9

Syauqi Sumbawi
Chapter #32

32

PAKAIAN tidak hanya merupakan kebutuhan pokok, selain pangan dan papan atau tempat tinggal, yaitu menutup tubuh dan memberikan kenyamanan, keamanan, serta kepantasan, tetapi juga menunjukkan simbol status dan identitas kultural dalam kehidupan masyarakat. Pada gambar poster para Walisongo, identitas kultural yang khas terlihat pada pakaian yang dikenakan oleh Sunan Kalijaga. Surjan namanya, yang di dalamnya terdapat simbol-simbol yang merepresentasikan ajaran-ajaran Islam.

Ib pernah membaca uraian tentang filosofi baju tersebut. Dijelaskan bahwa baju surjan memiliki lima kancing. Tiga berada di bagian depan dan tertutup, yang melambangkan tiga rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, yang mana ketika menjalankan ketiganya, seseorang tidak butuh dilihat orang lain. Sementara dua kancing di leher dan terbuka, menyimbolkan dua rukun islam lainnya, yaitu zakat dan haji, yang perlu dilihat sebagai motivasi bagi orang lain.

Lima rukun Islam dalam baju surjan ini diserasikan dengan penutup kepala yang terikat di bagian belakang kepala, yang disimbolkan sebagai rukun iman. Terikat erat sebagaimana idealnya keimanan seseorang kepada Tuhan. Dengan memakai keduanya, diharapkan akan lahir akhlak dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Dari keseluruhannya, maka akan muncul libasut taqwa, sebagaimana dijelaskan, bahwa sebaik-baik pakaian adalah taqwa. Karena itu, tidak heran banyak di kalangan masyarakat menyebutkan surjan dengan istilah baju taqwa.

Yah, makna yang tersirat dari pakaian adalah akhlak, etika, moral. Sebaik-baik pakaian yang dikenakan oleh seseorang, tidak akan berpengaruh besar dalam pandangan masyarakat. Tidak akan melahirkan simpati dan kharisma, tanpa keberadaan akhlak. Hal yang juga sangat penting dimiliki oleh orang-orang yang berdakwah kepada sesama manusia.

***

 

PAGI terus merambat. Ib melangkah menuju makam Sunan Kalijaga. Beberapa saat yang lalu di penginapannya, dia baru saja mencuci pakaiannya yang kotor sejak dari makam Sunan Giri beberapa hari yang lalu. Dia berharap sore nanti pakaiannya telah kering, sehingga bisa melanjutkan perjalanan berikutnya.

Kondisi sekitar makam cukup sepi dengan peziarah. Ruas jalan seperti lorong memperlihatkan ujungnya yang terang di bawah sinar matahari. Lalu-lalang peziarah belum terlihat di sana. Hanya penjaga lapak dagangan yang terlihat. Keluar menaruh barang, lantas masuk kembali.

Melewati pagar area makam, Ib berdiri sejenak. Pelan mengucap salam kepada ahli kubur. Lalu melangkah menuju makam Sunan Kalijaga. Ketika melewati penjaga makam, dia tersenyum dan mengangguk hormat. Begitu juga dengan seorang petugas yang tengah membersihkan area sekitar makam. Mengangguk hormat seraya melemparkan senyum. Yah, itulah yang diajarkan oleh masyarakatnya.

Di sebelah barat makam, Ib diam sejenak. Kemudian menekuk kedua lututnya ke lantai. Lantas duduk bersila. Tak lama berselang, bibirnya pun bergerak melahirkan suara. Basmalah lirih di udara.

***

 

JIKA inti pesan wahyu pertama adalah perintah untuk membaca, yang mana di dalamnya mengarah pada pemahaman dan kesadaran yang melibatkan dimensi spiritualitas dan intelektualitas, maka pesan utama wahyu kedua adalah ber-gerak dalam proses perubahan di masyarakat.

Bacalah! Demikian perintah pertama dari wahyu pertama. Ib ingat, suatu hari di rumahnya, Pak Bakrun menjelaskan bahwa perintah membaca bukan sekadar membaca tulisan. Tetapi membaca seluruh peristiwa kehidupan. Bukan profanitas yang hampa, melainkan dengan menyebut nama Tuhan yang menjadikan segala. Termasuk penciptaan manusia dari segumpal darah. Karena hanya dengan membaca manusia, seseorang akan mengetahui kebesaran-Nya. Dia menjadikan dan mengajari manusia dengan memberikan pemahaman melalui berbagai prosesnya yang rahasia.

Dari membaca hidup dan kehidupan manusia, maka seseorang akan memahami, bahwa terbentang jarak yang lebar antara idealitas dan realitas. Antara harapan dan kenyataan. Pada kondisi ini, upaya mendekatkan jarak di antara keduanya harus menjadi kesadaran manusia, baik personal maupun sosial yaitu dengan lahirnya rasa tanggung-jawab dan berperan dalam proses perubahan masyarakat. Dakwah istilahnya. Hal inilah yang diisyaratkan oleh wahyu kedua.

“Hai orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah! Dan perbuatan dosa tinggalkanlah! Dan jangan kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.

Memang, umumnya kalangan umat Islam memahami bahwa surat al-Mudatsir ayat satu sampai tujuh tersebut berisi tentang perintah untuk berdakwah. Akan tetapi menu-rut Pak Bakrun, ayat-ayat di atas lebih menunjuk pada dasar spiritualitas-etik yang harus dipegang oleh seseorang yang berdakwah. Karena itu, penekanan atas keberadaan Nabi Saw dalam kehidupan umatnya adalah uswatun hasanah. Teladan yang baik. Bukan sekadar mauidhah hasanah atau ceramah agama.

Lihat selengkapnya