A Blind Fate

Hideyo Sakura
Chapter #2

Help?

“Eh kamu dengar nggak kalau akan ada murid baru?” Tanya Azra, anak-anak cowok sedang berbisik bisik tentang murid baru yang akan masuk hari ini, aku tidak terlalu peduli sih kalau kita akan dapat murid baru, yang kita dapatkan hanya anak yang cerewet banget dan teriak teriak terus seperti anak-anak di kelasku. 

Yang aku dengar dari anak-anak di sekolahku bahwa murid yang baru ini bule dan berasal dari negara Amerika. Apa bisa dia menjadi temanku? Tidak nggak mungkin dia ingin menjadi temanku, nggak mungkin, dia pasti akan membenciku seperti orang lain.... 

Bel kelas berdering, anak-anak di sekolahku mulai duduk, pak guru pun masuk ke dalam kelas, seorang anak laki-laki yang memiliki rambut pirang dan mata berwarna ungu seumurku masuk ke dalam kelas sambil membawa tas biasa di punggungnya. 

“Baiklah anak-anak, ini Eric Matthew, panggil saja dia Eric, dia akan bersama dengan kalian semester ini dan ke depannya, bila ada yang mau bertanya, silahkan tanyakan saja kepada Eric sebelum kita memulai kelasnya.” Eric pun membungkuk dan mulai memperkenalkan dirinya, para murid mulai bertanya tentang dirinya.  

Sepertinya dia menyukai silat, baseball, dan badminton. Dia ingin masuk ke universitas terkenal dan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Dari postur tubuhnya aku bisa melihat bahwa dia laki-laki yang kuat, sikapnya seperti anak yang suka berbicara dan cerewet sekaligus imut dan comel. 

Setelah perkenalan, dia memilih duduk di sampingku yang membuatku kaget, anak-anak di kelasku mulai menatapku dengan tatapan iri, aku merasa tidak nyaman duduk dengan anak ini. Tapi ya sudahlah, mau bagaimana lagi. 

Pak guru mulai mengajarkan IPA kepada kita, aku memerhatikan pelajaran, secara perlahan, aku mulai tidak bisa fokus. Entah mengapa kepalaku merasa pusing. Aku sama sekali tidak bisa fokus, Eric menatapku lalu menggenggam tanganku dengan erat, aku menatap matanya, dia hanya tersenyum kecil lalu mengelus kepalaku. 

“Kok perasaanku nggak enak ya?” batinku dari dalam hati, aku menjauh dari Eric dan mulai menggigil kedinginan, otakku terus mengatakan kalau aku tidak boleh terlalu dekat dengan dia, aku harus menjauh dari dia, dia bukan kurang yang baik, dia pasti hanya menggunakan seperti orang lain ... Apakah aku terlalu paranoid?.. 

Aku pun berdiri dari tempat dudukku lalu mengangkat tanganku. “Pak saya ingin ke kamar mandi sebentar!” ujarku, pak guru melihat ke arahku dan hanya mengangguk, aku pergi ke kamar mandi.  

Setelah selesai, aku pun mencuci tanganku dengan bersih ketika tiba-tiba seseorang menepuk bahuku, bulu kudukku merinding, secara pelan-pelan, aku menoleh ke belakang. Ternyata itu hanya Eric saja. 

Aku memasang wajah dingin dan menatapnya dengan sinis. “Tidak perlu begitu juga, aku baik kok aku hanya kesini untuk...” 

“Untuk apa?” Tanyaku dengan nada kesal, dia pun mengambil tanganku lalu menggenggamnya. “Aku ingin jadi temanmu.” Tukas Eric sambil memasang senyuman yang manis.  

Bulu kudukku mulai merinding lagi, anak ini benar-benar aneh dan menakutkan. Entah mengapa aku merasa ingin menjadi temannya. Tidak Nuf, kamu tidak usah jadi temannya, dia bukan orang yang baik, aku pun melepaskan tangannya dariku lalu membalikkan punggungku. 

“Maaf tapi aku tidak mau jadi temanmu, cari teman sendiri sana.” Ujarku sambil berjalan menjauh dari Eric, aku pun kembali ke tempat dudukku dan duduk di bangkuku dan memperhatikan pelajaran, tanpa sadar, Eric duduk di sampingku. Aku menatapnya sebentar lalu fokus dengan pelajaran lagi dan mulai mencatat pelajaran. 

Bel pun berdering, aku menaruh kepalaku diatas meja, merasa bosan dan hendak ingin tidur, tiba-tiba sebuah suara keras mengejutkanku, aku melihat ke atas, ternyata itu cuman Eric. Aku berpura-pura tidak melihatnya dan meletakkan kepalaku diatas meja lagi. 

Aku menutup mataku, berharap Eric menyerah dan pergi meninggalkanku karena aku tidak bisa tenang sama sekali, jantungku berdetak dengan cepat, aku mulai berkeringat dan panik dari dalam, tidak bisa bernafas, mencoba mencari udara. Tolong tinggalkan aku tolong tinggalkan aku tolong tinggalkan aku, kumohon tinggalkan aku... 

