CHLOE
Seminggu berlalu, akhirnya aku bisa keluar dari rumah sakit itu. Namun, paman Jake menjadi lebih khawatir kepadaku. Paman Jake memastikan aku makan dengan baik, mengantarkan aku ke mana saja padahal dia sibuk, dan mengganti semua benda yang mudah pecah. Menurutku, ini sedikit berlebihan. Namun, aku sedikit menikmati hal itu. Tidak ada yang mengkhawatirkan aku sampai seperti itu.
“Chloe, ayo makan! Seharian kamu hanya di kamar,” ucap paman Jake sambil mengetuk pintu kamarku.
“Apa aku boleh makan di kamar?” tanyaku yang sudah sangat malas untuk keluar.
“Baiklah, tapi habiskan makanannya. Jangan sampai tidak habis,” jawab paman Jake lalu pergi.
Aku kembali membaca buku yang Aiden berikan kepadaku. Aiden membelikan aku kumpulan dongeng putri. Namun, membaca ini membuat aku sadar hal seperti itu tidak akan terjadi. Aku menghargai Aiden membelikan aku buku ini, tetapi aku penasaran apa yang terjadi setelah akhir bahagia. Ternyata paman Jake benar, tidak semua cerita berakhir bahagia.
Paman Jake masuk ke kamarku membawa sepiring makanan dan segelas air putih. Paman Jake langsung menaruh semua itu di meja belajarku. Aku pun langsung duduk dan bersedia untuk makan. Namun, ada wortel. Aku tidak menyukai hal itu. Aku sudah bilang kepada paman Jake berkali-kali, tetapi dia tidak mendengarkan. Wortel itu membuatku malas makan. Aku langsung memasang wajah cemberut kepada paman Jake.
“Tidak. Kamu harus makan sayur. Kamu bukan tidak suka wortel, kamu tidak suka semua sayur,” tegur paman Jake yang membuatku kesal.
“Baiklah. Akan tetapi, Paman suapi aku dan sembunyikan wortelnya biar aku tidak tahu. Baru aku mau makan,” pintaku.
Paman Jake pun langsung menuruti hal itu dan menyuapi aku. Paman Jake benar-benar menyembunyikan wortel itu sehingga aku tidak menyadari hal itu. Setiap suapan selalu aku cek, ada wortel atau tidak. Itu membuat paman Jake kesal, tetapi membuatku senang. Aku akan melakukan hal ini, jika Paman Jake memberikan aku makan sayur. Supaya paman Jake lelah memberikan aku sayur lagi.
Setelah beberapa menit, akhirnya aku selesai makan. Paman Jake langsung menaruh piring kotor itu ke dapur. Saat paman Jake ke dapur, dia meninggalkan ponselnya dan ponselnya terus-menerus berbunyi. Aku mengeceknya dan di layarnya tertulis ‘Katherine’ aku tidak mengetahui siapa itu. Namun, orang itu menelepon hingga beberapa kali, itu membuat kupingku sakit. Akhirnya, aku mengangkat panggilan itu.
“Halo? Jake, akhirnya kamu mengangkat juga. Aku ingin berbicara,” ucap wanita itu saat aku mengangkat panggilan itu.
“Halo? Orangnya sedang tidak ada. Telepon nanti atau tinggalkan pesan suara,” balasku.
“Apa kamu tidak mengingat ibumu? Apa ayahmu benar-benar tidak memberitahu tentangku. Bagaimana kabarmu?”
Sekarang aku bingung. Tentu saja, ibuku sudah meninggalkan aku di panti asuhan. Jadi, untuk apa dia menelepon lewat paman Jake. Mungkin saja, ini ibunya Kaylin. Namun, Kaylin sudah tidak ada. Aku sungguh bingung. Aku hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan orang itu. Orang itu berbicara, tetapi aku tidak mendengarkan. Orang itu berbicara betapa dia merindukan aku karena tidak bertemuku sejak aku lahir. Aku semakin bingung.
Belum sempat aku menjawab, paman Jake langsung mengambil ponselnya. Paman Jake terlihat terkejut dan keluar bersama ponselnya, paman Jake juga menutup pintu kamarku dengan begitu kencang. Aku membuka pintu sedikit dan mendengarkan apa yang paman Jake bicarakan. Paman terdengar marah dan membentak orang itu. Paman Jake terlihat seram saat sedang marah. Aku sendiri takut mendengar ucapan paman Jake.
“Chloe, apa-apaan?! Kamu tidak seharusnya mengangkat panggilan itu!” ucap paman Jake yang tiba-tiba mendorong pintu sehingga membuatku terjatuh.
“Dia terus menelepon, jadi aku angkat. Suara nada deringnya sangat mengganggu,” balasku yang berusaha berdiri. Rasanya sangat sakit, ditambah paman Jake tidak membantuku berdiri.
“Jika nada dering itu mengganggu, matikan saja suaranya. Jangan mengangkat panggilannya,” ucap paman Jake dengan nada tinggi.
“Aku tidak tahu caranya! Lagi pula, dia tidak berbicara apa-apa. Aku juga tidak mengerti apa yang dia ucapkan,” balasku dengan kesal.
“Chloe, jangan pernah menyentuh ponselku lagi! Aku tidak pernah menyentuh barang-barang kamu tanpa izin,” tegur paman Jake.
“Aku pernah mengangkat panggilan dari bibi Clara dan paman tidak marah. Kenapa sekarang paman marah?” tanyaku yang tidak terima.
“Kamu tidak akan mengerti! Kamu masih kecil. Jadi, jangan sok menjadi orang dewasa. Kamu berada di rumahku, jadi ikuti aturanku. Kamu harusnya bersyukur aku menghargai kamu dan tidak memperlakukan kamu semena-mena. Pokoknya, jangan membuka ponselku sembarangan,” bentak paman Jake.