A Gift For Everyone

Fann Ardian
Chapter #11

A Nice Afternoon Letter

Baiklah, sepertinya aku harus membuat sebuah pengakuan. Sebenarnya, Candice dan Chris bukanlah orang-orang terlama yang kukenal. Aku mengenal Candice saat pertama kali masuk TK, dan Chris saat kelas 1 SD. Jauh sebelum itu, kukira umurku baru 1-2 tahun, atau mungkin 3 tahun, pokoknya balita, aku juga punya beberapa teman kecil.

Kau sekarang boleh menyebutku sebagai “si orang yang punya banyak teman”, atau sebenarnya adalah “si orang yang menyebut banyak orang adalah temannya”. Karena aku juga berpikir begitu ketika sudah sampai di bab ini HAHAHA. Oke. Tapi perlu kuingatkan lagi, orang-orang ini muncul di masa yang berbeda selama hidupku. Dan tentu saja kita bertemu banyak orang sepanjang hidup kita, bukan? Aku hanya sangat mengapresiasi setiap masa di hidupku dan juga siapapun yang ada di dalamnya. Ditambah, memori jangka panjangku juga kuat dan bagus. 

Berdasarkan dari album-album foto yang ada di rumah, dulu aku memiliki dua teman kecil. Aku jelas tidak ingat masa-masa itu. Kurasa otak kita mulai berfungsi untuk mengingat memori-memori masa kecil ketika si anak sudah menginjak umur lima tahun. Sebelum umur tersebut, semuanya hanyalah bayang-bayang samar atau kau melupakannya sepenuhnya. 

Kami dulu bermain bertiga, sebenarnya lebih ke Bibi Helga yang senang berbincang-bincang dengan para pengasuh kedua temanku ini. Teman kecilku yang pertama bernama Karenina, tapi semua orang memanggilnya Anna. Bibi Helga bilang dia dulu sangat akrab dengan ibu Anna. Yang kedua adalah Ciccio, atau singkatnya Cio. Waktu itu Cio sering ditemani oleh kakaknya yang hampir dua puluh tahun lebih tua darinya. Kata Bibi Helga, dulu orang tua mereka menikah dan hamil muda, lalu tiba-tiba dua dekade berikutnya Cio lahir.  

Bahkan ada satu foto yang memperlihatkan aku dan Cio sedang berciuman. Bukan berciuman seperti yang kau pikirkan, kami hanya saling mengecup pipi satu sama lain. Lagipula, aku dan Cio juga masih bayi.   

Seperti yang kau ketahui, tidak banyak yang kuingat dari masa balita kami itu. Malah kenyataannya aku tidak mengingat apapun. Kata Bibi Helga, tidak lama berselang setelah itu keluarga Anna pindah rumah. Satu tahun kemudian, keluarga Cio juga pindah. Bibi Helga tidak ingat ke mana keluarga kedua temanku itu pergi, jadi dengan secara sendirinya komunikasi dan hubungan di antara keluarga kami bertiga terputus dan memudar begitu saja. Lalu bertahun-tahun selanjutnya, ketika aku sedang duduk membaca novel di beranda rumah, seorang gadis berambut hitam panjang datang menghampiriku.


***


Melrose memang juara sebagai tempat yang menjual peralatan seni paling estetik dan bervariasi. Aku berdiri sambil berkacak pinggang memandangi bermacam-macam warna cat, berbagai bentuk kuas dan palet, kanvas dan buku-buku sketsa, serta alat-alat dan pernak-pernik lukis lainnya. Aku berniat untuk membeli kanvas dan peralatan melukis, tapi aku kesulitan menentukan jenis cat apa yang harus kupilih.

“Hai. Permisi.” Aku memanggil salah seorang pegawai Melrose. “Bisakah kau membantuku menentukan cat apa yang lebih bagus?”

Pegawai itu melangkah mendekatiku. “Setiap jenis cat memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Lukisan seperti apa yang kau harap untuk kau lukis?”

“Emm…” aku bergumam panjang. Aku tidak tahu aku mau melukis apa. “Sesuatu yang lebih mudah dan sederhana, mungkin? Maksudku ketika proses melukisnya.”

Si pegawai memandangi sebentar etalase, lalu ia mengambil salah satu kotak cat berwarna hitam dengan banyak kubus-kubus warna di dalamnya. “Kusarankan untuk membeli cat air,” ujarnya.

Aku menerima kotak cat itu. “Begitukah?”


***


“Hai, Olivia,” sapa gadis berambut hitam itu.       

Lihat selengkapnya