A Day in My Life

Ariny Nurul haq
Chapter #8

Hitam Putih

1 Juli 2016 pukul 20.00 WITA.

Dari jam 19.00-00.30 wita itu jadwalku nonton televisi. Karena aku suka banget sama Ammar Zoni dan Stefan William, jadi aku nggak mau melewatkan dua sinetron mereka: Anak Jalanan dan 7 Manusia Harimau.

Sinetron anak jalanan kebanyakan iklan, wajah sih soalnya ratingnya bagus. Saat iklan, aku biasanya sambil BBM-an atau liat-liat barang onlineshop di instagram. Pertama cek BBM dulu. Ada banyak pembaharuan. Ada yang update status, ada pula yang ganti foto profil. Status paling atas itu statusnya Om Risanta, wartawan Trans 7. Isi statusnya gini, “Syuting hitam putih dengan narasumber kai Untung.”

Hitam putih adalah acara talk show inspiratif yang ditayangkan di Trans 7. Presenternya si Deddy Corbuzier. Terselip keinginan meminta bantuan Om Risanta biar aku juga diundang ke acara hitam putih. Satu sisi aku gengsi. Terus aku kudu piye?

“Terkadang kunci utama meraih kesuksesan adalah membuang rasa gengsi jauh-jauh.”

Kata-kata sahabatku di facebook kembali terngiang di telingaku. Sepertinya benar, kalau aku ingin sukses aku harus membuang jauh-jauh rasa gengsi. Maka dari itu kuberanikan diri untuk nge-BBM Om Risanta buat minta bantuannya.

Aku: Kalau mau jadi bintang tamu di hitam putih harus ngajuin proposal dulu kah?

Om Risanta: Nggak juga. Ntar kita bikin liputan inspiratif deh, tentang Ariny penulis muda berbakat. Hehehe.

Aku: Boleh banget ya.

 Om Risanta: Sip. Insya Allah ya. Hari Selasa ke Jakarta syuting hitam putih. Insya Allah aku akan usulkan mbak Ariny ke produser hitam putih. 

Aku: Beneran, Om? Asyik.

Om Risanta: Iya. Mudahan nanti diterima produser hitam putih usulanku. Semangat ya Ariny. Boleh nggak minta nomor mamamu?

Aku: Boleh, Om. No. mama 085249618972. Ada apa ya om minta nomor mama?

Om Risanta: Cuma pengen sekadar kenal aja sama orang yang sudah melahirkan penulis muda berbakat hehehe

Lega rasanya keinginan kita sudah tersampaikan oleh orang yang bersangkutan. Untuk masalah hasilnya, aku serahkan sama Allah aja. Setidaknya  aku sudah biar diundang ke acara hitam putih. Usai BBM-an sama Om Risanta, waktunya nonton sinetron Anak Jalanan.

***

11 Agustus 2016.

Jika seorang penyanyi biasanya sebelum perform itu mengalami demam panggung. Begitu juga dengan penulis, sebelum menulis pasti pernah mengalami demam juga. Tapi bukan demam panggung namanya melainkan demam Microsoft Word. Hah? Demam Microsoft Word? Penyakit apaan tuh?

Demam Microsoft Word itu, penyakit yang bikin otak blank saat membuka Microsoft Word. Padahal sebelum buka, udah punya tekad kuat untuk nulis hari ini. Ujung-ujungnya cuma bengong di depan Microsoft Word. 

Walaupun aku sudah sering nulis novel, tetap saja demam MS. Word menghampiriku. Untungnya aku punya cara sendiri mengatasi demam ms.word yaitu memakai teknik idiom spontan. Idiom spontan adalah menyusun 3 kata di sekitarmu secara spontan.

Kuamati semua barang yang di sekitarku. Adanya kertas, komputer, dan menulis. Jika 3 kata itu disusun sehingga menjadi kalimat, “Aku melototin daftar target yang aku tulis di tahun 2014. Kebiasaanku itu setiap tahun nulis target di kertas, dan kertas target itu ditempel di dinding samping Komputer. Tulisan target itu yang bikin aku semangat.”

 “Rin, kamu harus segera berkemas baju-baju buat ke Jakarta.” Tiba-tiba Mama muncul dari warung tanpa ngucapin salam dulu.

Dahiku berkerut. “Loh, emang kenapa? Kok disuruh berkemas baju?” tanyaku heran.

“Kita besok ke Jakarta buat syuting Hitam Putih.”

“Hahaha … Mama jangan ngaco deh. Kalau tim Hitam Putih mau jemput aku, pasti mereka nelpon dulu,” ujarku nggak percaya dengan ucapan mama.

“Yang dikatakan mamamu benar, Rin. Besok nanti kamulah bintang tamu di Hitam Putih, momen wanita inspiratif Indonesia. Kami sudah nelpon mamamu, tapi kami sengaja minta mamamu merahasiakan sama kamu, biar surprise.” Terdengar suara bass seorang pria yang sudah nggak asing di telingaku. Tapi bukan suara Papa.

Aku mendongakkan kepala. Om Risanta berdiri tegak di sebelah mama. Aku bingung sendiri. Ini mimpi atau nyata? 

“Hey, kok bengong? Mau nggak nih syuting Hitam Putih?”

“Mau banget.”

Tanpa pikir panjang, aku mematikan komputer lalu pergi ke kamar buat siap-siap ke Jakarta. Ah, senangnya hatiku. Satu impianku terwujud lagi. Bulan Agustus membawa berkah tersendiri buatku. Tentunya juga berkat campur tangan Allah. Terima kasih ya Allah.  

***

Aku dan Mama sudah tiba di bandara Soekarno Hatta. Aku merentangkan kedua tangan. “Jakarta, I’m Coming!” teriakku sekencang-kencangnya. Semua Mata tertuju padaku. Mama menyenggol tanganku. 

Please deh, Rin. Nggak usah ndeso gitu. Malu-maluin aja,” ujar Mama berbisik di telingaku. 

“Biarin weee.”

Mobil mewah bertulisan Trans 7 berhenti tepat di depanku. Sesaat kemudian kaca mobilnya terbuka lalu kepala si sopirnya muncul. “Kamu Mbak Ariny sama mamanya bukan?” tanya si sopir.

“Iya. Mas sendiri siapa?” tanyaku balik.

Si sopir itu pun turun dari mobil. “Perkenalkan saya Andi, sopir hitam putih. Saya ditugaskan jemput Mbak Ariny beserta mamanya,” ucapya ramah. Dia juga mempersilakanku sama Mama masuk ke mobil. 

“Rin, kamu yakin dia sopir hitam putih? Mama takutnya dia itu culik kita,” Mama berbisik di telingaku.

Alamak, gini nih kalau mama demen nonton Sinetron Tukang Bubur Naik Haji. Mama jadi ketularan Haji Muhidin, salah satu tokoh di sinetron itu yang suka su’udzon sama orang. “Kalau dia mau culik kita kenapa coba bisa tau namaku dan hitam putih? Lagian apa untungnya coba nyulik kita? Yuk, ah masuk ke mobil.”

Lihat selengkapnya