A Day in My Life

Ariny Nurul haq
Chapter #26

Gara-gara Ipar Kurang Adab

2023-2024.

Nggak banyak yang tahu aku sebenarnya pasien psikolog. Yup. Sudah 3 kali bolak-balik ke psikolog berbeda. Mereka semua mendiagnosa bahwa gejala anxiety sedang. Faktornya ada ada dua luka perpisahan dan luka pengasuhan. Akan kuceritakan satu per satu.

Luka perpisahan. 2003 aku pindah ke Kalsel karena krisis moneter. Datuk (nenek-kakeknya Mama) menyuruh kumpul di Banjar saja. Saat itu aku belum siap sama perpisahan. Ibaratnya lagi sayang-sayangnya sama teman-teman SD. Akibatnya aku sekarang suka denial. Aku tahu seseorang yang dekat denganku itu nggak baik, tapi aku coba positif thinking, “Masa sih dia sejahat itu ke aku?” Padahal aslinya aku takut perpisahan. Ada yang mau resign, tapi aku tahan-tahan. Ternyata makin aku genggam, makik sakit. Malah makin ketahuan bobroknya.

Luka pengasuhan. Sejak adikku bernama Opick lahir tahun 2000. Kebahagiaanku sirna. Aku disuruh mengalah terus demi adikku. Lalu, perlakuan orang tuaku sangat berbeda. Kalau aku minta sesuatu yang mahal, langsung dimarahin. Disuruh menabung atau harus dapat nilai bagus terlebih dahulu. Sedangkan adikku, boro-boro nilai bagus. Nggak naik kelas aja malah dipuji. Zaman musim Blackberry, adikku minta Blackberry langsung dibelikan tanpa ada makian atau disuruh nabung dulu. 

Sejak aku jadi penulis apalagi jadi CEO AT Press, aku sudah berdamai dengan luka perlakuan berbeda itu. Toh, sekarang aku bisa beli apa pun dengan uangku sendiri. 

Tahun 2022, si Opick kujuk-kujuk melamar cewek. Sebut aja namanya Romlah. Zaman mereka pacaran nggak pernah dikenalkan ke keluarga. Aku sebenarnya ragu, itu bocil masih belum mapan finansialnya. Hanya kerja ojek online. Anehnya orang tuaku langsung setuju, “daripada ntar dia ngehamilin anak orang. Yang penting mau kerja.”

Aku excited. Artinya nambah keluarga baru. Aku punya ipar cewek. Saking excitednya aku bantu nyumbang resepsi pernikahannya berupa seragam keluarga senilai 1.7 juta, souvenir kipas 1.3 juta dan es krim 800 ribu. 

Si Opick juga dibelikan rumah KPR sama Abah. Biaya dapur, DP dan lain-lain total 70 jutaanlah. Aku nggak iri ini karena aku pikir dengan dia punya rumah sendiri, dia keluar dari rumah utama. Otomatis aku jadi anak tunggal. Hidupku bakal damai sentosa.

Ternyata aku salah. Si Opick itu justru malah semakin membebaniku dan orang tua. Katanya, penghasilan jadi ojek online kurang. Jadi, rumah KPR, token listrik, PDAM, sembako, gas, dan minta 50-100 ribu dari orang tuaku. Aku sudah berkali-kali bilang ke orang tua, stop bantu. Biar dia belajar tanggung jawab ke anak istrinya. Namun, orang tuaku malah marah. Membela Si Bangsat Beban *julukan dari itu mulai detik ini. Ya sudahlah. Bodo amat. Toh, itu anak mereka.

Belum lagi, aku merasa nggak sreg sama iparku. Romlah terkesan kurang adab. Pasalnya setiap kami ke rumah KPR untuk makan bersama, Romlah malah makan di kamar. 

Aku sudah coba berdamai orang tua terus-terusan memikirkan keuangan si Beban doang. Yang membuatku makin murka adalah ketika aku mengajak orang tua ke Jakarta karena event DKJ, jawaban mereka, “Nanti kalau adikmu butuh duit gimana?” Akhirnya nggak jadi pergi.

Agustus 2023, anaknya Opick lahir. Bertambah pengeluaran. Romlah nggak bisa menghasilkan ASI. Alhasil, susu formula. Mana susu formulanya yang mahal 200 ribu per dua hari alasannya karena alergi.

Si Romlah ini juga bayak gaya. Gaya elit ekonomi sulit. Sok-sokan pasang AC. Mengakunya sih uang hasil sewa ruko orang tuanya. Namun, tetap saja tokennya yang bayar orang tuanya. Tambah sering isi token kalau ada AC.

Desember 2023. Tiba-tiba abahku bilang, “Tolong belikan jaket Gojek buat adekmu di Shopee. Talangin dulu. Nanti aku bayar.”

Betapa sakit hatinya aku. Orang tua selama 10 tahun nggak pernah menanyakan gimana keuanganmu? Ada masalah apa? Ada cicilan berapa? Fokus mereka hanya tertuju ke Si Bangsat Beban. Sekarang perkara baju Gojek aja harus pakai uangku? Dih, najisssss. 

Abahku malah bilang, “Kamu mau pergi aja dari rumah ini? Kamu banyak duit loh, dimintai tolong beliin jaket adekmu aja nggak mau. Sesama saudara itu harus saling bantu. Nanti kalau kami nggak ada kamu sama siapa kalau bukan sama adekmu.”

Belain aja terus Si Bangsat Beban.

Lihat selengkapnya