JAKE
Setelah aku pulang dari rumah sakit, Chloe jarang berbicara denganku. Chloe hanya berbicara tentang hal penting, seperti sekolah. Selain itu, Chloe tidak membicarakan hal lain. Anak itu selalu menghindariku dengan alasan tugas sekolahnya yang banyak. Daphne bilang, Chloe menjadi diam setelah kembali dari rumah sakit. Aku tidak bisa melakukan apa-apa selain memberikan Chloe waktu. Kejadian penculikan itu pasti membuat Chloe trauma.
Aku memiliki rencana untuk menemui Chloe dengan psikolog anak. Selain penculikan itu, Chloe sudah mengalami banyak sekali hal yang seharusnya tidak dialami untuk anak seusia dia. Mungkin aku terdengar seperti Daphne, tetapi ini yang terbaik untuk Chloe. Aku tidak ingin anak itu besar dengan banyak trauma di dirinya. Aku hanya tidak mengetahui, bagaimana aku membicarakan hal ini kepada Chloe. Aku tidak ingin menyinggung perasaan atau membuatnya.
“Kenapa Ayah belum tidur?” tanya Chloe yang tiba-tiba membuka pintu kamarku.
“Ah, Chloe. Ayah sedang bekerja. Kamu sendiri, kenapa masih bangun?” jawabku.
Chloe menghampiri dan melihat apa yang sedang aku kerjakan. Aku pun menghangatkan Chloe dan memangku dirinya. Chloe hanya diam dan melihat aku bekerja. Belakang ini aku begitu sibuk. Aku harus mengurus semua hal yang tidak aku kerjakan selama beberapa hari. Aku harus mengurus perusahaanku dan juga toko kue milik Clara. Selama di rumah sakit, Clara melarangku untuk bekerja. Jadi, aku mengerjakan semua hal itu saat aku keluar dari rumah sakit.
“Warna merah itu cantik,” ucap Chloe sambil menunjuk layar laptopku.
“Apa kamu suka? Ayah sedang memilih warna untuk toko kue yang baru. Clara menyuruh Ayah memiliki kali ini,” balasku dan Chloe mengangguk. “Kalau seperti itu, Ayah pilih warna merah. Kalau kamu mau, kamu juga bisa pilih dekorasinya. Ayah akan senang kalau kamu membantu Ayah untuk memilih hal seperti ini.”
“Ya sudah. Pekerjaan Ayah sudah selesai, bukan. Sekarang waktunya tidur,” ucap Chloe.
“Chloe, apa ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan?” tanyaku.
Chloe hanya diam, dia tidak menjawab hal itu. Aku tidak bisa memaksanya. Pada akhirnya, aku melanjutkan pekerjaanku dengan Chloe yang masih berada di pangkuanku. Chloe tidak berbicara apa-apa lagi, dia hanya diam memerhatikan aku bekerja. Keadaan seketika menjadi canggung. Aku sampai tidak fokus dengan pekerjaanku. Pada akhirnya, Chloe tertidur di pangkuanku. Menyadari itu, aku langsung mengangkat Chloe dan menidurkannya di kasurku. Hanya melakukan hal itu saja membuat pinggangku sakit.
Aku pun melanjutkan pekerjaanku. Namun, aku tidak bisa fokus. Chloe terdengar tidak nyaman, dia terus-menerus mengigau seperti orang yang ketakutan. Aku menghampiri Chloe dan mengecek keadaannya. Dia mengeluarkan air mata, walaupun matanya tertutup. Tubuhnya juga berkeringat padahal AC kamarku sudah paling kencang. Aku terpaksa membangunkan Chloe dari tidurnya. Namun, Chloe seperti menolak untuk bangun. Perlu menghabiskan beberapa menit agar Chloe benar-benar bangun.
Saat terbangun, Chloe langsung memelukku. “Tenanglah. Ayah di sini bersama kamu,” ucapku.
“Aku takut ... aku mimpi Ayah mati,” balas Chloe sambil menangis.
“Itu hanya mimpi. Ayah di sini bersama kamu. Memang, apa yang mimpikan sehingga Ayah mati?” tanyaku.
