LULA membuka matanya perlahan, mendapati dirinya berada di pinggir atap gedung kantor Fabian. Selangkah saja ia maju, maka sudah dipastikan, ia akan jatuh.
Lula mundur terkejut. Apa yang terjadi? Bukankah tadi Lula ada di dalam mobil? Ia mencoba mengingat-ingat, tapi ingatanya tidak begitu jelas.
“Lo lupa ya, hari ini Fabian nikah.” Kata-kata Jeni itu melintas di pikirannya.
Ah, Lula tahu sekarang, ia harus pergi ke pernikahan Fabian untuk menggagalkan pernikahan itu.
“Mau kemana?” tanya cowok asing yang entah muncul dari mana, menghalangi jalannya.
“Gue lagi buru-buru,” kata Lula melewati cowok itu begitu saja, tapi langkahnya tertahan karna tiba-tiba dadanya sesak. Membuatnya sulit bernafas. Bahkan, Lula merasa seluruh tubuhnya melemas sampai ia jatuh terduduk. “Apa yang terjadi sama gue?”
“Kamu tidak apa-apa. Sebentar lagi akan baik-baik saja. Itu hanya efek karna kecelakan tadi,” jelas cowok itu.
Kecelakaan?
Ingatan Lula menyeretnya kembali ke dalam mobil yang tabrakan. Lula memeriksa tubuhnya, meraba wajahnya, tangannya sampai ke kakinya. Tidak ada luka sedikit pun. Tapi aneh, kenapa ia tidak terluka sama sekali?
Lula bangun dan menghampiri cowok itu “Apa gue udah mati?” tanyanya meminta penjelasan. Karna tidak mungkin Lula baik-baik setelah kecelakaan itu.
“Belum, tapi akan.”
GLEK!
Lula menelan ludah. ‘Akan mati’ maksudnya? Tidak! Tidak untuk saat ini. Lula belum siap meninggalkan dunia ini. Ia belum siap meninggalkan Fabian.
“Bentar, elo siapa? Kenapa gue ada di sini? Bukannya gue harus ke rumah sakit karna kecelakaan?
“Saya ....” Cowok itu berpikir sesaat, lalu melanjutkan kata-katanya. “Panggil saja, Azka.”
Lula melirik cowok itu dari ujung kaki sampai ujung rambut. Pakaian serba hitam, wajah yang lumayan tampan dan sebuah buku bersampul hitam yang selalu dibawanya kemana-mana.
Aneh.
“Jadi, kenapa gue ada di sini?” Lula mengulang pertanyaannya tadi.
“Karna permohonanmu. Kamu ingin kembali ke masa lalu, bukan?”
Lula tersentak tak percaya. Cowok yang bernama Azka itu bahkan tahu keinginan terbesar di hatinya.
“Apa lo malaikat yang diutus Tuhan buat ngabulin permohonan gue?” tanya Lula lagi. Sekalipun menyebut cowok asing itu sebagai malaikat terdengar tidak masuk akal untuk orang sekelas Lula yang berpendidikan tinggi, yang harusnya tidak percaya dengan hal seperti itu.
“Kalian para manusia menyebutnya begitu.”
“Oh."
“Saya memberimu dua pilihan. Pilihan pertama ... kamu akan terbangun dan sembuh lebih cepat. Dengan catatan, kamu tidak boleh mencoba bunuh diri lagi. Sekalipun awalnya menyakitkan, tapi kamu akan melewatinya sampai nanti kamu bertemu seseorang yang akan membuatmu bahagia. Bagaimana?”
Lula menggeleng cepat. “Nggak ah. Gue cuma mau Fabian. Lanjut pilihan kedua.”
“Kamu bisa kembali ke masa lalu, bisa bersama Fabian lagi. Dengan syarat, kamu harus menukar sisa hidupmu. 99 hari. Apa kamu setuju?”
“Jadi, gue harus ngebuang 99 hari dari sisa hidup gue untuk kembali ke masa lalu bersama Fabian. Ah, 100 hari juga gapapa. Deal?” katanya sambil menjulurkan tangan.