A Day in My Life

Ariny Nurul haq
Chapter #12

Lahirnya Arsha Teen

6 Bulan setelah gabung di GPP.

Lagi asyik online facebook, tiba-tiba ada sms dari Virra. Dia adalah wakil sekaligus editor GP. Aku dan dia sudah saling percaya layaknya saudara. 

Aku tahu dia sekarang ada main hati dengan owner GPP. Awalnya aku merasa nggak sreg. Nggak tahu kenapa. Hari gini emang beneran ada yang beneran bisa cinta hanya lewat online?

Aku juga coba ingatkan Virra biar nggak gitu dalam mencintai cinta onlinenya itu. Jadi kalau putus, hubungan pekerjaan tetap baik-baik saja. Ternyata dia mengabaikan nasehatku. Ya sudahlah, aku nggak mau ikut campur urusan percintaannya lagi.

Mbak, bisa tolongin aku nggak? 

Aku balas pesannya dia.


 Tolongin apa?

Selang lima menit dia balas pesanku lagi. 


Tolong buka fb-ku, catet orderan buku GPP. Aku lagi sakit, nggak dibolehin online. 


Tak lupa dia mencantumkan alamat email dan password Facebooknya. Berhubung aku lagi online, kukabulkan permintaan Virra. Logout dari FB pribadi beralih login FB Virra. Berhasil. Di FB Virra ada banyak pesan masuk. Rata-rata pesan dari pengorder buku GPP. Tapi ada satu pesan yang menggelitik rasa penasaranku. Pesan dari owner GPP.  

Aku terkejut baca pesan mereka. Owner GPP bilang ke Virra bahwa belum punya akta notaris. Aku pikir kalau GPP belum punya akta notaris berarti selama ini GP memakai ISBN palsu? 

Langsung buka lemari untuk mengambil dua novel. Satu novelku yang terbit di GPP judulnya ‘Ketika Cinta Semerah Darah’ sedangkan satunya lagi novel Indah Hanaco terbitan Grasindo. Dahiku mengernyit. ISBN novelku yang terbit di GPP berbeda dengan novel terbitan Grasindo.

Aku curhat sama Mas HW Prakoso, owner DeKa Publisher terkait ISBN palsu. Dia menyarakan aku nelpon PNRI. Dari dia jugalah aku berhasil menemukan nomor PNRI.

Menghubungi PNRI nggak segampang yang dibayangkan. Nomornya sibuk terus. Rasa penasaran tingkat dewa aku tetap berusaha menghubungi PNRI. Hingga akhirnya telepon kelima diangkat. Rasanya bagai menang undian 1 M.

“Hallo, selamat siang. Ada yang bisa kami bantu?” ujar petugas PNRI.

“Selamat siang juga. Apa benar ini nomor PNRI?”

“Iya, benar.”

“Begini saya mau nanya, novel Ketika Cinta Semerah Darah ISBN-nya berapa ya? Sebab saya mencurigai oknum penerbit memberikan ISBN palsu.”

“Bentar, saya cek dulu.”

“Mbak, novel Ketika Cinta Semerah Darah tidak terdaftar di PNRI.”

Klik. Aku mematikan telepon. Marah, sakit hati dan kecewa melebur jadi satu. Fix. Wawan dan Virra tega membohongi aku. Sia-sia selama enam bulan aku membantu mereka di GPP. Kerjaku dibayar kebohongan. Aku tak terima, aku beberin ke FB tapi cara halus. 

Aku upload foto ISBN Ketika Cinta Semerah Darah dengan keterangan foto, “Bagi penulis pemula buku ber-ISBN pasti terlihat keren, gimana kenyataannya buku malah dikasih ISBN palsu? Hati-hati ya, guys. Normalnya ISBN asli itu diawali kode 978.”

Postinganku itu sekejap bikin dunia literasi geger. Berbondong-bondong penulis GP menarik naskah dari GP. Banyak juga di antara mereka yang membully aku. Mereka mengatakan, “maling teriak maling.”

Lihat selengkapnya