A Call From Heaven

Reza F. Rasyid
Chapter #1

Prolog


Peta Dunia Era


Matahari meninggi layaknya sang raja yang berjaya di masa emasnya. Bersinar terang bagai bara api raksasa yang pancarannya menerawang di bawah kerajaan Sevengard, hingga kilauan dan kehangatannya menyapa Istana Governoer, ibu kota Kerajaan Sevengard, tempat Maharaja Era bertahta. Rasanya seperti ada yang berbeda, kamu mungkin menganggapnya hal ini biasa saja, tapi ini bukanlah duniamu. Ini jauh dari alammu. Jauh dari apa yang kamu perkirakan.

Seorang perempuan berambut merah begitu terpesona saat menginjakkan kakinya di istana itu. Dia ingat betul terakhir kali datang ke tempat ini, delapan belas tahun yang lalu bersama ibunya, saat sedang menemani majikannya, Nyonya Amanda Cleveland, untuk urusan yang bagi seorang gadis kecil seperti dia tak pernah dipahaminya hingga saat ini. Tak disangka bahwa ia akan kemari lagi.

Istana itu masih saja sama seperti dulu, sama ruang tahtanya, sama tata letaknya, sama pondasinya, sama lantainya, sama harumnya dan sama ramainya, hanya permadani dan hiasan-hiasan di dinding saja yang terlihat berbeda. Dia memang bukan penduduk asli Kerajaan Sevengard. Jika kamu bertanya dari mana asal perempuan ini, dia berasal dari utara! Ya, tepatnya Kota Messambria di Kerajaan Windsky, sebuah kota dengan musim salju yang dapat saling bersalaman dengan musim-musim lainnya dalam kekekalan yang abadi. Beruntung karena pertemanannya dengan Imam Faithry, dia bisa dipanggil ke istana itu untuk urusan yang belum diketahuinya.

Apakah ini tugas untuk memimpin upacara doa? Atau ini hanya kunjungan biasa karena Imam Faithry membutuhkan seorang teman? Ia tak yakin bahwa Imam Faithry akan mengijinkannya untuk memimpin upacara doa, karena ia baru bergabung dengan Faithry dua tahun yang lalu, saat masa-masa kegelapan dan kejatuhan menimpa hidupnya. Beruntung baginya, ia diselamatkan oleh seorang wanita yang kini menjadi Imam Faithry di seluruh Era. Keberuntungan memang akan selau datang bagi mereka yang percaya.

“Nona Cleveland?” sapa salah satu penjaga istana.

“Panggil saja aku Tatiana, hai.”

“Baik Non—maksudku, Tatiana. Anda telah ditunggu Imam dan Tuan Ratu di ruang tamu istana. Mari hamba antarkan.”

Di antara lorong istana itu, tepat di ujung tikungan yang memisah antara arah kanan dan kiri, Tatiana dapat melihat lukisan besar yang terpajang pada dinding itu. Bingkai dari lukisan itu terbalut dengan emas yang kilauannya dapat menarik siapa saja yang melewati lorong itu. Itulah lukisan sosok maharaja Marcus Hoffman, Maharaja Era saat ini. Walau Tatiana tahu, ia tidak akan bertemu dengan sang maharaja karena sebelum datang ke istana ini, Tatiana telah mendengar desas-desus dari masyarakat di sekitar kota Governoer, bahwa anathema ke lima, mungkin terjadi di Kerajaan Vanderhall.

Hal yang konyol memang, mengingat kejadian anathema terakhir kali terjadi lebih dari lima ratus tahun yang lalu. Tetapi, desas-desus ini telah menarik perhatian Sang Maharaja, sehingga maharaja memutuskan untuk pergi langsung bersama pasukan khususnya, Raven, untuk menuju Kerajaan Vanderhall. Tidak aneh bagi Tatiana dan penduduk Kota Governoer, karena memang Maharaja Era yang bertahta di Sevengard saat ini adalah Raja Vanderhall itu sendiri. Pasti beliau tidak mau melihat kerajaan asalnya hancur berantakan karena terlambat mengatasi isu anathema ini.

