Hari itu adalah hari pertama Oriza masuk sekolah sebagai siswa kelas XI (setara kelas dua SMA). Tidak ada hal yang spesial hari itu, selain mengisi bangku kosong yang tersisa akibat terlambat di hari pertama di tahun ajaran baru. Dia duduk di sebelah temannya yang sudah setahun ia kenal. Hanya berteman, tidak bersahabat. Mereka menempati bangku paling belakang.
*
Suka maupun duka telah mereka lewati. Hingga akhirnya, pertemanan itu makin rekat. Tak terasa, mereka akan mengikuti ujian semester ganjil minggu depan. Selepas pulang sekolah, mereka mengantre di depan kantor tata usaha untuk mengambil kartu ujian. Setelah antre, mereka berjalan ke arah pintu gerbang. Kris memegang kartu peserta milik Oriza.
“Nama lo bagus, ya. Oriza Sativa artinya apa?”
“Lo mau tahu artinya?”
“Yap!”
“Artinya adalah padi atau beras.”
“Padi?”
“Iya. Jadi, waktu itu, gue masih di perut ibu gue, terus doi lagi baca komposisi yang ada di losion gitu ‘kan. Terus di situ tercantum ada nama Oriza Sativa.”
“Pantesan, perasaan gue pernah baca, tapi lupa di mana.”
“Iya. Hehe. Nama lo juga bagus, kok.”
“Iya, tapi sering dikira cowok.”
“Lu mau nginep enggak?”
“Enggak, ah. Enggak enak sama nyokap lu.”
Lalu mereka menyeberang untuk menunggu angkutan umum.
***
Hari ini adalah hari pertama mereka mengikuti ujian semester ganjil. Mata pelajaran yang akan diujikan adalah Pendidikan Agama Islam, PKN, serta Bahasa Indonesia. Dari hari minggu Kris sudah ada di rumah Oriza. Mereka sudah janjian untuk berangkat bersama dari rumah Oriza.
Pukul 04.00 dini hari.
Oriza sudah bersiap untuk mandi. Setelah mandi, ia salat Subuh. Semua seragam, serta peralatan tulis sudah ia siapkan tadi malam.
“Heh, bangun!” ucap Kris sambil menarik selimut tipis berbahan baby terry bergambar kuda poni.
“Ih, bentaaar. Emang udah jam berapa?”
“Jam setengah tujuh,” jawab Kris sambil berjalan ke depan meja rias. Dia terlihat sedang menempelkan sheet mask pada wajahnya.
“Ih, boong! Kayak emak gue aja boongnya. Mark up jam?”