Ada yang tidak pernah hilang ketika pagi datang. Kenikmatan yang dihadirkan oleh embun sisa malam. Kenikmatan yang hanya akan tinggal sebentar, lalu menguap dan tercemar polusi kota.
Pagi adalah dia yang selalu setia datang, meski ia juga tahu, bahwa pada akhirnya gelap akan memangsanya. Tapi tidak apa, karena esok, pagi akan datang lagi. Tidak kenal jera. Mungkin karena ia selalu datang itulah, maka manusia menyepelekan keberadaannya. Lalu, bagaimana jika kita tahu bahwa esok hari, pagi takkan datang? Masihkah akan kita sia-siakan pagi ini? Masihkan akan kita abaikan ia dengan bangun siang hari? Atau mengumpatnya, mengapa pagi datang terlalu cepat dan memaksa kita mengucek mata, melakukan rutinitas membosankan, menghadapi dunia nyata?
Mengapa pagi datang begitu cepat?
Dasa tidak ingin mengumpati pagi seperti hari-hari sebelumnya. Ia memutuskan untuk menghargai pagi mulai hari ini. Dan mungkin, mulai hari ini pula, ia akan menjadi pecandu pagi. Menikmati pagi sebelum ia tertelan terik. Menikmati pagi sebagai ajang kabur dari acara sarapan bersama keluarga yang pura-pura bahagia. Ah, tidak. Ayahnya dan Windu memang bahagia. Dialah yang tidak. Dialah yang pura-pura.
Sendirian.
Terra muncul dari dalam kelas saat Dasa hendak masuk ke dalam. Sapu ijuk tergenggam erat di tangannya. Terra hanya diam saat beradu tatap dengan Dasa, lalu berjalan melewati Dasa tanpa mengatakan apa-apa.
Dasa mendengkus setelah Terra berlalu tanpa mengatakan apa-apa. Dilangkahkannya kakinya ke dalam kelas, lalu diempaskannya tubuhnya pada kursi.
"Kak."
Dasa menoleh. Seorang adik kelas berkacamata dan rambut terikat rapi berdiri canggung di samping bangkunya. Gadis itu menggigit bibir sambil menyodorkan sebuah kotak bekal pada Dasa dengan tangan gemetar.
Dasa tidak sempat bertanya, karena gadis itu pergi secepat kilat.
Siapa? Fans barunya? Atau fans lama yang baru memberanikan diri untuk menyapanya? Dasa bahkan belum sempat berterima kasih.
Tak mau ambil pusing, Dasa segera membuka tutup kotak bekal tersebut. Lambungnya yang nyeri karena tidak mendapat jatah makan sejak semalam sudah memohon-mohon.
Oh, Sandwich.
Dasa segera melahap sandwich itu.
Setelah sandwich ludes, barulah Dasa sadar kalau ada selembar kertas terbungkus plastik. Sepertinya sengaja diletakkan di bawah sandwich.
Mungkin surat cinta, seperti biasanya. Demi menghargai si penulis, seperti biasa, Dasa akan meluangkan waktu untuk membaca surat yang ia dapatkan dari penggemarnya.