A Day in My Life

Ariny Nurul haq
Chapter #3

Pertama Kali Jadi Pembicara Seminar Menulis

2015



Target yang harus kucapai di tahun 2015 antara lain :

  1. Jadi motivator wanita nomor dua di Indonesia
  2. Masuk di acara Hitam Putih
  3. Novelku difilmkan
  4. Arsha teen jadi mayor label
  5. Bersatu sama cinta pertama

Aku melototin daftar target yang aku tulis di tahun 2014. Kebiasaanku setiap tahun nulis target di kertas, dan kertas target itu ditempel di dinding samping komputer. Tulisan target itu yang bikin aku semangat. Sayangnya, sampai bulan Agustus 2015 target-target yang aku tulis belum ada satu pun yang berhasil aku wujudkan. Huft, apa aku terlalu tinggi nulis targetnya?

Mendadak aku jadi teringat kata-kata penulis fenomenal, Andrea Hirata di twitternya. Bunyinya seperti ini, “Di dunia ini tidak ada cita-cita yang ketinggian, adanya usaha yang tak setinggi cita-cita.”

Ya, aku mengerti maksud kata-kata itu. Setinggi apapun cita-cita kita bisa terwujud, asal usaha yang kita lakukan harus lebih keras lagi. Aku nggak boleh nyerah. Target-target yang kutulis pasti bisa kuwujudkan, walaupun nggak tahun ini masih ada tahun-tahun depan.

Namaku Ariny Nurul Haq, aku terlahir menjadi seorang disabilitas. Di dunia medis nama istilahnya itu Multiple Fraktur Kongenital. Yang artinya Kondisi patah di anggota gerak sejak lahir. Kata mama aku seperti ini karena waktu mengandungku, beliau sempat kepleset saat mandi di sungai.

Walaupun keadaanku demikisan, hal itu tak menyurutkan semangatku untuk jadi novelist yang keren. Saat ini aku sudah melahirkan 17 novel dan puluhan antologi. Namun bagiku itu belum keren karena novelku belum ada yang bestseller dan difilmkan.

Ting…Tong

Smartphoneku berbunyi. Kulirik layarnya ternyata 1 pesan masuk di Facebook. Pesan itu dari Harya Imoet. Aku berteman dengannya di Facebook sejak tahun 2011, tapi baru kali ini dia mengirimiku pesan. Pelan-pelan aku baca pesannya.

Mba. Pernah diundang jadi pembicara dalam sebuah acara ga?

Hah? Aku bingung, abis nggak ada angin dan nggak ada badai tiba-tiba Kak Harya menanyakan kayak gitu. Aku balas pesan darinya. 

Pernah, waktu seminar Mbak Asma Nadia. aku jadi pembicara pendamping, kenapa?

Dia membalas pesanku lagi, sehingga terjadilah obrolan panjang di chat. 

Harya Imoet : Gini. Kan dalam pembelajarn bahasa indonesia ada materi menulis cerpen. Nah, sebagai penulis pemula mereka bingung bagaimana mengembangkan cerita. Pengen deh kayanya ngundang Mbak ke sekolah saya tuk berbgi pengalaman tentang dunia menulis.

Aku: Aku jauh, di kalsel. berat ongkos mah hahaha

Harya Imoet : Saya juga di kalsel. papadaan jua wal ai (sesama orang Kalsel). Di kota Banjarmasin pas di km 7

Aku : Oh pantes. kirain luar kalsel

Harya Imoet : Pengen ngundang tuk ruang lingkup sekolah aja dan kelas 9. Dengan dana yang terbatas kira-kira bisa ga yaaa. Kalau siswa udah bisa nulis cerpen, karya mereka dibukukan

Aku : Adain di aulanya aja, jadi semua kelas bisa nyimak. kalo harga mah aku gak masalah yang penting dijemput aja sih. Nggak tau jalan Banjarmasin soalnya.

Harya Imoet : Sekolah kami nggak punya aula. Tapi ada kelas yang dindingnya bisa di lepas tuk acara dan pertemuan. Kelas 9 ada 3 kelas dengan jumlah 105 siswa. Kalau mulai kelas 7 takut ga efektif jadinya. Masalah jemput gampang. Asalkan Mbak ikhlas nerima semampu kami. Klo Mbak bersedia biar kapan acaranya. Kami atur lagi

Senyum sumringah terukir jelas di bibirku. Allah Maha Besar. DIA selalu tahu apa yang diinginkan umatnya. Baru tadi aku memikirkan gimana caranya mewujudkan target menjadi motivator wanita nomor dua di Indonesia Eh, Allah dengan cepatnya mengsabulkan permintaanku. Kunfayakun. Jika Allah sudah berkehendak maka terjadilah.

1= Sesama orang Kalsel. Memang sih Allah nggak langsung membuatku jadi motivator nomor dua di Indonesia, tapi setidaknya dengan mengisi seminar di sekolah Kak Harya, aku selangkah lebih keren. Siapa tau setelah itu makin banyak orang yang mengundangku mengisi seminar menulis. Jika hal itu terjadi dengan mudahnya aku akan menggenggam lima target 2015 yang aku tulis.

Tentu saja aku nggak menyia-nyiakan tawaran dari Kak Harya. Tanpa pikir panjang, aku menerima tawaran itu. Jari-jari tanganku mengetik balasan pesan lagi untuk Kak Harya. “Oke, aku bersedia. aku tunggu kabar selanjutnya ya.”

***

16 September 2015

Lihat selengkapnya