"Amplop pink dan kado orens dari Liana, amplop biru dan kotak bekal dari Jeny, amplop merah dari Loli, amplop gambar bibir dan boneka dari Mariska, kumpulan amplop dan kado yang mungkin nama pengirimnya ada di dalam surat ... loker lo udah kayak kotak pos." Gerald tertawa sembari meletakkan kado-kado dan surat-surat itu di depan Dasa.
Tadinya Gerald ingin meminjam jaket Dasa di loker, tapi surat-surat yang menempel di loker Dasa serta kado-kado yang nangkring dengan manis di dalam dan depan loker itu menarik perhatiannya.
“Eh betewe, nih mata gue lagi bermasalah atau apa, ya? Kok ada Syaqilah Terra?" Gerald mengerutkan kening saat menyadari ada satu kado dengan nama pengirim: Syaqilah Terra.
“Mana?" Junior merebut kado di tangan Gerald dengan cepat. Keningnya mengerut sok serius membaca kartu nama yang menempel di atas kado tersebut. “Kita berdua sakit mata kayaknya, Ger." Junior tertawa di ujung kalimatnya.
Karena penasaran, Dasa mengambil kado tersebut dari tangan Junior dan ikut-ikutan membaca kartu nama. Tidak ada pesan alay seperti kado-kado ataupun surat lainnya. Hanya pesan singkat: Dari Syaqilah Terra untuk Dasa Wardana.
"Lo bacanya apa, Das? Syaqilah Terra apa bukan?" tanya Junior penasaran.
Dasa tidak menjawab. Tangannya justru sibuk melucuti pembungkus kado tersebut.
Meskipun sudah menebak isinya, yang apalagi kalau bukan buku, jantung Dasa tetap saja berdebar. Bukan karena kegeeran, tapi tidak mungkin Terra memberikan sesuatu yang biasa saja. Bisa jadi buku catatan sejarah yang harus ia salin sampai tangannya mati rasa. Atau bisa juga, buku berisi unek-unek yang Terra simpan-simpan selama ini. Atau apa pun itu yang pastinya bukan sesuatu yang bisa Dasa anggap sebagai sesuatu yang normal.
“BUKU! GILAAA!" Junior berseru heboh saat dua buah buku tergeletak di atas pembungkus kado yang baru saja dirobek Dasa.
"Nggak usah sok heboh gitu," ucap Dasa sambil memukul wajah Junior dengan tangan kiri, sedang tangan kanannya meraih dua buku yang diberikan Terra.
Kening Dasa mengernyit. Maksud Terra apa, memberikan Dasa buku "Tuntunan Shalat Lengkap" dan "Filosofi Kematian"?
"Udah dikasih buku tuntunan shalat lengkap, Gais. Berarti doi udah siap diimamin sama elo, Zeyeng," ucap Junior sembari melirik Gerald untuk meminta dukungan. "Ya nggak sih, Ger?"
Bukannya mendukung, Gerald malah mengibaskan tangan. "Trus, buku filosofi kematian itu maknanya apa, Bapak Filsuf Endonesiah?" tanya Gerald serius.
Junior menggaruk tengkuk. "Yaaa, mungkin Terra mau hidup selamanya sampai mati dengan Dasa. Ooooh, ternyata di balik sikap dinginnya, Terra bisa seromantis ini." Junior memegang pipi dan mengedip-ngedip cepat.
"Ngayal mulu kerjaan lo." Suara Gerald terdengar bersamaan dengan jitakan keras di kepala Junior.
"Awhh!" Junior mengusap-usap kepalanya. "Ya terserah elo kalau nggak sependapat sama gue. Lo tuh negative thinking mulu tau nggak, Ger. Makanya hidup lo nggak tenang mulu."
"Das, menurut lo, kenapa Terra ngasih lo buku kayak gitu?" Bukannya menanggapi Junior, Gerald malah bertanya pada Dasa.
Pundak Dasa terangkat acuh tak acuh sebagai jawaban atas pertanyaan Gerald. Ia sendiri tengah mempertanyakan maksud Terra. Apa maksud Terra memberikan dua buku itu padanya? Tuntunan shalat dan filosofi kematian? Atas dasar apa?
Dasa mengusap wajah dengan kasar. Kenapa perasaannya tiba-tiba gamang? Apa Terra tahu sesuatu? Sesuatu yang tidak Dasa ketahui? Bukannya, sejak kemunculan cewek itu di kelasnya, dia sudah menunjukkan tanda-tanda 'aneh'?
●●●
Sambil menikmati birunya langit, Dasa mengisap rokoknya. Ia sedang ada di rooftop. Menenangkan hatinya dari kegamangan. Apa pun maksud Terra memberikan dua buku 'aneh' itu, Dasa yakin, ada sesuatu yang sedang berusaha Terra sampaikan padanya.
"Apa maksud lo, Ra? Apa ada yang lo tau tapi nggak gue tau? Kepindahan lo dari kelas IPA ke kelas gue nggak mungkin kebetulan kan?"
Dasa mulai memejamkan mata. Menikmati zat-zat rokok yang ia isap. Menikmati semilir angin yang menyapa wajahnya. Dan suara yang ia kenal lamat-lamat mengalun, bergetar dalam gendang telinganya, lalu mengirim suara itu ke otak. Membuyarkan pikiran-pikirannya terhadap Terra.
"Komar?"
Dasa menajamkan telinganya. Suara makian dan umpatan-umpatan kasar makin terdengar. Sesekali diiringi suara gebukan dan ringisan secara bersamaan.