Empat bulan lalu, ada kejadian mengejutkan di sebuah sekolah swasta di Kanada. Seorang guru cantik dan berbakat di tangkap dengan pelecehan terhadap beberapa muridnya. Demi kestabilan mental orang-orang yang menjadi korban yang memang merupakan murid-murid yang masih minor. Polisi memutuskan untuk tidak mengungkapkan nama-nama korban tersebut.
Tapi tentu saja itu jadi perbincangan hangat di Sekolah meski sudah empat bulan berlalu.
“Menurutmu siapa yang jadi korban?” Seorang gadis dengan rambut pirang memulai gosipnya.
“Tentu saja orang-orang pemalas yang tidak ingin berusaha dengan nilainya.”
“Entah kenapa aku bertaruh itu Marvin. Kau tau kan dia jago sekali meniduri hahaha.” Ketiga wanita itu terkekeh. “Lagi pula siapa yang tidak mau meniduri Miss Ana. Dia terlalu cantik untuk ditinggalkan. Bahkan menurutku itu mungkin atas dasar suka sama suka saja. Itu jadi masalah karena mereka masih minor saja.”
“Ya siapa yang tidak suka dengan tubuh Miss Ana. Dan memangnya bisa lelaki di perkosa.” Mereka kembali terkekeh.
Yaa. Gosip itu terus berlanjut dengan tanda tanya siapa saja murid-murid yang menjadi korban. Sebagian besar siswa berspekulasi bahwa murid-murid itu adalah murid-murid nakal yang nyaris tidak bisa naik kelas. Sebagian lagi mencocokkan dengan logika masing-masing terhadap setiap isi tentang ciri-ciri korban.
Tapi seorang perempuan tau benar siapa dari salah satu murid yang menjadi korban. Seorang perempuan yang diam-diam merekam adegan pelecehan tersebut untuk kepentingan pribadinya sendiri.
Seorang perempuan yang duduk di depan meja, yang sering kali mendapatkan tatapan sinis setiap murid.
Bukan. Bukan karena dia menyebalkan.
Perempuan itu hanya tidak pandai bergaul dan tidak cantik, pendek dan sedikit berisi dari murid lainnya. Selama setahun bersekolah di sana. Perempuan itu hanya mempunyai satu teman. Becky Hale. Murid-murid menyebutnya si pelacur dari Yunani.
“Elisa Begie!” Becky Hale berteriak. Sementara Elisa yang tadi sedang berjalan berbalik lalu melambaikan tangan dengan wajah ceria.
“Ada apa dengan wajahmu? Kau seperti tidak tidur satu malam.”
Elisa menguap. “Ya, memang itu yang aku lakukan.”
“Kau bawa buku tugasku kan?”
Elisa mengangguk membuka tas nya lalu menyerahkannya pada Becky. Perempuan itu tersenyum sambil mengusap bukunya. “Bagus!” Ia menatap Elisa. “Jika kau masih sangat mengantuk, bukankah lebih baik kau ke klinik Sekolah saja?”
“Nanti kalau sudah tidak tahan aku pasti akan ke klinik Sekolah. Kita akan ujian jadi banyak hal yang harus dipelajari.”
Mereka berjalan menulusuri koridor, ia melihat sosok beberapa lelaki yang sedang berbincang di sana. Tatapannya tertuju ragu pada satu sosok lelaki. Lelaki itu cukup disegani selain karena kepintarannya juga karena usianya yang lebih muda dari yang lain. Untuk ketampanan dan penampilannya? Jelas tidak ada yang meragukannya. Bahkan ada rumor bahwa ibunya adalah seorang model dan ayahnya seorang produser besar. Ia lelaki sempurna yang cocok jadi pria idaman. Tapi bukan karena itu Elisa memandanginya.
“Hey, Arthur. Lihatlah.. Pecundang itu melihatmu lagi.”
Arthur menunduk. “Biarlah Simon.”
“Tampaknya dia menyukaimu.” Simon terkekeh. “Ya ampun menjijikan.”
Lelaki disisi kiri Arthur menatap tangan Arthur yang sedikit bergetar, tapi kemudian berganti menatap intens dua perempuan itu bergantian. “Perpaduan yang cukup aneh, pecundang dan Pelacur.”
Mendengar kalimat itu Arthur menatapnya.
“Ya, aku bahkan tidak pernah menyangka mereka masih berteman sampai sekarang,” ujar lelaki di sisi kanan mereka. “Gerrald, bukankah kau pernah sekelas dengan pecundang itu.”
Gerald menatap Arnold yang kini bertanya padanya. “Sialan, kami bahkan sekelas sekarang.”
Arthur sedikit terkejut. “Kita sekelas?”
Gerald menatap Arthur. “Ya, kau tidak tau? Dia bahkan duduk di depan kids.” Kids adalah julukkan Gerald untuk Arthur karena sosok Arthur yang masih di bawah umur.
“Owww seharusnya kau tidak mengatakannya Gerald. Itu pasti akan sangat menjijikan untuk Arthur,” ucap Simon sekali lagi. “Lihatlah bentuknya yang seperti Babi itu. Arthur kau dalam masalah.”
“Kau yang dalam masalah, jika tidak berhenti menggonggong. Damn!”
“Kalian tahu Hugos. Tahun lalu perempuan itu sepertinya menyukainya. Jadi Hugos selalu diberi makanan setiap hari seperti Babi.” Lelaki lain menimpali pernyataan Simon.
“Benarkah. Dan Hugos menerima semua makanannya?” tanya yang lain.
“Aku rasa tidak. Dia membuangnya di tempat sampah karena takut diberi obat perangsang.” Sebagian lelaki terkekeh.