Akhirnya Rendra, Imam, Fransiskus dan yang lainnya telah menyelesaikan pendidikan Taruna Umum tingkat 1. Akademi Angkatan Laut menanti mereka selanjutnya. Karena berada di kawasan Morokrembangan, maka dari itu AAL mempunyai sebutan yang popular, yaitu Bumimoro. Disinilah para taruna digembleng untuk menjadi tentara yang handal dan tangguh demi menjaga keutuhan NKRI.
Dan tentunya hal ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi mereka. Namun euphoria mereka sepertinya harus segera disudahi karena di depan mereka menanti episode yang mungkin tak akan terlupakan sepanjang hidup. Babak baru dimulai dengan bau amis aroma kolam penampungan banjir di depan Kodikal dan banyak ranjau serta terpedo di tempat makan. Masuk ke Bumimoro, Surabaya terasa sangat berbeda dengan sejuk dan nyamannya lembah Tidar, Magelang. Di sini gersang, panas dan sangar.
Begitu kesan pertama mereka, tapi tidak bagi Rendra, Imam dan Fransiskus. Suasana panas lingkungan daerah pesisir pantai bukanlah hal baru lagi bagi mereka bahkan sudah menjadi bagian dari cerita hidup mereka. Apalagi Rendra yang sejak kecil telah mengenal dan menjadi bagian dari laut hingga merasakan keganasan badai lautnya.
Pendidikan di Sersan Taruna ini sudah sesuai jurusan masing–masing. Fransiskus dan Rendra menempuh jurusan Laut sedangkan Slamet masuk jurusan Marinir. Akomodasi dibagi di 3 batalyon. Batalyon pertama adalah Batalyon Samadikun dengan sesanti Swa jaya Bhirawa. Batalyon kedua adalah Batalyon Wiratno dengan sesanti Hiu Kiratha Jala Vira Perkasa. Batalyon ketiga adalah Batalyon Memet dengan sesanti Ghora Vira Jala Madia.
Tempat tidurnya bertingkat. Tapi jangan dibayangkan seperti tempat tidur bertingkat pada umumnya. Lalu apa hubungannya tempat tidur dengan Sersan Taruna, memang masalah bagi mereka? Untuk semua Sersan Taruna mendapat bagian atas. Artinya, kalau naik harus pelan–pelan, tidak boleh berisik ataupun membuat suara gaduh. Bahkan untuk naik ke atas saja harus bersusah payah melewati halang rintang karena tidak ada tangganya. Dan rata–rata mereka tidur lewat pukul 00.00 WIB.
Bagi mereka yang mencoba untuk tidur lebih awal jangan harap bisa tidur nyenyak alias harus begadang sampai pagi karena harus menghadap senior sampai pagi. Ngapain? Minum kopi atau ngobrol sambil main catur? Bukan. Bagi sersan taruna yang tidurnya lebih awal itu merupakan suatu pelanggaran dan sebagai konsekuensinya mereka harus memijat senior sampai mereka lelap tertidur bahkan mendengkur alias ngorok.
Sepertinya kali ini banyak sekali para Sersan Mayor Taruna yang usil dan memang sengaja untuk mencari-cari kesalahan para Sersan Taruna. Hingga saat makan pun mereka berusaha memperdayai para Sersan Taruna dengan menjejali dengan pertanyaan–pertanyaan konyol dan tidak masuk akal. Kadangkala susah dijawab karena sepertinya tidak ada jawabannya.
Tujuannya, kalau mereka tidak bisa menjawab, lalu siang atau malamnya harus menghadap di tempat tidur seniornya. Hukumannya sering tidak mengenal waktu. Sumpah serapah keluar dari mulut mereka, paling banyak mereka mendoakan para senior yang suka iseng, tengil, sadis, suka memukul dan menampar, didoakan agar umurnya tidak panjang. Kalaupun berumur panjang, kariernya tidak tinggi.
Sama seperti sebelumnya, kali ini para Sersan Taruna diwajibkan mempunyai mentor dari Sersan Mayor Satu Taruna. Mereka juga diajarkan cara melamar para Seniornya itu supaya bersedia menjadi mentor. Ada yang setiap malam menghadap, memijat badannya sampai tidur pulas, ada yang dengan menyemir sepatu dan menyetrika seragamnya, ada yang membuatkan minuman setiap malam.
Yah, pokoknya masing-masing Sersan Taruna mempunyai gaya masing-masing. Bahkan ada yang sampai mengajak berkunjung ke rumahnya dan mengenalkan cewek tetangganya atau adik perempuannya sendiri. Disamping itu, Sersan Taruna juga harus mulai belajar main drumband. Dan ini yang paling sulit bagi mereka yaitu harus punya kenalan gadis Surabaya untuk diajak saat ada pesta di Morokrembangan.
******