Begitu melihat abang ojol di depan pagar, aku langsung berlari turun ke bawah dengan cepat sambil sesekali merapatkan cardiganku.
"Yes, makan ayam lagi," gumamku senang bukan main setelah kemarin malam aku hanya bisa makan mie instan.
"Thanks, ya," ujarku sambil menerima plastik makanan dengan hati penuh harapan. Setidaknya, ada satu hal yang berjalan lancar hari ini.
Atau… harusnya begitu.
DUG!
Tiba-tiba, sesuatu menabrak tanganku dengan keras. Dalam slow motion yang dramatis, aku melihat makananku melayang di udara… lalu jatuh ke tanah, terbuka, dan isinya berhamburan.
Aku menatap sisa makananku di pinggir lapangan rusun dengan ekspresi kosong. Sepersekian detik kemudian, aku menoleh ke arah sumber bencana—lapangan itu, di mana sekelompok remaja sedang membeku di tempatnya.
Salah satu dari mereka masih berdiri dengan pose menendang bola. Dan, tentu saja, si penyebab semua kekacauan ini adalah mereka.
"BANGKE!" Aku meledak.
Agung, yang menjadi bagian dari mereka, akhirnya bergerak. Dia berjalan mendekatiku, wajahnya panik bukan main.
Saat melihat anak-anak lain yang mencoba menahan tawa, emosiku makin menguap. "Dasar anak-anak miskin nggak punya otak! Main bola tuh lihat-lihat! Kalau nggak bisa main, ya jangan main!"
Suasana langsung berubah mencekam setelah makian itu keluar dariku. Beberapa anak langsung menunduk, ada yang menatapku dengan kesal. Tapi sebelum ada yang berani buka suara, Agung melangkah maju.
"Udah, jangan nyalahin mereka," katanya santai. "Gue yang tendang bolanya, jadi kalau mau ngamuk, ngamuk aja ke gue."
Aku melotot ke arahnya. Nafasku masih berat, tapi melihat tatapan tenangnya malah bikin aku tambah emosi.
Dengan kesal, aku berbalik dan naik ke kamarku, membanting pintu dengan tenaga ekstra. Mungkin satu lorong mendapat getarannya.
___
Sementara itu, di bawah, Agung masih berdiri di pinggir lapangan.
Salah satu anak mendekat, setengah berbisik, "Bang… beliin aja lagi."
"Iya, iya." Agung menghela napas, lalu merogoh sakunya, menghitung sisa uang receh yang dia punya.
Dengan berat hati, dia mengeluarkan ponselnya yang layarnya sudah retak parah. Lalu, setelah berpikir sejenak, dia membuka YouTube dan mengetik:
"Cara pesan makanan online untuk pemula."
Matanya menyipit membaca tutorialnya.
"Masukkan alamat… Oke… Pilih makanan… Oke…"
Prosesnya lebih lama dari yang dia kira. Dia sempat hampir checkout tanpa bayar, lalu salah pilih metode pengiriman. Setiap kali dia salah pencet, dia memaki-maki pelan.