Kini tibalah saatnya bertemu kembali dengan senior-senior di Resimen Korps Taruna Akademi Militer. Sepulang cuti pembinaan pun semakin ditingkatkan oleh para senior. Ada yang “mengepel” lantai, ada yang mengambil “brevet scuba” di bak, ada yang “fitnes” dan mendalami “sikap-sikap” di ruang pokdo, atau drill pakaian “ngarang-ngarang” adalah bagian dari keseharian kalau ada yang membuat kesalahan. Rutinitas mengukur Lapangan Hijau dan “Display” di lantai atas sepulang pesiar atau makan malam tidak pernah dilupakan.
Setelah menyandang pangkat Prajurit Taruna selama tiga bulan, selanjutnya Rendra naik pangkat menjadi Kopral Taruna, begitu juga dengan Imam, Fransiskus dan yang lainnya. Bel bangun pagi, bagai suara terompet persiapan perang akan segera dimulai seperti yang ada di film-film kerajaan Romawi Kuno, berbunyi jam setengah 5 pagi. Membuat Rendra dan kawan-kawan langsung panic bergegas mengenakan seragam olahraga, lari mengelilingi Akmil, yang luasnya kira-kira 10 kali luas kampus UI.
Bayangkan, mereka tiap hari lari pakai seragam lapangan lengkap dengan sepatu boot, helm baja, ransel dan senapan. Sarapan paginya jalan jongkok dan lompat kodok. Lari setiap pagi, halang rintang, dan sejenisnya adalah aktivitas sehari-hari, sehingga dikenal dengan larinya kopral, yakni cepat, teratur dan gagah.
Selain itu ada juga orientasi ke Matra Darat, Laut, Udara, dikenal dengan Operasi Bhineka Eka Bhakti yang diperuntukkan bagi para Kopral Taruna. Dengan kereta api menuju ke Jakarta untuk meninjau KRI dan Joy Sailing dengan kapal–kapal satkat di sekitar kepulauan seribu,yang pasti tidurnya di Senayan. Selanjutnya mereka juga meninjau ke satuan Radar dan Rudal TNI AU di Tangerang. Khusus pada saat meninjau tempat latihan terjun payung di Batujajar, Bandung, mereka bermalam di komplek pendidikan TNI AD Cimahi.
Sementara itu, untuk dinas dalam setiap hari mereka bergantian dilatih jaga kamar di sambre–sambre hingga mako. Maka diatur jadwal jaga, untuk yang dari taruna darat dapat piket jaga di sambre–sambre tempat sersan Taruna dan sersan mayor dua Taruna serta kompi Lokananta. Sedangkan yang dari laut dan udara mendapat giliran jaga di batalyon, pokdo dan mako. Kalau hari Sabtu dan Minggu ada yang kebagian jaga pos–pos sekeliling komplek.
Setelah mandi dan berpakaian, yang total memakan waktu kurang dari 5 menit tidak lebih, para kopral taruna dengan sangat cekatan berbaris menuju ruang makan bersama untuk sarapan pagi. Sebelum sarapan pagi dimulai, dilakukan apel untuk pengecekan personel.
“Lapor! Kopral barak 4. Jumlah 34 orang. Lengkap. Siap melaksanakan sarapan pagi. Laporan selesai!” Rendra memberikan laporan mengenai kelengkapan jumlah personel barak 4.
“Laksanakan!” kata komandan apel pagi.
“Laksanakan!” balas Rendra dengan teriakan keras.
Sarapan pagi, setelah lari keliling akmil, bukanlah surga untuk para kopral, karena harus duduk satu meja dengan para senior taruna lainnya yaitu Sersan Taruna maupun Mayor Taruna. Mereka bersama-sama duduk dalam satu meja makan berbentuk persegi panjang. Mayor Taruna duduk di ujung meja, saling berhadapan. Istilahnya mereka itu kepala meja. Sedangkan Kopral Taruna seperti Rendra duduk di samping meja., bisa disebut sebagai asisten.
Apapun yang mereka lakukan di sarapan pagi harus minta izin dulu kepada senior. Mau makan, “Ijin makan Bang!”. Mau tambah nasi, “Izin tambah nasi Bang!”. Mau minum, “Ijin minum Bang!”. Mau nasi goreng, “Nasi goreng satu Bang! Jangan lupa telurnya dipisah!”. Namun kadangkala habis itu tiba-tiba langsung dipukul sama mayornya. Kalau gelas mayornya kosong, kopral harus sigap dan segera menuangkan air ke gelas mayornya. Kalau mayor ingin tambah nasi, kopral harus dengan sigap pula menyediakan nasinya. Kalau mayor melawak atau mengeluarkan joke-joke lucu, kopral harus tertawa tidak boleh tidak. Pendek kata, mayor adalah raja, sedangkan kopral adalah kawula.
Pernah suatu kali, saat sarapan pagi, Rendra tidak sigap menuangkan air ke gelas kosong milik mayornya. Tak ayal lagi sang mayor taruna itu pun langsung memencet gelasnya sendiri hingga pecah. Dan sebagai konsekuensinya, Rendra harus memijat badan sang mayor sampai subuh setelah sebelumnya disuruh push up tiga jari sambil menyanyikan lagu Padamu Negeri.
“Kopral Rendra masih kuat?” teriak sang mayor.
“Siap mayor! Masih kuat!” jawab Rendra dengan lantang.
Kemudian Rendra melanjutkan push up sambil terus menyanyikan lagu Padamu Negeri.
“Kopral Rendra, mana suaramu, aku nggak dengar!” teriak sang mayor.
“Padamu negeri kami berjanji!” Rendra semakin mengeraskan suara nyanyiannya.
“Kopral Rendra masih kuat?” tanya sang mayor lagi.
“Siap mayor! Masih kuat!” jawab Rendra.
“Teruskan!” perintah sang mayor.
Tak terasa Rendra sudah melakukan push up sampai 75 kali. Rendra sudah nampak kelelahan, tak kuat lagi rasanya untuk melanjutkan push up, namun kuat tidak kuat dia harus tetap kuat untuk melanjutkan push up nya.
“Kopral Rendra masih kuat?” tanya sang mayor lagi.
“Siap mayor! Maaf, sudah tidak kuat mayor!” jawab Rendra.