Istana itu memang sangat luas, lengkap dengan ukiran-ukiran khas yang menghiasi pintu-pintu Istana yang terbuka secara lebar, jendela-jendela kaca istana begitu bersih dan terang sama seperti dulu, meskipun Tatiana tahu bahwa keberadaan istana itu telah ada sejak kerajaan-kerajaan di daratan Era bersatu di bawah Maharaja Pertama Era, Maharaja Sulaiman lebih dari satu milenia yang lalu. Tatiana dapat merasakan perjalanannya hanya untuk menuju ruang tamu istana saja sudah memasuki lorong-lorong yang berliku.

Beberapa tempat memang dilarang bagi pengunjung untuk memasukinya, tetapi istana ini memang terbuka untuk umum, terlihat dari pintu-pintu yang terbuka secara lebar dan banyaknya orang-orang yang lalu-lalang di tempat itu. Keamanan istana ini memang sangat kuat karena banyaknya tentara Imperial Sevengard yang keliling mengawal istana itu, sehingga tidak mungkin ada orang yang bisa masuk ke daerah terlarang.

Di salah satu lorong itu, juga terpajang lukisan-lukisan bagi orang-orang yang saat ini berjasa untuk kerajaan Sevengard. Tatiana melirik ke salah satu lukisan dan terpaku pada lukisan itu. Di lukisan itu terpampang jelas seorang laki-laki muda, mungkin beberapa tahun lebih tua darinya yang terlihat begitu mendominasi di antara lukisan-lukisan yang lain. Dari lukisannya saja, Tatiana dapat merasakan tatapan mata laki-laki itu begitu tajam hingga ia merasa terintimidasi olehnya, tatapannya jauh lebih tajam dari laki-laki-laki-laki lain yang lebih tua darinya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya jika ia bertemu langsung dengan laki-laki itu. Apakah ia akan merasa terintimidasi seperti itu? Bagaimana bisa laki-laki muda ini terpajang di deretan lukisan orang-orang yang lebih tua darinya? Di bawah lukisan itu menempel sebuah papan nama yang terbuat dari lapisan tembaga dengan ukiran yang bertuliskan:

 

Letnan dua (Purn.) Tentara Imperial Sevengard Daylan James Walter

Komandan Peleton khusus penjaga Tuan Ratu Aquila Hoffman

 

Pantas saja, pikir Tatiana, laki-laki itu merupakan komandan peleton khusus yang mengawal tuan ratu saat ini. Seketika, Tatiana teringat kembali pelajaran sejarah yang pernah ia pelajari saat kecil, pikirannya terbuka memilah lembaran demi lembaran buku yang pernah dibacanya selama ini. Nama keluarga itu memang tidak asing lagi baginya, keluarga Walter merupakan salah satu keluarga tertua yang masih tersisa dalam sejarah Era. Mereka memimpin Keadipatian Haven yang kini menjadi wilayah vassal dari kerajaan Vanderhall. Mereka terkenal dengan darah biru murninya, saking murninya siapa saja yang tidak memimpin Haven saat telah dewasa, harus mengganti dan menghapus nama belakang mereka dari Walter. Cukup keras memang. Namun, dari beberapa sumber yang Tatiana dengar, saat ia bertualang ke Vanderhall. Mereka yang mengganti nama mereka, kebanyakan menggantinya dengan Walterus.

Bisa Tatiana pahami bahwa laki-laki itu adalah putra seorang Adipati Haven saat ini. Namun, Tatiana menyadari ada hal yang aneh mengenai laki-laki itu terhadap dirinya yang pernah ia rasakan dulu, seakan-akan hembusan angin meraba-raba kulit halusnya dan waktu berjalan lambat selambat langkahnya saat memasuki pintu ruangan. Namun, semua itu berubah ketika Tatiana mendengar suara pintu yang menutup.

“Tatiana, selamat datang, Nak!” sambut Imam Faithry.

Lihat selengkapnya