"KAMU mau kan nikahin aku?" tanya Lula langsung saat bertemu Fabian di taman kampus pagi ini.
Semalaman, Lula sudah memikirkannya. Ia hanya punya sisa waktu 99 hari. Ralat, beberapa hari sudah terlewatkan. Lula tidak ingin waktunya terbuang sia-sia lagi. Jika di masa depan ia tidak bisa menikah dengan Fabian, maka ia akan mewujudkannya sekarang.
"Aku juga pengen nikah sama kamu, tapi apa ini nggak terlalu terburu-buru?" Fabian balik bertanya bingung karna selama ini, mereka sama sekali tidak pernah membahas soal pernikahan.
"Aku cinta sama kamu. Kamu juga cinta sama aku. Kita udah pacaran sejak SMA. Udah saatnya hubungan kita masuk ke tahap yang lebih serius."
Benar kan? Apa gunanya pacaran lama-lama, tapi ujungnya mereka tidak berjodoh. Lula bersyukur bisa mengetahui masa depan. Dengan begitu, ia akan mengubah takdir mereka yang tidak berjodoh itu.
"Tapi, kita kan masih kuliah. Mending kita fokus dulu, selesain kuliah, terus aku cari kerja, baru setelah itu aku akan ngelamar kamu."
Iya, Fabian ingin memantaskan diri terlebih dahulu untuk Lula. Ia ingin membangun rumah tangga dengan dasar yang kuat, bukan terburu-buru seperti ini. Ia tidak mau menikah hanya bermodalkan cinta.
"Orangtua aku kaya, keluarga kamu juga kaya, kita nggak perlu mikirin biaya. Mereka pasti bakal bantu kita."
Sekali lagi Lula bersyukur, terlahir dari keluarga yang kaya. Dengan begitu, ia tidak perlu mempermasalahkan soal berapa banyak uang yang dihabiskan untuk sebuah pernikahan yang indah. Karna pernikahan sekali seumur hidup, Lula menginginkan pernikahan yang berkesan. Setidaknya, itu keinginan terbesarnya sebelum waktunya habis.
"Tapi ...."
"Tapi apa? Kamu nggak serius sama aku?" Lula membuang muka kesal.
Padahal, Lula tidak punya banyak waktu. Sebisa mungkin, ia ingin menghabiskan waktunya bersama Fabian. Jadi, saat nanti Lula terpaksa harus meninggalkan dunia ini, ia bisa pergi dengan bahagia, tanpa ada penyesalan.
Fabian meraih kedua tangan Lula, berusaha menenangkan hati pacarnya itu. "Oke, aku akan segera ngelamar kamu."
Bibir Lula tersenyum lebar. "Kamu serius mau ngelamar aku?"
Fabian mengangguk. Menikah dengan Lula adalah impian terbesar dalam hidupnya. Jika cewek itu menginginkannya sekarang, ia tidak keberatan mengiyakan keinginan itu.
"I love you," kata Lula, lalu meraih Fabian ke dalam pelukan. Ia bahagia sekali.
Lihat Teresa! Fabian akan nikah sama gue, bukan sama lo. Jerit Lula dalam hati.
Fabian balas memeluk. "I love you too."
Berada dalam pelukan Fabian seperti ini, membuat Lula merasa tenang. Ia tidak pernah menyesal membuat perjanjian itu. Karna yang terpenting, ia bisa bersama Fabian. Bahkan tidak lama lagi, mereka akan menikah.
Fabian teringat sesuatu. "Tapi sebelum itu, aku minta waktu ya buat ngomong sama mama papa aku?"
"Iya. Aku juga belum ngabarin mama papa aku. Mereka masih di London. Secepatnya, aku akan minta mereka pulang ke Jakarta."
Selama ini, Lula hanya tinggal bersama asisten rumah tangga di rumah mewahnya. Kedua orangtuanya dan kakaknya berada di London, mengurus bisnis keluarga mereka.
--- ooo ---