Ledakan tawa terdengar dari pantry lantai 24. Kalau belum teng jam sembilan, waktu jam kantor resmi dimulai, para penghuni lantai 24 yang datang kepagian berkumpul di pantry. Apalagi kalau bukan untuk buka bekal sarapan, menyeduh kopi, dan gosip.
Saat ini, anggota pantry yang hadir adalah Bu Bety, Antin dan Denise dari Marketing, Lulu dari Finance, dan Rena receptionist.
Antin, crew pemotretan kemarin sedang mereka-ulang insiden “sakit gigi” antara Zaza dan Sam. Plus perseteruan Red Devil versus Zaza. Wow, ini peristiwa langka sekaligus legendaris, yang akan menjadi bagian dari sejarah perusahaan. Bu Bety, Denise, Lulu, dan Rena menyimak cerita Antin dengan seksama.
“Gua kaget dong, tiba-tiba aja Bu Dewi datang nyamperin si Zaza,” cetus Antin.
“Kebayang deh ekspresinya RD tahu incarannya diganggu,” timpal Rena. Semua yang ada di pantry terbahak. Jelas sekali mereka bisa membayangkan ekspresi si Bos.
“Dia langsung ngebentak, ‘Heh, saya hire you di sini untuk kerja. You, saya yang bayar. Jangan coba-coba tebar pesona, Bitch.’ Begitu bilangnya,” ujar Antin sambil memperagakan ekspresi bosnya. Sebelah tangan di pinggang, sebelah lagi nunjuk-nunjuk, mata melotot, bibir mencong sinis.
Denise nyaris tersedak kopi melihat gaya Antin yang kocak.
“Jangankan, Bos Devil, gua kalau kemarin ada di bawah, gua bejek si Zaza,” celetuk Bu Bety sambil mengambil botol air mineral dari kulkas.
“Terus si Zaza-nya gimana?” tanya Lulu.
“Terus … Bu Devil udah siap menyerbu si Zaza dong.” Vino yang muncul tiba-tiba, langsung duduk di kursi, sambil mengeluarkan kotak kertas dari dalam kantong plastik.
“Eh, busyet sarapannya gudeg komplit. Lo, lagi ngirit ya, sekalian makan siang gitu?” sambar Bu Bety.
“Iya, Bu, lagi nabung buat biaya kawin. Eh ya, nggak lah, Bu, sengsara amat sampai nggak bisa beli makan siang. Saya sedang masa pertumbuhan,” balas Vino.
“Lo, sudah bukan tumbuh lagi, Nak. Sudah bengkak itu.” Skakmat untuk Vino.
“Eh, terus, Vin, gimana kejadiannya,” tuntut Denise sambil menyesap kopi hitamnya.
“Habis Bu Bety nyela melulu nih. Iya, gua tarik dong si Bos. Kan memalukan banget kalau tersiar kabar sampai segedung, ada dua perempuan kebelet cintanya Mas Duda sampai baku hantam, saling smackdown di kantor. Tapi masalahnya, tangan si Bos sempat ngejambret extensionan si Zaza. Deuuuh, Lo lihat kan ngamuknya si Zaza, Tin? Kayak mau botak aja tuh kepala.” Antin mengangguk mengiyakan kepala timnya yang ceriwis itu.
“Norak memang si Zaza ya. Dia nggak lihat-lihat siapa yang dihadapi. Jadinya, mereka berantem bukan mempermasalahkan Pak Sam lagi, malah urusan rambut dibawa-bawa, yang extensionnya mahal lah, import lah, si Prengky lah yang masang. Ya, semua juga tahu si Prengky, penata rambut papan atas, tapi kan ngomong gitu ke Bu Dewi, dia auto ngakak dong. Taringnya langsung keluar.” Gantian Antin yang menjelaskan, memberi kesempatan pada Vino untuk menyuap nasi gudegnya.
“Pasti Bu Dewi bahas salon langganannya yang di Singapura atau malah Antonio Prieto kebanggaannya itu,” timpal Bu Bety.
Seluruh isi kantor sudah paham kalau Bu Bety ini jago merespons dengan wajah tanpa dosa. Seolah-olah tertarik kalau Bu Dewi sedang pamer apa saja, termasuk salon langganannya di luar negeri, dari Singapura sampai New York. Padahal kalau Bu Dewi sudah berlalu, di belakang punggungnya Bu Bety bakal berakting pingsan yang membuat seisi kantor menahan tawa.
Ting tong ting tong … tiba-tiba terdengar suara semacam bel. Semua yang ada di pantry celingukan.
“Bunyi apa tuh? Alarm kebakaran baru?” celetuk Bu Bety polos.
“Ya, ampun, Madam … itu kulkas ditutup dong kalau habis ngambil apa kali,” sambar Antin, yang tadi melihat Bu Bety mengambil es, dan sekarang semua melihat mulut kulkas yang menganga.
“Oh, sorry lupa. Abis gua tadi langsung kesirep sama cerita Lo. Eh tapi sejak kapan kulkas pakai alarm segala sih. Tolong deh, Vin, kamu yang dekat,” perintah Bu Bety pada Vino yang sedang menyuap, dan langsung menendang pintu kulkas. Salah mereka juga, sampai tidak waspada saking fokusnya pada cerita Vino dan Antin.
“Curiga Bu Bety nih kulkasnya masih kulkas zaman kemerdekaan,” ejek Vino. Yang lain menahan tawa, memaklumi kesenjangan masa di antara mereka dengan Bu Bety.
“Iyalah, itu juga baru lunas kemarin,” balas Bu Bety mengundang tawa yang hadir di sana.