Sinar mentari pagi menyeruak masuk lewat celah-celah gorden, menusuk netra pemuda yang masih mengumpulkan nyawa, dibawanya tungkai setengah daya itu ke kamar mandi walau banyak rintangan yang dilewati hanya untuk ke kamar mandi, terinjak mainan kecil contohnya.
Sesampainya di kamar mandi, pemuda itu menyikat giginya dan mencuci wajahnya, mandi? Oh tentu tidak, kebiasaannya memang seperti itu. Selesai dengan kebutuhannya di kamar mandi, kembali ke kamarnya guna memakai seragam putih-abu nya.
"Chandra, sayang, manisku cintaku! Ayo turun dan sarapan!" Seseorang memanggilnya dari lantai bawah, tenang, jangan saltink, itu bunda si Chandra kok. Ya, Chandra namanya, umurnya 18 tahun, masih bersekolah karena dia telat bersekolah, padahal orangnya pintar dan kedua orangtuanya memiliki finansial yang baik.
Chandra segera mengambil tas dan kunci motor, lalu berjalan keluar kamar dan menuruni tangga. Sesampainya ke bawah, Chandra berjalan menuju dapur, matanya melirik jam dinding yang tertera "bun, aku bawa bekal aja, takutnya telat," Ujar Chandra sambil mengulas senyum yang terlihat manis di mata bundanya.
"Serius nak? Yaudah deh, makan bener-bener ya, jangan di buang!" Ujar bunda sambil menyerahkan Chandra kotak bekal, lelaki itu tersenyum dan mengambil kotak bekalnya, menaruh benda berkah itu ke dalam tas.
"Makasih bun," Chandra tersenyum lebar, bunda hanya mengangguk dan melanjutkan memasak untuk adik-adik Chandra.
"Halah, paling bang Chandra mau bagiin ke sayang-nya di sekolah itu," Ucap seseorang yang muncul entah dari mana, Chandra mengehela nafas, tahu betul siapa yang berbicara.
"Apasi? Gausah ganggu deh, dek. Gue gak punya pacar ya, masih ingat tuhan," Ketus Chandra lalu berjalan menuju pintu keluar.
"Bang, antarin dong, temenku gak bisa jemput nih, plis ya, plis banget, aku minta maaf soal lambeku tadi," Pinta adik Chandra tadi, namanya Liam.
Chandra menghela nafas kedua kalinya, lalu mengambil helm full-face yang biasa ia pakai "ya, serah lo, mumpung gua baik nih," Chandra berujar malas, langkahnya gontai menuju garasi.
Yang lebih muda hanya tersenyum lebar dan cengengesan sambil mengekori Chandra, lalu mengambil helm nya juga, helm bogo pasaran yang banyak orang pakai.
Chandra pun menaiki moge yang dia punya, Liam bersusah payah dengan tubuh mungilnya untuk memanjat ke kursi penumpang, setelahnya berhasil, malah tidak sengaja menendang lampu sen.
"Eh, maaf ga sengaja," Ujarnya enteng, sedangkan Chandra sudah dengan seribu komuk tak santainya, "Yaudah, gas bang, nanti telat mampus" Liam mengalihkan topik agar tidak diomeli oleh Chandra lebih lanjut. Yang lebih tua merotasikan bola matanya, menutup kaca helm full-face nya lalu mulai melajukan motornya.
Sesampainya mereka di sekolah Liam yang terletak bersebelahan dengan SMA nya Chandra, langsung saja Liam melompat turun dari moge nya si abang. "Pintar-pintar, awas aja kalo hari ini gua liat lo lari-lari di lapangan lagi, pulang ke rumah jalan kaki pokoknya," Ancam Chandra yang menghasilkan cengiran dari wajah adik tersayang nya itu.
Chandra merotasikan bola matanya lalu melaju pergi, ke gedung sebelah, masuk gerbang, parkir, dah, kelar. Dengan dramatis pemuda tersebut melepas helm full-face nya, mengibaskan rambutnya dengan elegan, jangan lupa dengan gelengan kecil di akhir. Aksi alay itu malah mendapat pujian-pujian kecil dari cewek-cewek, saat sekelompok cewek itu ditatap oleh Chandra, mereka malah malu-malu taik, malu gak guna gitu lho, aneh.
"Woy gembel! Makin gembel aja lu" Sapa seseorang dari belakang sana, baru datang dengan moge sejenis dengan Chandra, bedanya itu warna biru. Merasa terpanggil, Chandra menoleh ke sumber suara dan mengangkat sebelah alis.