JAKE
Chloe sekali lagi masuk rumah sakit. Ternyata, Chloe alergi terhadap buah anggur. Chloe tidak mengetahui itu karena dia tidak pernah memakan buah anggur. Untung, Clara dengan cepat membawa Chloe ke rumah sakit. Jika telat sedikit saja, Chloe sudah tidak bisa bernafas lagi. Itu membuatku takut. Chloe baru keluar dari rumah sakit seminggu yang lalu dan sekarang, dia masuk rumah sakit lagi.
Aku mengelus rambut Chloe yang tertidur di ranjang rumah sakit. Chloe terlihat begitu pucat dan wajahnya masih sedikit merah. Aku menggenggam tangan kecilnya seperti aku menggenggam tangan kecil Kaylin. Mungkin lebih tepatnya, aku menggenggam tangan kecilnya seperti putri kecilku. Aku takut kehilangan putri kecilku ini. Aku takut kejadian yang sama akan terulang lagi. Chloe bisa saja mati karena reaksi alergi itu.
“Paman Jake ...” ucap Chloe yang membuka matanya.
“Hei, putri kecilku. Apa yang kamu rasakan? Apa ada yang sakit?” tanyaku.
“Aku ingin minum ...” pinta Chloe.
Aku membantu Chloe duduk dan menyuapinya air putih. Chloe minum sedikit sekali, tidak ada perubahan. Anak itu masih tidak suka air putih. Aku hanya membiarkan hal itu. Aku membantunya membaringkan tubuhnya lagi dan membiarkan dia istirahat. Aku tidak berbicara banyak karena aku takut Chloe masih marah kepadaku. Aku ingin berbicara tentang seberapa takutnya diriku, tetapi Chloe terlihat begitu lemah. Anak itu butuh banyak istirahat.
“Kenapa aku masuk rumah sakit, Ayah?” tanya Chloe yang membuatku terkejut.
“Chloe, apa kamu sedang halusinasi? Kamu memanggilku ayah,” jawabku yang khawatir Chloe berhalusinasi.
“Maksud aku, Paman Jake,” sangkal Chloe. Itu membuatku tertawa.
Aku mengecup kening Chloe dan berkata. “Kamu terkena reaksi alergi. Sekarang, kamu baik-baik saja. Hanya saja, tidak boleh makan anggur lagi.” Chloe hanya terdiam. “Kamu bisa memanggil aku Ayah, kalau kamu mau. Aku tidak keberatan.” Aku sedikit suka saat Chloe tidak sengaja memanggilku ayahnya. Sudah lama aku tidak mendengar kalimat itu.
“Aku masih marah. Aku hanya lemas, jadi tidak bisa memarahi Paman,” ucap Chloe yang membuatku tertawa kecil.
“Iya, aku tidak lupa dengan hal itu. Paman menyayangi kamu,” balasku sambil tersenyum.
“Apa Paman benar-benar menyayangi aku?” tanya Chloe.
“Tentu saja,” jawabku.
“Aku menyayangi Paman juga. Aku memaafkan Paman karena Paman menyayangi aku,” ucap Chloe yang membuatku senang.
Aku mengecup kening Chloe sekali lagi dan berkata. “Tidurlah. Paman di sini sampai kamu tertidur.”
***
CLARA
Di malam hari, Jake meneleponku dalam keadaan mabuk. Jake memintaku untuk datang ke apartemennya. Aku hanya menuruti hal itu dan datang ke apartemennya. Jake berada dikamarnya seorang diri. Daphne berada di rumah sakit menjaga Chloe dan aku terpaksa meninggalkan Aiden sendiri di rumah. Aku duduk dipinggir kasur tepat di samping Jake yang tertidur. Orang itu memanggilku malam-malam dan meninggalkanku tidur.
Aku meminum alkohol yang tersisa di situ. Seketika Jake terbangun dan menyadari keberadaanku. Jake menatapku dan tidak mengucapkan apa-apa. Aku rasa, Jake lupa dirinya yang memanggilku untuk menemuinya. Aku hanya bisa tersenyum melihat kebodohan Jake. Namun, dia tidak benar-benar bodoh. Dia pintar dengan caranya sendiri. Itu yang membuatku suka padanya.
“Clara ... kenapa kamu di sini?” tanya Jake dengan suara mabuknya.
“Kamu menelepon aku dan bilang ini keadaan darurat. Apa kamu lupa?” jawabku dengan nada sindiran.
Jake berusaha duduk dengan keadaan yang sangat mabuk. Jake menghadap ke arahku dan menggenggam kedua tanganku. Entah apa yang ingin Jake lakukan. Jake menatapku dengan matanya yang indah, tatapannya begitu dalam. Membuatku tidak kuat untuk menatapnya. Jake tersenyum tipis saat melihat pipiku yang merah. Aku tidak pernah sedekat ini dengan Jake. Jake memegang pipiku dan memaksaku melihat kepada dirinya.
“Kamu sama cantiknya saat aku bertemu kamu pertama kali,” puji Jake.
“Jake, berapa banyak alkohol yang kamu minum? Kamu terdengar begitu teler,” tegurku. “Lagi pula, kenapa kamu minum? Apa terjadi sesuatu kepada Chloe?”
“Dia sangat baik. Dia menyayangiku dan memaafkan aku. Aku minum hanya untuk menghilangkan beban pikiran. Aku menyayangi kamu juga,” ucap Jake yang semakin aneh.
“Jake! Aku bukan Katherine, aku Clara. Sadarlah,” balasku dengan kesal.
Aku ingat sekali kejadian malam itu, Jake baru saja putus dengan Katherine. Mereka sempat putus sebelum mereka benar-benar menikah. Jake sangat sedih karena dia begitu mencintai Katherine. Malam itu, Jake mengajakku untuk minum-minum di sebuah bar. Namun, aku tidak bisa melakukan hal itu karena aku belum 21 tahun. Pada akhirnya, Jake membelikan aku minuman pertamaku. Kami mabuk bersama di apartemen ini. Aku bilang kepada Jake kalau aku mencintainya. Dia membalas ucapan itu, tetapi memanggilku Katherine. Sejak saat itu, ketika mabuk Jake selalu memanggilku Katherine.
Aku tidak keberatan dengan hal itu. Namun, setiap kali aku mendengar hal itu. Hatiku serasa ditusuk oleh kenyataan. Aku hanya ingin dicintai dengan benar, bukan hanya omong kosong. Hal itu, tidak bisa Jake berikan kepadaku. Banyak pria bodoh dan tampan di luar sana. Namun, aku hanya jatuh cinta dengan kebodohan Jake. Tidak ada yang mengerti Jake seperti aku dan tidak ada yang mengerti aku seperti Jake. Aku menyayangi kamu, Jake.
“Apa kamu bukan Katherine?” tanya Jake.