JAKE
Aku membutuh udara segar dan memutuskan pergi ke taman rumah sakit. Ruang rawat membuatku tidak nyaman. Entah mengapa, saat berada dilingkungan ini aku terus-menerus mengingat putriku. Apalagi saat Daphne memintaku untuk menemui terapi. Aku menghargai apa yang Daphne lakukan, tetapi aku tidak suka hal itu.
Aku duduk dibangku taman dan melihat langit yang begitu cerah. Membuatku teringat kepada putriku. Dia begitu suka bermain keluar, menghirup udara segar, melihat hewan peliharaan orang. Aku tidak pernah mengizinkan dia memiliki hewan peliharaan karena kanker yang di deritanya. Aku takut hal sekecil hewan peliharaan membuatnya tambah sakit.
“Pria menyedihkan dan tidak punya teman,” ucap gadis kecil di sampingku. Aku terkejut karena bangku ini kosong saat aku duduki. Sejak kapan anak ini datang.
“Apa kau membicarakan aku?” tanyaku kepada gadis kecil itu.
“Ya. Anda terlihat seperti pria yang menyedihkan dan akan mati seorang diri,” ucap gadis itu yang masih berani menghinaku.
Itu membuatku kesal karena anak kecil tidak pernah berbohong. Lagi pula, mengapa anak ini menghampiriku dan menghinaku. Di mana orang tua anak ini? Apa mereka tidak mengawasi anak mereka. Perasaanku campur aduk dan aku tidak bisa memarahi anak ini. Awas saja, saat orang tuanya datang aku akan menegur mereka.
“Pasti Anda terlalu banyak meminum alkohol. Mata Anda terlihat merah dan muka Anda terlihat lelah,” ucap gadis kecil itu yang membuatku heran.
“Sok tahu. Apa kamu belajar hal di sekolah?” tanyaku dengan nada bercanda.
“Tidak. Orang yang mengadopsiku adalah pencandu alkohol. Malam ataupun siang, dia selalu meminum alkohol. Anda terlihat ingin memarahiku saat aku bilang Anda pria menyedihkan. Orang yang mengadopsiku selalu marah saat mendengar hinaan dari mulutku,” ucap gadis ini yang membuatku tidak bisa berucap apa-apa.
“Hahaha. Mengapa kamu bisa masuk rumah sakit? Aku juga belum mengetahui namamu,” balasku yang berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Seorang remaja bodoh menabrakku dengan sepeda. Namaku Chloe.”
Tak lama, aku melihat Aiden yang sedang kebingungan. Anak itu seperti mencari seseorang. Aiden memutar taman, tetapi aku malas memanggilnya. Aku menghindar anak itu karena anak itu pasti bertanya tentang jurnal yang dia tulis tentang putriku. Aku belum membuka jurnal itu, aku tidak mempunyai keberanian. Aku seorang pengecut.
Namun, Aiden melihatku dan langsung menghampiriku. “Kau jangan menghilang tiba-tiba! Aku mencari kau ke mana-mana.” Ucap Aiden kepada gadis kecil bernama Chloe itu. Sekarang banyak sekali pertanyaan dikepalaku tentang anak ini. Aiden juga terkejut melihatku dengan wajahnya penuh kebingungan. Aiden saja bingung apalagi aku, yang tidak mengerti apa yang terjadi.
“Paman, apa Paman kenal dengan gadis ini?” tanya Aiden kepadaku.
“Tidak. Kami bertemu dibangku taman ini,” jawabku.
“Menyenangkan. Orang yang menabrakku mengenal pria menyedihkan yang berbicara denganku,” ucap Chloe dan aku terkejut mendengarnya.
“Aiden, apa kau menabraknya dengan sepeda?! Apa ibumu tahu?” tanyaku dengan panik.
“Ya, tetapi aku punya alasan yang bagus. Anak ini berlari dan aku tidak melihatnya. Aku sudah menelepon ibuku, tetapi dia terdengar begitu marah. Tolong aku, Paman,” jawab Aiden.
Jujur, aku tidak bisa memproses apa yang terjadi. Aku bahkan tidak mengetahui Aiden bisa menggunakan sepeda. Aku rasa Clara tidak bercanda saat mengatakan Aiden adalah remaja yang gila. Bagaimana bisa Aiden menabrak seorang gadis kecil dengan sebuah sepeda? Aku benar-benar bingung saat ini.
Tak lama Clara datang dan terlihat marah. Clara langsung menjewer kuping Aiden dan memarahi anak itu. Aku tidak pernah melihat Clara semarah itu. Clara mengucapkan kata-kata yang tidak aku mengerti. Aku hanya terdiam dan menyaksikan apa yang terjadi. Sesekali gadis kecil bernama Chloe itu tertawa. Namun, gadis itu diam dan berusaha menghargai Clara yang sedang marah.
***
CLARA
Sebulan kemudian, aku masih menghukum Aiden karena menabrak gadis kecil dengan sebuah sepeda. Aku tidak habis pikir dengan anak satu itu. Aku tidak akan pernah membelikan akan itu motor seperti yang dia minta. Dengan sepeda saja anak itu sudah menabrak orang, apalagi motor.
Namun, kejadian itu sungguh kebetulan yang ajaib. Ternyata, gadis kecil itu adalah yatim piatu yang dicari oleh Daphne karena kabur dari panti asuhan. Daphne sungguh bersyukur saat mengetahui gadis kecil itu tidak terluka parah. Jake sempat kesal karena gadis kecil itu mengatakan dirinya menyedihkan, tetapi gadis itu benar.
“Apa Aiden masih dihukum?” tanya Jake yang tiba-tiba masuk ke dalam ruanganku.
“Apa yang kamu butuhkan, Jake? Kamu tidak peduli dengan Aiden. Basa-basi yang kurang,” jawabku yang membuat Jake langsung masuk ke dalam ruanganku dan menutup pintu rapat-rapat. Wajah Jake berubah seketika, dia menjadi lebih serius dan terlihat panik. Aku tidak mengetahui mengapa Jake menghampiriku di jam makan siang.
“Apa kamu memiliki minuman? Aku haus,” tanya Jake dan bisa-bisanya aku mengerti maksud orang itu.
“Tidak! Aku tidak minum di jam kerja. Aku memang gila, tetapi tidak segila itu. Lagi pula, harusnya kamu pergi ke terapi yang Daphne sarankan. Berhentilah mencari penyakit,” jawabku dengan nada kesal.