LULA sudah tiba di kampus. Ia tidak perlu susah payah mencari Ale dan Rani lagi karna ini hari yang sama seperti kemarin, Lula hanya perlu menunggu Ale di dekat mobilnya yang terparkir.
Tapi, Lula tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menahan mereka kali ini. Ia tidak mungkin mengajak Ale mengobrol tentang Fabian seperti sebelumnya karna itu tidak berhasil.
Dari kejauhan, Ale dan Rani berjalan mendekat. Membuat Lula gelisah, ia belum sempat memikirkan apa pun.
Ayo Lula, pikirkan sesuatu! Perintahnya pada diri sendiri.
Ah, Lula tahu harus melakukan apa. Saat Ale dan Rani tepat berada di depannya, Lula langsung memengangi kepalanya dan berpura-pura kesakitan.
"Aw ... kepala gue."
"La, lo kenapa?" tanya Ale panik. Rani juga ikutan panik melihat Lula seperti itu.
"Kepala gue sakit banget, nggak tahu kenapa."
"Kita ke rumah sakit ya, gue anterin."
"Jangan ke rumah sakit, gue nggak mau."
"Tapi La, lo sering banget sakit kepala belakangan ini, lo harus periksa ke dokter," saran Ale, ia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi dengan sahabatnya itu.
"Iya La, kita khawatir sama lo," tambah Rani.
Lula tersenyum dalam hati. Mereka percaya kebohongannya. Ada untungnya Lula sering sakit kepala dan pingsan. Ia bisa menggunakan trik itu.
"Nggak perlu ke rumah sakit, palingan istirahat bentar, juga sembuh," tolak Lula. Ale dan Rani tidak boleh naik mobil, itu berbahaya untuk mereka.
"Oke deh kalau itu mau lo, gue anterin ke ruang kesehatan ya, biar lo bisa istirahat di sana."
Lula mengangguk lemah, ia masih berpura-pura tidak punya tenaga agar lebih menyakinkan. Ale dibantu Rani memapah Lula menuju ruang kesehatan kampus. Sesampainya di sana, Rani membantu Lula berbaring di tempat tidur.
"Makasih ya kalian udah nolongin gue. Gue jadi ngerepotin kalian deh."
"Lo jangan ngomong gitu. Lo kan lagi sakit, udah tugas gue sebagai sahabat buat jagain lo."
"Boleh nggak kalian tetap di sini? Gue nggak mau sendiri."
"Tanpa lo minta pun, kita nggak akan ninggalin lo yang lagi sakit."
"Tapi kalian nggak sibuk kan? Takutnya gue ganggu rencana kalian."
"Tadi gue mau ajak Rani ke suatu tempat, tapi lain kali juga bisa. Sekarang lo lebih penting."
"Lo tenang aja La, gue sama Ale akan jagain lo sampai kondisi lo membaik."
Dengar itu, Lula jadi tersentuh. Mereka baik sekali. Tidak salah jika Lula mempetaruhkan segalanya untuk menyelamatkan mereka. Lula yakin betul, ia bisa mengubah takdir mereka yang menyedihkan. Lihat saja, ia akan membuktikan itu pada Azka.
"Ale, gue haus. Bisa tolong beli minum nggak?" kata Lula membuat alasan, ia akan mengulur waktu selama mungkin agar mereka tidak kemana-mana sampai lewat waktu kecelakaan itu.
"Oke. Ada lagi yang lo pengen?"
"Roti atau apa gitu, soalnya gue juga lapar."
"Siap, gue beliin semuanya." Ale beraih ke Rani. "Kamu mau apa Sayang?"
"Aku minum aja, air mineral."
"Oke. Kalian tunggu di sini, gue beli dulu."
Ale pun pergi, meninggalkan mereka berdua. Tidak lama kemudian, Ale balik lagi membawa makanan dan minuman, tapi ia tidak sendiri, ada Fabian bersamanya.