Hari ini hari pertama gue masuk sekolah sebagai siswi pindahan.
Sekolah baru gue namanya SMA Nusantara, sekolah ini ada 6 kelas per angkatan, 3 IPA 3 IPS. Laboratorium lengkap, rungang guru, dan ruang kepala sekolahnya juga nggak kalah bagus dari rumah gue. Lapangan olahraga ada indoor dan out door, langan upacara tetep ada di tengah, kantin ada di belakang, toilet di setiap lantai ada, auditorium ada, wi-fi ada. Gedungnya ada 4, di depan gedung kepala sekolah, di kanan gedung laboratorium, di kiri gedung olahraga dan di belakang gedung kelas. Fasilitas sekolah oke, nggak sia-sia emak gue bayari gue sekolah. Sekarang gue kelas 11 dan masuk ke 11 IPS 1, gini-gini gue bangga jadi anak sosial.
Sepanjang jalan gue menyelusuri koridor, nggak jarang gue ketemu orang-orang yang temenannya berkelompok alias geng. Beda 180% banget dari sekolah gue dulu, di sana nggak pandang bulu, temenan mah sama siapa aja, dan mendahului kepentingan umum.
"Heh! Lo tuh kalau jalan pake mata!"
Tenang, bukan gue yang dimarahi kok.
Gue ngelirik sebentar ke pojokkan di mana ada dua kelompok yang tengah adu bacot, 4 cowok 3 cewek. Cowok yang pake jaket denim keliatannya kesel banget... kok kayak Dilan ya?
"Jalan tuh pake kaki! Emang mata bisa jalan?!" sahut salah satu dari kelompok cewek itu.
Iya ya, bener juga. Yaudahlah ya, gue kagak peduli juga ama mereka, lanjuti jalan sampe ruang guru.
.
.
"Hari ini kita kedatangan siswi baru," ucap bu Wendy sebagai wali kelas 11 IPS1.
Gue mengedarkan pandangan mata gue dan manangkap 3 sosok cewek yang beberapa jam lalu bertengkar di pojokkan gedung.
"Ningsih, perkenalkan dirimu."
Gue tersenyum simpul lalu melambaikan tangan, "Hallo! Nama saya Ningsih Ayu Kencana, bisa dipanggil Ningning. Senang bertemu dengan kalian."
"Hallo Ningning!" sapa teman-teman sekelas dengan kompak, tampaknya suasana kelas ini cukup berteman.
"Ningning, kamu bisa duduk di samping Hiya di belakang pojok kanan sana." Bu Wendy menunjuk seorang gadis di pojokkan dengan telapak tangannya.
Kalau dilihat dari cara Bu Wendy menunjuk, ia sepertinya cukup mengetahui apa yang namanya tata ramah yang berlaku di zaman dulu. Kan biasanya kalau sekarang main tunjuk pakai jari telunjuk, itu namanya kagak sopan.
Gue ngangguk terus berjalan ke meja pojok lalu duduk di samping gadis yang natap gue dengan tatapan aneh.
"Gue kira anak baru bakal masuk IPA, tapi tenang aja, Ning. Anak IPS di sini jauh lebih waras dari pada anak IPA, contohnya kayak geng NCT para pemimpi itu. Oh iya! Nama gue Hiya Natasya, panggil aja Hina."
"Geng NCT?"
Hina mengangguk antusias lalu menghantamkan pukulan tangan kanannya ke telapak tangan kirinya, "Mereka itu geng yang paling berkuasa di sekolah ini, tapi tenang aja. Geng SRG nggak pernah takut sama mereka."
Gue cengo, gila nih sekolah buat cari ilmu apa cari nama.
"Apa nggak pernah ada yang lapor ke guru BK?"