matangnya merata dan sangat lezat," puji Kakeknya.
Mereka pun menghabiskan daging burung besar gunung suara itu hingga kenyang dan beristirahat dimalam harinya.
Keesokan harinya Panca dan Kakeknya bertarung untuk melatih fisik Panca Kakeknya selalu melatih ilmu silatnya hingga dia dapat bertahan diri.