9

Syauqi Sumbawi
Chapter #31

31

KETIKA dua manusia berada pada dimensi yang berbeda, dalam ruang dan waktu berbeda, dalam sejarah, di manakah keduanya bisa berjumpa dalam kata-kata?!

***

 

DI DEPAN gerbang lokasi makam Ib berhenti. Menatap ke pinggir jalan sebelah timur. Seorang laki-laki berpenampilan gila sedang mengorek-korek isi keranjang sampah. Bertubuh dekil, bajunya kumal, berambut gimbal tergelung. Dia masih muda. Tiga puluhan tahun.

 Apakah dia juga bertanya-tanya?! Datang untuk mendapatkan jawaban?! gumamnya. Tiba-tiba dia merasa ada yang menyahut di hatinya.

Lha, kau sendiri?! Kau juga membawa masalah, kan?!

Tidak ada masalah.

Yang benar saja. Lantas apa tujuanmu?!

Hanya ingin memperkenalkan diri dan berterima kasih.

Kau bohong!

Ya sudah, kalau tidak percaya.

Aku memang tidak percaya. Karena masalah dan tujuan kita sebenarnya sama.

Maksudmu?!

Ya itu,… menjadi manusia. Hanya caranya yang berbeda. Kau terlihat seperti itu, dan aku… seperti yang kau lihat. Sudah! Aku mau makan. Memang, kau mau makan ini. Makanan dari Tuhan.. Sudah, sana pergilah!

Laki-laki itu beranjak pergi. Dalam diam, tiba-tiba Ib seperti mengenalinya. Yah, benar itu dia. Kakaknya Milla.

“Mas… Mas Fadil…!”

 Laki-laki itu ber-auau. Berjingkrak-jingkrak menghadap ke arah Ib, sembari terus ber-auau. Menyita perhatian orang-orang. Mereka pun berseru. Ber-hoihoi bersama komentar tentang hiburan yang tak wajar. Ketika laki-laki itu mengambil batu dan melemparkannya ke arah Ib, kondisi pun kian gaduh.

Syukurlah, lemparan itu lemah. Terhenti di bawah kakinya. Orang-orang beranjak. Hendak bertindak. Laki-laki itu menjauh. Beberapa meter berikutnya, dia berjingkrak-jingkrak dan ber-auau sembari mengangkat tangan. Seperti menyuruh pergi. Menghindar.

Masih berdiam di tempat yang sama, Ib mengedarkan matanya ke sekitar. Dia yang kini menjadi perhatian orang-orang. Bersama tatapan aneh. Tak luput pula dari tatapan peziarah. Seperti bertanya-tanya. Ib pun tersenyum. Lantas melangkahkan kaki memasuki gerbang makam.

Tidak salah, Mas Fadhil, pikirnya masih terpaku pada laki-laki itu. Namun, bayangan lain segera muncul, mengoreksi dugaannya. Entahlah. Masih rahasia. Barangkali nanti, ketika tiba waktunya, ada cerita yang membuka tirai itu.

Kondisi jalan ramai oleh peziarah, yang datang dan pergi. Kendati tak padat. Lapak-lapak pedagang mengapitnya, menyuguhkan beragam barang dagangan di sepanjang lorong. Beberapa di antara peziarah berdiri di depan lapak. Melihat-lihat. Memeriksa dan memilih. Menawar harga. Membelinya. Atau berpindah pada yang lainnya.

Lihat selengkapnya