Suara bising dari alat cukur, menambah kelamnya suasana saat itu.
Lelaki itu terdiam. Dia merasa bingung, sekejam apa kehidupan wanita itu, sehingga dia tak bisa mencintai dirinya sendiri? Pria itu melangkahkan kakinya, sambil membawa alat cukur ke arah Kris. Ella menangis, napasnya terpenggal-penggal. Sementara si Kris sudah mati rasa. Pria itu dan Kris hanya berjarak lima sentimeter. Tiba-tiba dia melempar alat cukur itu ke lantai. Lalu dengan segera, ia mencium kedua pipi Kris dan dahinya, lalu mengusap dahinya penuh dengan rasa iba. Ia melepaskan ikatan yang ada pada tangan Kris dan membiarkan mereka keluar ruangan itu. Sementara suara bising masih membahana.
***
Seminggu sudah mereka bekerja di mansion itu. Masing-masing dari mereka mendapat uang senilai lima puluh juta. Itu adalah pertama dan terakhir kalinya mereka bekerja di tempat itu. Mereka kapok bekerja penuh dengan kengerian dan rasa bersalah.
***
Pondok Indah Mal Jakarta.
Siang itu adalah pertama kalinya Kris dan Ella berbelanja di mal, tanpa terlalu memikirkan price tag. Emak, Fatum, Zayyan, dan Asep ikut berkeliling mal, kecuali Ayi, kakaknya Ella, dia sedang menjadi kuli bangunan di Bekasi, pulang seminggu sekali, terkadang sebulan sekali. Mereka makan bersama di salah satu restoran Jepang kenamaan di mal itu. Selain makan, tak lupa mengantar Zayyan dan Asep bermain di Play Ground. Masing-masing menjinjing barang-barang yang dibelikan oleh Kris dan Ella, mereka membeli sepatu dan baju. Terkecuali si Asep, dia tidak membeli apa pun, padahal Ella sudah bersusah payah membujuk dan memilihkan baju dan sepatu untuknya, bahkan mainan pun ia tawarkan. Asep tetap saja menggelengkan kepalanya, sambil terus pasang muka cemberut.
Mereka memesan taksi online. Di dalam mobil, sepanjang jalan Asep misuh-misuh tak jelas. Setelah dibujuk dengan berbagai cara, akhirnya dia bersuara. Asep ingin beli baju, sendal, dan mainan di toko serba 35.000 yang lokasinya bersebelahan dengan tempat odong-odong.
***
Siang itu, Ella dan Kris sedang tidak ada job. Kris sedang menonton televisi di kamarnya Ella. Ella berjalan ke arah kulkas, lalu mengambil sirup dan menuangkannya ke dalam gelas. Sementara itu, Fatum sibuk berjualan otak-otak, cilok, cireng, dan aneka jajanan lainnya di depan teras kontrakan dengan hanya menggunakan satu buah meja. Selain membayar tagihan kontrakan untuk lima bulan ke depan, Ella juga memberikan Fatum modal untuk berjualan. Jualan Fatum laris, sebab lokasinya di depan warung sembako dan dekat dengan rental PS.
Ella menghampiri Fatum. “Teh, mau cireng isi, dong. Lima, ya, pake bumbu cabe aja, entar kalau udah mateng, Ella ambil ke sini.” Lalu ia menaruh uang lima ribuan yang lecek di atas meja.
“Oh iya, emak ke mana?”
“Ke rumah Wak Elly.”
“Oh, emang enggak ikut pengajian?”
“Enggak, udah empat hari.”
“Kenapa, ya?”
“Kalo kemaren, sih, cerita. Katanya, ada yang nyinyirin emak di pengajian.”