Chloe melepaskan pelukannya dan segera menghapus air matanya. “Dimimpi itu, Ayah dipukuli orang jahat hingga Ayah pingsan. Aku memanggil-manggil Ayah, tapi Ayah tidak menjawabnya. Aku takut Ayah mati karena kalau Ayah mati, aku tidak punya siapa-siapa,” ucap Chloe.
Aku rasa itu bukan hanya mimpi. Chloe melihat aku dipukuli Alex dari mobil dan Chloe juga menemani diriku saat aku pingsan. Aku ingat sekali Chloe sempat mengira diriku mati karena aku tidak bangun. Aku rasa itu yang memicu mimpi buruk Chloe. Aku yakin karena mimpi buruk Chloe selalu tentang ditinggalkan ibunya atau orang jahat yang mengadopsinya. Mungkin, mimpi tentang diriku meninggal muncul setelah penculikan. Aku merasa bersalah akan hal itu.
“Chloe ... apa kamu terus bermimpi seperti itu setelah keluar dari rumah sakit?” tanyaku dengan hati-hati.
“Uhm, iya. Aku hanya takut karena Ayah sudah seperti Ayah kandungku sendiri. Aku memang tidak tahu bagaimana rasanya kasih sayang orang tua, tetapi aku yakin Ayah menyayangi aku. Kalau Ayah mati, aku akan kembali ke panti asuhan dan tinggal dengan orang yang tidak aku kenal. Aku tidak ingin hal itu terjadi,” ucap Chloe dengan begitu polos.
“Ayah tidak akan mati. Ayah akan berumur panjang hingga Chloe dewasa. Bagaimanapun juga, Chloe adalah putri Ayah. Jadi, Chloe adalah tanggung jawab Ayah,” balasku.
“Mungkin Ayah tidak tahu, tapi aku sangat menyayangi Ayah. Saat di panti asuhan, orang-orang selalu bilang ibuku tidak menyayangi aku, makanya dia meninggalkan aku di panti asuhan. Namun, saat aku bersama Ayah. Semua orang bilang, Ayah sangat menyayangi aku. Bibi Clara, bibi Daphne, bahkan Aiden bilang seperti itu. Guru-guru juga bilang Ayah sangat perhatian,” ucap Chloe yang membuatku terharu.
“Terima kasih, Chloe. Ayah sangat menghargai hal itu. Ayah bersyukur memiliki kamu,” balasku sambil tersenyum kepada Chloe.
Akhirnya, aku menemani Chloe tidur. Aku tidur di samping Chloe untuk berjaga-jaga, agar dia tidak mengalami mimpi buruk. Aku menceritakan sebuah dogeng agar Chloe bisa tertidur. Setelah dua cerita dongeng, Chloe tertidur dengan begitu pulas. Aku terus memperhatikannya, aku takut dia mengalami mimpi buruk lagi. Namun, seperti tidak. Chloe tidur dengan begitu tenang. Aku bisa tidur dengan tenang, jika Chloe tidak mengalami mimpi buruk sama sekali.
***
Keesokan harinya. Aku menemani Chloe pergi ke rumah Clara. Chloe bilang, dia ingin menghabiskan hari liburnya bersama Aiden. Aku hanya menuruti hal itu dan mengantar Chloe. Aku hanya ingin Chloe bersenang-senang setelah apa yang terjadi padanya. Namun, terkadang Chloe takut keluar dari rumah. Dia tidak mengatakan hal itu, tetapi aku bisa melihatnya. Chloe sama sekali tidak pintar berbohong. Setiap aku bertanya, Chloe langsung menjawab tidak.
Di rumah Clara, Chloe sibuk bermain bersama dikamar Aiden, sedangkan aku mengerjakan pekerjaanku dapur sambil memakan apel. Clara sedang tidak berada di rumah karena dia sedang mengurus toko kue. Namun, aku rasa hal itu tidak akan lama. Aku sedikit merindukannya. Sejak aku keluar dari rumah sakit, aku belum bertemu Clara. Kami berdua sama-sama sibuk dan hanya bisa mengirim pesan. Aku harap, kami bisa bertemu hari ini.
“Apa Paman sedang memikirkan ibuku?” tanya Aiden yang membuatku terkejut. Aku langsung menutup laptopku dan menatap Aiden. Entah dari mana anak itu datang.