Aku tidak mau jadi begini, aku tidak mau jadi temanmu... Aku tidak ingin tersakiti lagi jadi kumohon tinggalkan aku, menyerahlah, kumohon menyerahlah...  

“Kamu kenapa mencoba untuk tidur ketika kelas selesai? Yang lainnya pada pergi beli jajan di kantin atau ngomong sama teman mereka, kenapa kamu malah tidur?” Tanya Eric sambil memiringkan kepalanya ke samping. 

Aku terdiam tidak mengatakan apa-apa, aku berdiri lalu menatapnya dengan tatapan menakutkan, dia merinding tetapi dia menggelengkan kepalanya, Angga melihat kita, dia menghampiri kita lalu mengucapkan salam kepada Eric, dia pun menatapku. “Kok kamu deketin dia sih Eric?” Tanya Angga. 

“Dia... Kelihatan kesepian... Seperti ingin punya teman, jadi aku mendekati dia supaya dia tidak kesepian...” Tukas Eric, Angga terdiam lalu tertawa, aku yang mendengar tertawanya Angga menutup telingaku. 

“Biarin aja dia Ric, kamu nggak usah mencoba menjadi baik sama dia deh, dia itu orangnya penyendiri kok, dia banyak halu, gampang panik, dan punya masalah mental. Jadi lebih baik kamu nggak usah temenan sama dia.” Ujar Angga, aku terdiam, dia menatapku dengan senyuman palsu. “Kamu jangan memasuki itu ke dalam hati ya?” Aku terdiam, dia benar-benar membuatku muak, aku ingin muntah setiap kali dia mendekatiku. Aku benar benar berharap aku tidak bertemu dengan dia lagi. 

“Kenapa kamu kayak gitu?! Emang kenapa kalau dia punya masalah mental?! Itu berarti dia butuh seseorang untuk membantunya dan selalu berada di sisinya! Kamu seharusnya menjadi teman yang baik! Bukan malah menyuruh orang lain untuk tidak berteman dengan dia!” Seru Eric, dia pun mengambil tanganku dan membawaku keluar. 

Ketika kita berada di luar, aku menepis tangannya kemudian menatapnya dengan sinis. Aku membuang muka dan hendak pergi ke kamar mandi tetapi dia mengambil tanganku dan menatapku lalu membuka mulutnya. 

 “Kamu sering disakiti sama dia kan? Kamu pasti juga sering dikhianati oleh teman temanmu sendiri karena masalah mentalmu, makannya kamu menjadi orang lain yang sangat berbeda dari dirimu yang asli karena kamu tidak ingin tersakiti lagi, aku merasa kasihan sama kamu karena kamu menjadi seperti ini..... Jangan khawatir kok, aku akan berjanji untuk tidak pernah menyakitimu dan tidak pernah meninggalkanmu! Aku akan selalu menjadi teman-“ Sebelum dia menyelesaikan perkataannya, Aku pun memukul pipinya, aku muak mendengar kata-kata itu, itu yang selalu mereka katakan, tetapi akhirnya mereka meninggalkanku dan mengkhianatiku. 

Eric memegang pipi kanannya yang memerah, orang-orang yang melihat itu mulai berbisik-bisik, aku sadar apa yang sedang kulalukan, aku pun mundur, Eric mencoba mendekati dan mengulurkan tanganmu tetapi aku menepisnya dan berlari ke kamar mandi kemudian menguncinya. 

Kenapa aku malah memukulnya?... Kenapa kenapa... sekarang aku bakal di skors... Orang tuaku pasti bakal memarahiku dan kecewa sama aku... Kenapa aku malah menamparnya?... Aku benar-benar orang yang jahat... Semua orang pasti bakal membenciku terus... Aku pun mencoba menenangkan diriku dan menahan diriku untuk tidak menangis.  

“Nufail, bapak ingin berbicara denganmu.” Tukas pak Kay sambil mengetuk pintu, aku yang mendengarnya mulai mengambil nafas yang dalam, mencoba untuk menenangkan diriku dan menstabilkan moodku. Setelah tenang aku membuka pintu kamar mandi dengan kepala yang menunduk. 

Bapak Kay mengangkat kepalaku, aku hanya memalingkan kepalaku dari tatapannya. Pak Kay mengambil nafas dalam. Dia pun jongkok kemudian mengelus kepalaku. Aku benar -benar ingin menangis tetapi aku harus kuat.... Aku nggak boleh nangis kayak anak kecil....  

Tubuhku begetar seperti kedinginan, aku nggak bisa nafas, punggungku terasa tersusuk ribuan pedang, aku takut... Aku benar-benar takut.... Bagaimana kalau abi dan umi bakal kecewa sama aku?... Apakah aku bakal diskors?...  

Apakah aku bakal dikeluarkan dari sekolah?... Aku sudah melakukan ini lebih dari tiga kali dan diskors... Menurut buku aturan sekolah... Kalau seorang murid melanggar aturan lebih dari 3 kali, dia bakal dikeluarkan dari sekolah, apakah itu yang akan terjadi?... 

Itulah yang ada di pikiranku, pak Kay yang melihatku melamun terus mengambil tanganku lalu membawaku ke ruang guru, aku pun duduk di lantai.  

Lihat selengkapnya